Mencari Kebenaran

104 21 0
                                    

Seorang dengan surai hitam lekat melempar agak keras sebuah buku ke meja yang ada di depannya. Tak berselang sampai 1 menit–ah bahkan tak sampai 30 detik–ia mendapatkan tatapan tajam dari seluruh penghuni ruangan tersebut. Maklum, karena Oikawa sedang di perpustakaan.

Dia hendak menatap tajam balik tetapi rasa nyeri yang merambat di sekujur pipi kanan lebih dahulu menghentikannya. Luka lebam itu ia dapat setelah dikeroyok ibu-ibu paruh baya. Mari kita mundur sejenak ke sekitar 45 menit sebelumnya.

Saat itu Oikawa sedang menahan hasrat untuk tidak menonjok ibu paru baya yang sepertinya adalah pemilik kost keluarga, tempat dimana Mbak Miwa pernah tinggal. Dia tidak terima Kakak Iwaizumi dibilang perempuan gak bener.

"Ini nih ciri-ciri yang kuburannya bakal sempit, bauk, kagak bisa digali, rompal, kebanjiran, isinya bocil epep minta gift alok, trus kejatuhan meteor segede pantat Bokuto. AMIN YAOWO," pekik Oikawa kencang.

"Kurang ajar banget sama orang lebih tua! Gak pernah diajarin sopan santun ya? -Oiyaya, kalo ortumu punya sopan santun, pasti mereka bakal ngelarang Miwa kawin muda, sie. Ya pantes anak-anaknya pada kurang ajar. Kalo mau nikah minimal lulusan S1 dong, kayak anak saya. Biar pas di undangan nikah ada gelarnya gitu, jadi gak malu-maluin," kata pemilik kost sambil melirik bangga wanita 30 tahun yang ada di belakangnya.

"Tapi sampe sekarang anak ibuk masih jomblo toh?" ledek Oikawa ngasal.

Entah karena keberuntungan atau karena intuisi Oikawa yang sering jadi tempat curhat cinta, tapi tebakannya itu tepat sasaran! Wajah pemilik kost merah padam hingga ujung telinga. Begitu pula anaknya. Oikawa bersumpah, bahkan wajah marah mereka lebih menakutkan dibanding wajah marah Iwaizumi. Tangan mereka mulai berayun ke arah Oikawa, memfokuskan tenaga agar berkumpul di kepalan tangan. Sebagian mengenai wajah, sebagian lain mengenai perut. Nyeri? Pasti!

Dua hal yang gak bisa Oikawa pukul balik: perempuan dan Iwaizumi (kecuali pertengkaran di bab dua: Arka. Tindakan Iwaizumi sudah tidak bisa ia toleransi!). Tapi beruntunglah dia karena terbiasa jadi samsak tinju Iwaizumi sehingga serangan-serangan murahan tersebut adalah hal yang remeh. Pengeroyokan itu berhasil dipisahkan RT setempat.

Sebelum sempat diseret ke balai desa, Oikawa menolak untuk dibawa dengan alasan harus mengejar jadwal kereta. Dia tidak bohong, waktunya untuk berada di sana memang tinggal 1 jam. Akhirnya dengan berat hati, ia dilepaskan dengan syarat apabila datang dan membuat masalah lagi, ia akan langsung dibawa ke kantor polisi. Oikawa menyanggupi, lagipula ia cukup yakin Iwaizumi pun tak mau ke sini lagi.

Lalu ia melangkahkan kaki ke perpustakaan terdekat. Tempat ini gak bisa disebut perpustakaan sih. Ruangan seluas 21 kuburan dijejer 2 shaf itu lebih mirip gudang dengan rak lemari penuh buku yang mepet dengan tembok di seluruh sisi ruangan. Agar tidak menghabiskan waktu terlalu banyak, ia langsung menanyakan pustakawan soal kode buku yang ia temukan pula di buku milik Mbak Miwa.

Benar saja, buku dengan kode tersebut ada di perpustakaan ini! Rasanya Oikawa pengen tumpengan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Benar saja, buku dengan kode tersebut ada di perpustakaan ini! Rasanya Oikawa pengen tumpengan. Akhirnya!

Namun suasana euforia langsung merosot begitu Oikawa membaca judul buku tersebut. Single Parent: Peran Ganda Ibu dalam Mendidik Anak karya Ali Qaimi.

Arka lan Chandra || OIIWA [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang