2. Diserang Perasaan Aneh

20 4 2
                                    

Memutuskan pulang malam agar Banyu tak bertemu dengan istrinya. Ia tiba di rumah dalam keadaan ruangan gelap. Tak satupun penerangan menyala. Biasanya ruang tamu lampunya selalu hidup.

Banyu langsung menuju ke kamarnya, menyalakan sakelar lampu dan membersihkan diri. Saat ia membuka lemari, ia mendapati sebagian ruangan lemari kosong. Banyu membuka pintu lemari sebelahnya tempat gantungan pakaian, di dalamnya hanya terdapat pakaian miliknya.

Banyu diam berpikir sejenak. Langkah kakinya menuju kamar Daud. Ia masuk lalu menyalakan lampu, semua posisi barang seperti biasa letaknya. Banyu memanggil anak lelakinya, tidak ada sahutan.

Sebelum renggang hubungan dirinya dengan ibu anak-anaknya, ia seringkali pulang sore dan akan disambut anak-anaknya. Namun beberapa bulan ini ia jarang berkontak dengan anak-anaknya.

Ada perasaan takut seketika menyerang dirinya. Ia berjalan tergesa menuju kamar anak perempuannya. Mendapati suasana yang sama dengan kamar anak lelakinya.

Banyu membuka lemari Ester, tidak didapatinya pakaian-pakaian anak perempuannya. Tersadar bahwa ketiganya telah pergi meninggalkannya.

Ia berusaha menepis kenyataan itu. Keluar kamar, ia memanggil bergantian nama anak-anaknya, tidak ada sahutan sama sekali. Terduduk di sofa ruang tamu. Ia sendiri. Tapi bukankah ini yang diinginkannya?

Banyu mengambil ponselnya, ia ingin menghubungi istrinya untuk meminta penjelasan. Panggilannya tidak diangkat padahal tersambung. Ia mengetik pesan singkat meminta memberi tahu mereka dimana.

Saat ia menunggu balasan dari istrinya, Banyu mendapat panggilan dari Margareth.

"Malam sayang. Kamu sudah sampai di rumah?"

Banyu diam. Ia masih mencerna kondisi rumah yang saat ini terasa seperti mimpi untuknya.

"Halo Mas Banyu! Masih di sanakah?" Margareth mengeraskan suaranya agar dapat ditangkap oleh Banyu.

"Oo..oh.. iya sayang. Aku sudah di rumah."

"Mas Banyu, besok mau temenin aku buat belanja ke mal? Kosmetiknya aku habis." Suara manja Margareth membuat fokus Banyu teralihkan.

"Ya bisa! Besok sore ya setelah aku selesai kerja di kantor."

"Oke Mas sayang. Sampai ketemu besok. Tidur yang nyenyak ya."

Panggilan dimatikan. Margareth menjadi cinta lain di hati Banyu semenjak mereka terlibat dalam sebuah kepanitiaan di gereja. Banyu mulai memerhatikan Margareth sewaktu menjadi guru TK anaknya, Ester. Banyu dan istrinya aktif di gereja untuk melayani Tuhan dan sesama.

Entah bagaimana proses yang berkembang di hati mereka. Malahan saling memperdalam relasi, padahal kepanitiaan telah usai dan Ester pun telah menyelesaikan sekolah dari TK tempat Margareth mengajar. Banyu merasa tertantang, terseret arus kenyamanan.

Banyu menuju lemari buku tempat semua berkas pribadi di simpan. Ia belum mendaftarkan gugatan cerainya, dibacanya kembali perjanjian itu. Dalam map hanya tertinggal surat perjanjian dan fotokopi KTP-nya saja.

Kartu keluarga, fotokopi KTP Istri, akta kelahiran anak, dan akta kawin gereja dan sipil tidak ditemukannya. Ia menatap nanar map yang tidak komplit itu. Banyu menebak dokumen itu dibawa serta oleh istrinya. Bagaimana ia bisa mendaftarkan perceraiannya kalau begitu?

Maunya Miranda apa sih? Keberatan bercerai tapi malah pergi menjauh membawa anak ikut serta dengannya. Banyu kesal pada istrinya, tidak pernah ia komplen dengan tindakan istrinya. Tapi kali ini ia kesal sejadi-jadinya, Miranda menggantung hubungan mereka.

Keesokan harinya, Banyu pergi ke rumah iparnya sebelum ke kantor. Ia disambut wajah tak ramah Natalia.

"Mau apa!" Natalia tanpa basa basi menanyakan keperluan Banyu datang ke rumahnya.

METANOIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang