TROUBLED DISTANCE

6 2 0
                                    


Wrong time or... wrong person? Aku termenung melihat sikap Atthalla yang semakin hari semakin berubah semenjak keberangkatannya ke Kanada. Entah apa kesalahan yang aku lakukan sebelumnya, tapi kenapa dia sebegininya?

Apa mungkin ini berkaitan dengan masa lalu nya, Shabila?

> Aku mau ngobrol sama kamu, boleh?

Sebuah pesan singkat yang aku kirim pada jam dua pagi hari itu, aku berharap Atthalla akan langsung membalasnya. Rindu yang aku rasakan membuat hatiku sesak. Tapi disaat aku membutuhkannya, Atthalla tetap menghilang. Kami tidak melakukan komunikasi intens akhir-akhir ini.

Aku mulai khawatir dengan situasi yang jelas mengganjal. Aku takut komitmen yang dengan sekuat tenaga kami bangun pada akhirnya runtuh sebab tidak ada komunikasi yang tidak bisa kami lindungi. Sebulan lalu Atthalla mengajakku untuk membangun komitmen di hubungan kami, apakah semuanya akan berakhir semenyedihkan ini?

Aku hanya bisa mendekap erat ponselku sambil menatap nanar langit subuh.  Berharap sebuah notifikasi balasan muncul pada layar ponselku itu. Namun, nihil. Atthalla tetap tidak membalasnya, sampai matahari mulai meninggi dan aku terlelap dengan ponsel yang aku peluk erat dalam dekapan.

***

Pikiranku kacau. Hanya ada Atthalla di dalamnya mengakuisisi setiap ruang di kepalaku, entah bagaimana keadaannya sekarang. Yang pasti, laki-laki itu selalu berhasil mengusik pikiranku. Membuatku gelisah dan khawatir. Sementara dia disana mungkin saja tidak perlu repot-repot memikirkan  renggangnya hubungan kami. Aku memejamkan mataku sekuat tenaga walau bola mataku berpindah ke arah sana dan sini.

Kak... kamu ada di sini, kan? Kamu ada di sini kan sama aku?

"Hai Ayela." sapaan itu membuatku membuka mata seketika. Di tangan nya terdapat sebuah tote bag berwarna tosca yang ia jinjing dengan suka cita.

"Hai, Kesh?" orang yang menyapaku adalah Akesh.

Tak mungkin kupingku tidak menangkap rumor beredar tentang Akesh yang menyukaiku dari bangku pertama SMA. Bahkan sebetulnya, rumor ini hanya berpindah tempat. Rumor ini ada semenjak di Sekolah Menengah Pertama. Jauh lebih lama dibandingkan apa yang orang-orang dengar.

"Eh, ini Ay, ada titipan dari bunda buat kamu tolong diterima ya. Kalo Ay gak suka... ya nanti bundanya sedih dong? Gue balik ya? Makasih cantik." Akesh menciptakan senyum di bibirnya, sampai-sampai lesung manisnya terlihat akibat si dia membuat senyum penuh penekanan.

Enam tahun bukan waktu yang sebentar. Aku ikut tersenyum melihatnya tersenyum tulus seperti itu. Jika ditanya kenapa aku tidak menyukainya balik, entahlah. Tidak ada alasan apapun untuk membuatku tidak menyukainya. Tapi hatiku punya pilihannya sendiri.

"Diterima kok Akesh, makasih ya."

***

Sore itu aku baru saja keluar dari ruang kelas ku, segera membuka ponsel yang terdapat di sakuku berniat untuk memesan ojek online. Tanganku terhenti ketika mendapati motor tinggi berhenti persis dibelakangku.

"Ayela, mau pulang naik apa?" orang itu, Akesh, bertanya dari atas motornya. Aku enggan membalikkan badan.

"Biasa sih, naik ojek online atau gue bisa naik angkot kok, Kesh." ucapku, berusaha menolak tawarannya.

"Bareng sama aku aja yuk, mendung juga nih." laki-laki itu mencoba membujuk ku lagi.

"Kesh." Aku menghela nafas, pikiran ku melayang ke kejadian satu tahun lalu.

Semua settingan-nya masih sama persis. Jalanan depan sekolah yang rindang, semilir anginnya yang menusuk kulit, dan langit mendung yang siap mengguyur kami berdua disini.

Atthalla ada di tempat itu bersamaku, satu tahun yang lalu.

Bedanya yang ada di hadapanku adalah Akesh, bukan Atthalla. Aku merindukan masa-masa itu. Setiap kali Atthalla mengajakku pulang, tidak pernah satu kali pun aku menolaknya. Aku menikmati waktu kami berdua dengan amat baik. Bakso Taman Solo selalu menjadi penutup hari yang hangat.

"Kok malah bengong Ay, ayo naik nanti keburu hujan." Ia menambahkan. Ada tawa di selipan kalimat yang ia ucapkan, mungkin aku terlihat begitu bodoh.

"Oh? Iya, Kesh." Aku lantas menaiki motornya. Vespa ini lumayan nyaman. Tapi motor Ninja Atthalla akan tetap menjadi yang paling mengesankan.

Sesuai yang aku prediksi, hujan sore itu membasahi kami berdua yang sudah memasuki setengah perjalanan menuju rumahku. Akesh mempercepat laju motornya, dengan spontan ia menarik lengan tangan ku untuk melingkar di perutnya. Aku menelan saliva ku. Rasanya aneh karena dia bukan Atthalla.

"Pegangan ya Ay, aku mau ngebut." ucap nya sedikit berteriak, sebab hujan sore itu meredam suara Akesh.

"Iya, Kesh, hati-hati licin."

Air mata yang berasal dari mataku tersamarkan oleh rintikkan hujan yang semakin deras. Ini semua terasa seperti salinan dengan apa yang pernah Atthalla lakukan satu tahun lalu. Semuanya masih terekam jelas, pipiku yang waktu itu merona saat Atthalla menarik paksa tanganku untuk dilingkarkan di perutnya. Semuanya sangat indah kala itu. Tangisanku semakin menjadi-menjadi, memikirkan semua itu aku lakukan bukan dengan Atthalla.

"Eh ada Akesh?"  Si bunda terlihat amat gembira mendapatkan kehadiran Akesh bersamaku. Memang sudah lama sekali semenjak terakhir Akesh datang kemari beberapa bulan yang lalu.

Bunda itu suka sekali anak-anak. Semua teman yang aku bawa ke rumah akan dihafalkan olehnya. Katanya, agar kalau berkunjung lagi bisa disapa, dan yang satu itu... agaknya istimewa. Akesh bagi bunda adalah prioritasnya.

Bawah mataku yang sembab ini nampaknya siap menampung berapapun banyak air mata yang akan ku keluarkan lagi. Aku termenung, yang berfungsi hanyalah telingaku, menangkap percakapan kecil bunda dengan Akesh.

Nanti kalau bunda bertemu Atthalla, bisa sesenang itu enggak ya?

"Halo Tante. Iya nih udah lama nggak main. Itu sih terserah Ayela aja. Kalau dia mau pasti aku main, kok."

Percakapan antara bunda dan Akesh semakin panjang. Bunda menawarkan Akesh untuk berteduh sebentar di rumah hingga hujan sedikit reda, tetapi Akesh menolaknya. Ia merasa tidak enak untuk berteduh di rumah ku dan memilih untuk berpamitan.

"Akesh pamit pulang dulu ya Tan, titip salam buat Papanya Ayela. "

"Iya nanti di sampaikan, hati-hati di jalan loh, Akesh. Jangan ngebut, licin tuh jalannya. Sampai rumah langsung bersih-bersih ya." pesan Bunda pada Akesh.

"Bun... apa sih, udah kayak anak sendiri."

Bunda menghentikan langkahnya. "Loh emang? Kamu tuh ajak dong Akesh nya main kesini. Udah tau Akesh anaknya apa-apa ngikut kamu." Sontak aku menengok ke arah Bunda.

"Bunda!—"

—kalau ajak yang namanya Atthalla untuk ketemu bunda, boleh?

Rainfall Along The Time (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang