4

2.9K 417 67
                                    

"Kamu baik-baik aja?" Chika menyentuh bahu Ara yang bergerak naik turun karena nafasnya yang memburu. Tidak ada jawaban apapun dari Ara, Chika mengerti Ara sedang marah besar. Chika memilih diam, berdiri di samping Ara tanpa mengatakan apapun, ia membiarkan gadis itu meredam emosinya dalam hening.

"Gue udah bilang sebelumnya kita butuh orang baru," jelas Kinal yang tiba-tiba saja keluar dari gedung itu bersama Lidya dan Azizi yang sudah dibebaskan begitu saja.

Ara tersenyum miring kemudian berbalik menghadap Kinal. "Ngambil karyawan baru dari seorang hacker? Lo waras kan kak?" Ara menggeleng tidak habis pikir. Ia tau Kinal dan Lidya memang orang bodoh, tetapi ia tidak menyangka kebodohan mereka sebesar ini.

"Gue udah cukup waras. Orang yang bisa retas udah pasti orang yang bisa meminimalisir peretasan ke komputernya." Kinal berusaha membuat Ara mengerti bahwa ini adalah jalan terbaik untuk memperketat sistem keamanan dan menjaga jika sesuatu buruk terjadi.

"Sebesar apa kita bisa percaya sama dia? Dia orang asing!" Ara menatap tajam pada Azizi. "Gimana kalo dia pengkhianat? Gimana kalo dia adalah orang yang ada di bawah kelompok dan dia ditugaskan untuk menghancurkan kita?!" Ara tidak bisa menurunkan nada suaranya sama sekali. Emosinya terlalu tinggi hingga ia lupa siapa orang yang ada di depannya.

Azizi menguap lebar karena sudah sangat mengantuk, ia tidak punya tenaga dan tidak punya keinginan sedikitpun untuk ikut pertengkaran itu. Pengkhianat? Yang benar saja, ia bahkan baru mengenal mereka sekarang.

"Kayanya pikiran lo kejauhan deh." Lidya ikut berbicara karena merasa tuduhan dan kemungkinan yang Ara ucapkan. "Kalo dia emang berusaha jadi pengkhianat, dia yang akan datangi kita bukan kita yang datangi dia."

Ara mengangguk seraya mengalihkan pandangan pada Lidya. "Kita gak akan pernah tau sepintar apa musuh kita, gimana cara mereka ngatur strategi untuk hancurin kita, kita gak tau. Hal yang harus kita sadari adalah kita itu kuat dan orang-orang yang berani lawan kita udah pasti mereka percaya bahwa kemampuan mereka lebih dari kita." Ara mendelik tajam sebelum bergerak meninggalkan mereka.

"Aku duluan, kak." Chika buru-buru berlari menyusul Ara karena ia takut tertinggal di sini sendiri. Untung saja Chika sempat masuk ke mobil sebelum Ara mengendarai mobil itu dengan kecepatan penuh.

Selama perjalanan, Chika memilih diam sambil sesekali memperhatikan Ara yang terlihat masih sangat emosi. Chika tidak mengerti kenapa Ara semarah ini, bukannya seharusnya Ara senang karena ada orang sepintar gadis itu yang akan membantu perusahaannya? Atau mungkin apa yang Ara khawatirkan itu benar? Bagaimana jika gadis itu adalah orang yang diutus untuk menghancurkan perusahaan?

Chika memijat kepalanya yang berdenyut, memikirkan semua itu membuatnya pusing. Baru sekarang ia mendapatkan pelanggan yang membuatnya pusing sampai seperti ini. Selain ia harus melayani gadis itu, ia juga harus bertanggungjawab atas kelalaian yang ia lakukan. Hidupnya benar-benar akan rumit setelah ini.

"Aku pertaruhkan kepala aku jika tuduhan yang dia ucapkan itu benar," ucap Azizi sangat tegas. Azizi tidak terima ia dituduh seperti itu meski ia mengerti tuduhan itu lahir dari kakhawatiran gadis itu yang besar. Perusahaan sebesar dan sesukses ini tidak mungkin tak punya pesaing. Jaman sekarang jika ada pihak yang tidak mampu bersaing dengan sehat, sudah pasti akan bermain kotor.

"Kamu besok datang ke kantor jam 8. Nanti kamu akan bekerja sama dengan cewek cantik tadi," ujar Kinal memandang mobil Ara yang melesat cukup kencang. Kinal menghela nafas kasar, ia berharap apa yang Ara khawatirkan tidak terjadi.

"Terus aku pulang sama siapa?" tanya Azizi bingung. Ia bahkan tidak tau di mana ia berada sekarang, semua ponselnya ditinggal karena ia ditarik paksa ke sini.

FADING AWAY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang