VII

195 62 82
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Abel terbangun dari tidurnya karena tenggorokannya mendadak haus. Setelah minum, Abel mengecek hape dan rupanya ada pesan dari Niki.

Niki
abel?
udh tidur atau masih bangun?

.
.

Abel
barusan bangun

Niki
kirain udh tidur
gue ke sana ya

Abel
hah??? kemanaa??

Niki
rumah lo
otw

Abel membulatkan pupilnya sempurna, 'Buset nih bocah mau ngapain lagi?' batin Abel.

Abel yang masih mengenakan piama hello kitty, segera melapisinya dengan jaket hitam ukuran big size. Abel mematut dirinya di depan cermin sembari merapikan rambutnya. Ia memerhatikan bibirnya yang pucat dan kelopak matanya yang mirip panda.

Abel membuka pintu depan rumahnya dan duduk di kursi kayu panjang teras rumahnya. Sembari menunggu kedatangan Niki, tanpa disadari Abel sudah senyum-senyum sendiri.

Memori-memorinya bersama Niki terlintas begitu saja, Niki yang menyebalkan, Niki yang mendadak perhatian dan baik, walaupun lebih banyak bikin kelakuan yang bikin gedeg.

Sesuatu dari dalam dirinya berdesir saat menatap mata Niki. Ada perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Sejujurnya, dari lubuk hati Abel yang paling dalam, ia senang diganggu oleh Niki. Padahal Abel jelas-jelas berespons kesal terhadap Niki, namun diam-diam ia ingin selalu diganggu Niki. Entahlah, hal tersebut terlalu rumit untuk bisa dijelaskan oleh otak kecil Abel.

Setelah beberapa menit menunggu, cowok tinggi dan tampan itu datang. Niki memarkirkan motornya di halaman rumah Abel. Abel langsung berdiri dan mendekat ke arah Niki.

Niki berdiri di hadapan Abel, lalu mengambil sesuatu dari kantong belanjaannya-plester demam. Kemudian, ia memegang dahi Abel untuk memastikan suhu tubuh cewek itu, terasa hangat.

"Udah cuci muka bel?" tanya Niki. Tenggorokan Abel mendadak terasa kering, ia pun hanya mengangguk sebagai respon.

Niki menyobek kemasan plester demam tersebut dan menempelkannya ke dahi Abel, lalu memijit-mijitnya pelan. Entah kenapa hal tersebut memunculkan sensasi nyaman dan dingin. Hal tersebut membuat detak jantung Abel rasanya ingin melompat dari tempatnya.

Hening.

Niki memperhatikan wajah Abel, sedangkan Abel memandang ke samping seolah menghindari kontak mata dengan Niki. Suara rendah, pelan dan hangat memanggil gadis itu.

"Abel,"

"I-iya?"

"Liat gue dulu coba,"

Abel memalingkan mukanya ke arah Niki. Meskipun wajah Abel pucat, bisa dilihat jelas kalau pipi Abel sedikit kemerahan. Niki menyodorkan sebuah kantong kresek kecil kepada Abel, "buat lo."

Komplek Saturnus ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang