8. Hukuman

910 136 34
                                    

" Dokter Sakura sedang cuti. Kembalilah besok. Atau mau kupanggilkan dokter yang lain?"

"Aku hanya ingin dokter Sakura bukan yang lain."

Seorang perawat menghela napas. Sudah setengah jam ia meladeni bocah dengan seragam sekolahnya yang urakan. Kepalanya yang masih tertempel perban terlihat berantakan, ah sepertinya luka itu masih baru. Jawaban darinya masih sama. Pria muda itu tetap ingin dokter Sakura bukan yang lain. Bukan hanya sendiri, dia juga membawa empat pria lain yang berdiri di belakangnya bak bodiguard. Mereka pasti bolos sekolah.

"Aku ingin mengecek apakah kepalaku sudah sembuh. Dan yang menanganiku kemarin adalah dokter Sakura."

"Tapi dokter Sakura sedang tidak bertugas hari ini. Dokter yang lain juga bisa melakukan pengecekan."

"Ck... Banyak alasan. Kalau begitu bisakah kau beri tahu alamat rumahnya? Biar aku ke sana saja."

"Itu adalah privasi. Rumah sakit tidak berhak memberikan informasi pribadi. Kau tanya langsung padanya saja."

"Bagaimana aku bisa bertanya jika orangnya saja tidak ada?" Pria muda bernama Konohamaru itu menggebrak meja perawat. Suaranya terdengar jelas sampai ke ruangan IGD.

"He bocah. ..brisik sekali kau! Ini rumah sakit bukan taman bermain!" Kiba keluar ruangan IGD sambil berkacak pinggang. Beruntung IGD sangat sepi, hanya ada seorang nenek nenek yang terluka ringan akibat jatuh tersandung tongkat.

Konohamaru beralih ke Kiba. Ia mengenali dokter itu karena melihatnya bersama Sakura saat ia dilarikan ke rumah sakit lusa.

"Dokter kau teman dokter Sakura kan? Bisakah kau berikan alamatnya padaku."

"Ada apa dengan Sakura? Memangnya dia kenapa? Apa urusannya denganmu? " Kiba menatapnya malas.

Konohamaru menghela napas. Tatapannya berubah. Ia menghampiri Kiba dengan gesture menantang. "Kau tidak lihat kepalaku terluka? Aku ke sini untuk mengecek keadaan lukaku."

"Apakah teman temanmu juga terluka?" Kiba memandang heran pelajar lain yang sama urakannya seperti pemuda di hadapannya. "Baiklah ku obati kau, setelah itu kembalilah ke sekolah." Ujar Kiba sabar. Dilihat secara kasat mata, luka jahitan pada kepala yang sebagian botak itu sudah tidak ada masalah. Hanya letak perbannya saja yang melenceng dari tempat semula. Sepertinya memang alasan membolos saja mereka datang ke rumah sakit.

"Tidak mau!"

Kalimat itu menghentikan Kiba yang sedang berjalan ke ruangan tindakan. Pria itu menghela napas lalu menatap pemuda itu sekali lagi.

"Aku hanya ingin dokter Sakura yang melakukan pengecekan. Bukan dokter lain."

"Maaf dokter. Aku sudah berusaha membujuknya. Tapi dia tidak mau." Ujar perawat kepada Kiba. Ia. Meminta maaf karena tidak bisa menghentikan para pelajar itu.

"Ya sudah cari rumah sakit lain saja."

"Kenapa kau tidak memberikan alamatnya saja padaku?"

Kiba menghela napas. Kesabarannya yang memang sedikit mendadak habis. Pemuda itu banyak maunya juga ternyata. "Pasien tidak berhak mengetahui privasi seorang dokter kecuali dokter itu sendiri yang memberitahunya. Kau tahu sopan santun?"

"Aaa dokter menantangku?" Konohamaru terlihat menggulung jas almamaternya. Empat pemuda lain di belakangnya juga ikut siaga dan bergaya siap serang.

"Lebih baik pergi dari sini sebelum kupanggil petugas keamanan." Kiba masih menahan emosinya.

"Tidak!" Konomaharu maju selangkah. Dengan tidak sopannya, dia meraih jas dokter Kiba dan dicengkeramnya erat.

Beberapa perawat berteriak panik. Terlihat juga sosok Hinata yang baru saja datang. Wajahnya langsung pucat ketika mendapati Kiba berada di tangan pelajar yang bergaya preman.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Doktor RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang