Sebuah penyesalan memang datang belakangan. Shikamaru menghela napas saat pria itu datang. Menagih bayarannya karena telah rela menggantikan perannya di meja operasi tempo hari. Bimbang, ya. Di satu sisi, perannya sebagai dokter adalah berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan pasien, namun dengan mengorbankan seorang teman?
Entahlah. Shikamaru tak bisa memikirkan orang lain lagi selain Sasuke untuk menangani pasien dengan ginjal rusak serta pengidap kardiomiopati karena usianya. Sedikit memanipulasi ijin bedah kepada Kakashi berjalan mulus, karena pria itu juga berpikir untuk menghubungi Sasuke atas kasus itu.
"Kau datang."
"Hn."
Shikamaru kembali menghela napas. Apa yang ia dengar dari mulut Sakura semakin membuatnya tidak enak.
"Maaf—aku,"
"Kau mendengar sesuatu tentangku?"
Shikamaru menuang gelas kosong dengan cairan berwarna merah pekat. Sebuah minuman yang paling favorit di sebuah kedai minum yang sangat kecil dan tersembunyi. Cocok digunakan untuk mereka yang ingin melakukan transaksi pribadi.
"Sakura mengatakan jika kau baru saja mendapat masalah."
"Aa gadis residen itu? dia tahu namaku?"
Shikamaru menggeleng. "Dia hanya bercerita saja tentang apa yang ia lihat. Tapi---apa kau sungguh tak apa? maksudku, dia---"
"Aku tak apa." Sasuke menyecap minuman miliknya dan menaruh gelas dengan tekanan keras. Suaranya seolah isyarat agar pria di hadapannya berhenti menggali topic menyedihkan itu. Sangat memalukan. Jika ada yang tahu kebenarannya, maka harga dirinya akan dipertaruhkan.
Shikamaru menyerahkan bayaran atas permintaannya. Meletakkan sebuah benda di atas meja. Sebuah kartu tanda pengenal, yang juga merupakan akses keluar masuk Izanami Hospital untuk pintu manapun.
"Lantai sebelas. Hanya ada satu ruangan di sana."
"Terimakasih." Sasuke menggenggam benda itu lalu ia masukkan ke dalam saku bajunya.
"Aku berharap kau bisa bergabung dengan kami semua."
Sasuke berdecih, "Itu mustahil." Ia tersenyum miris. Selama ini ia hanya bisa berlari dari suatu tempat rendah, ke tempat yang lebih rendah lagi. Menolong mereka yang tak memiliki apapun seperti dirinya yang hanya memiliki kecerdasan untuk menyelamatkan mereka.
"Aku puas dengan kerjaanku yang sekarang. Dan tujuanku membantumu bukan untuk bergabung dengan kalian."
"Aku mengerti. Ingat pesanku."
"Hn."
***
"Kiba cepat!"
Sakura berlari menuju mobil ambulance yang sudah tiba di depan ruang UGD. Menyiapkan ranjang beroda untuk mengangkut beberapa pasien yang datang. Lima orang pria berpakaian pelajar keluar dari mobil dengan luka babak belur dan beberapa luka sobek di kepala. Kiba mengatakan jika mereka adalah pelaku tawuran yang sialnya menjadi korban.
"Ah sakit, aaargggh!"
"Cepat bawa mereka!"
"Ada lagi!" Kiba memberi kode dari kejauhan. Dua mobil ambulance berjalan menghampiri UGD. "Korban terus bertambah!"
"Aaiish!" Sakura mengangkat rambutnya tinggi-tinggi, menyisakan beberapa helai di bagian jidat serta memperlihat lehernya yang jenjang. Menyisingkan jas putihnya lalu berlari sekencangnya ke arah Kiba dengan sebuah kursi roda.
"Awas!"
Sial. Semua tak berjalan mulus saat ia menabrak seseorang yang berjalan santai tanpa dosa di area pintu UGD. Sakura menggeram pada pria bermasker dengan topi hitamnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doktor Room
FanfictionMempunyai sedikit waktu untuk diri sendiri adalah impian mereka. Namun Izanami Hospital sepertinyai tidak mengijinkan mereka untuk bersenang-senang meski sebentar. Cinta dan persahabatan tiba-tiba saja tumbuh di tengah kerasnya dunia medis. keprofe...