Bab IX: Ciuman Mematikan (Part I)

314 31 2
                                    

Originally published on 24 March 2022



A    C    T    R    O    I    D

"BAB IX: Ciuman Mematikan"

Part I

 !!!! PERHATIAN !!!!

Konten di bawah ini hanya untuk umur legal dalam kategori dewasa. Mengandung adegan seksual eksplisit, kekerasan dalam seks dan konten dewasa lainnya.

DILARANG MENGAMBIL GAMBAR / SCREENSHOOT TANPA CREDIT


.

.


Tahun 2112

(Sebelum Chimon lahir)

.

.

"Istana Ratu Elizabeth," Gun mendengus sembari berputar-putar, menyapu tiap seluk ruangan, menyeringai pada tiap perabotan, lalu geleng-geleng tiap menemukan hal hanya orang-orang sebangsa Adulkittiporn bakal memilikinya di ruangan. Gun tak tahu mengapa mereka harus menggunakan lampu yang dihiasi kaca-kaca raksasa, atau peri yang menari balet di salah sudut ruangan--berdiri tanpa ada yang tahu pasti buat apa peri berdiam diri di sana. Tiap kali Gun berkunjung ke kediaman Adulkittiporn, pemandangan ini tidak pernah bikin Gun bosan, bahkan setelah Adulkittiporn tersemat di namanya.

Off menaruh kunci mobil di atas meja, sembarang saja sampai kacanya berdentang keras. Kemudian ia menjatuhkan diri ke sofa.

"Hati-hati pecah," Gun menegur.

"Aku memang ingin menggantinya. Bagus kalau pecah, ada alasan buat diganti."

Gun mendengus. Seorang Adulkittiporn pastinya tidak akan memusingkan tentang mengganti sesuatu yang tidak memiliki masalah fungsi, tidak memiliki cacat estetika, dan tidak memiliki kendala yang bikin aktifitas sehari-hari terganggu, tidak pula pusing soal seberapa mahal mengganti kaca tebal itu. 

Gun ikut duduk di sebelah Off, dan memberi jarak yang cukup buat tangan kesulitan menjangkaunya. "Kenapa ingin diganti?" tanyanya.

"Bosan warna hitam. Bakal lebih bagus kalau transparan."

Gun memutar bola mata mendengar alasan menggelikan begitu. Di rumah neneknya, Gun masih menggunakan meja kayu keropos yang kakinya panjang sebelah selama bertahun-tahun, bahkan ketika mau diganti pun menimbang-nimbang banyak hal dulu. Setelah diganti, meja tersebut masih digunakan untuk keperluan lain sebelum keroposnya bertambah parah dan berakhir menjadi kayu bakar.

"Aku tahu, sewaktu kuliah dulu kamu nggak suka aku." kata Off, tiba-tiba saja, bikin Gun mengerut dan menoleh.

"Kenapa kamu pikir begitu?"

Off tak lekas menjawab. Ia mendongak bertemu iris coklat Gun.

"Ciuman pertama kita," katanya memulai pelan-pelan, dan Gun jadi berdebar-debar mendengar tiga kata itu. Ia mau beranjak berpindah tatap, tapi Off menatap terlalu dalam buat Gun bergerak. "Kamu juga nggak suka, kan?"

Gun tertegun.

Dan karena lama tak ada jawaban, Off memutus kontak mata.

"Itu bukan cuma ciuman pertama kita." Akhirnya Gun bersuara. "Itu ciuman pertamaku juga." Gun melanjutkan dengan suara kecil, sehingga Off menyadari rasa malu yang tersalip di ucapan Gun.

OffGun: A C T R O I DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang