Teman Wibuku Ternyata Bukan Manusia

9 0 0
                                    

Bila ada seorang temanmu yang pendiam, tak pernah terlihat mencolok, dan tidak disadari keberadaannya ....

Percayalah, bukan berarti dia orang yang pemalu atau antisosial.

Bisa jadi, ada hal yang dia sembunyikan dengan sangat rapi dan apik. Bahkan isi pikirannya pun mungkin tengah merancang "masa depan" seseorang.

Itulah yang kupikirkan ketika melihat seorang teman kelasku, Revan, yang selalu duduk di belakang pojok. Dia satu-satunya cowok yang sangat berbeda dengan kebanyakan cowok. Misalnya saja ketika cowok kelas mengajaknya bermain game bersama, dia selalu mengabaikan ajakan itu. Atau ketika diajak bermain futsal bersama kelas lain, dia juga tidak pernah datang. Hingga akhirnya teman-teman muak dengan sikapnya dan tidak pernah mengajaknya bermain lagi.

Selain itu, kadang kala dia terlihat tersenyum sendiri sambil menatap layar ponsel. Kacamata yang dipakai juga sering dia benarkan posisinya seperti pada adegan-adegan di anime sambil berucap, "Omoshiroi." Benar-benar persis seperti tokoh-tokoh berkacamata di anime! Tingkah anehnya itu diketahui satu kelas, dan dijadikan bahan bully oleh anak-anak cowok.

Dari situlah Revan selalu diejek dan diolok-olok. Dibilang culunlah, tidak kerenlah, wibu bau bawanglah, dan lain-lain yang menyebabkan dia selalu sendirian sampai sekarang. Duduk di bangku pojok kanan belakang dekat jendela kelaslah yang jadi tempat favoritnya sembari menikmati dunia yang jadi zona nyamannya ketika istirahat atau jam kosong.

Aku masih melihat ke arah Revan yang sibuk sendiri dengan ponselnya. Kemarin, kelasku mendapat tugas kelompok dari guru seni budaya. Setiap kelompok beranggotakan dua orang yang dipilih secara acak, dan aku mendapatkan kelompok bersama Revan. Masalahnya sekarang, bagaimana aku bisa mengajaknya berdiskusi?

"Heh, Wibu Culun! Main ML yok!"

Lamunanku buyar. Aku melihat dua temanku yang mulai merundung Revan. Namun, anak itu tetap tidak menggubris ajakan mereka yang masih fokus pada layar ponselnya.

"Emang anak kayak dia bisa main ML? Kan, taunya cuma nge-waifu-in cewek gepeng!" Teman lain yang baru datang dan mendengar ejekan mereka ikut menimpali. Yang lain tergelak.

"Hidup kok cuma jadi wibu, nggak berguna banget jadi manusia!"

"Udah nemu portal buat ke dunia anime belum? Apa harus mati dulu baru bisa ketemu? Ya udah, sana mati dulu!"

Ejekan mereka semakin ngawur dan sembarangan. Aku benar-benar tidak suka mendengarnya. Tanpa pikir panjang mulutku langsung menyolot, "Lo bangsat banget, Ji! Mulut lo nggak pernah sekolah ya?"

Adji, anak yang kusolot itu, tidak terima dengan ucapanku. "Hah, kenapa lo tiba-tiba nyolot, Sel!? Orang gue ngomong ke Si Culun, anjing! Kok malah lo yang nggak terima? Kesinggung lo?"

"Omongan lo udah berlebihan, bangsat! Gampang banget lo nyuruh orang buat mati! Emangnya lo mau kalo disuruh begitu!?" teriakku.

Pergelangan tanganku tiba-tiba dipegang Revan, menyuruhku untuk berhenti tanpa mengatakan apa pun. Namun, sudah kepalang mendidih darahku. Bila Adji ingin adu jotos denganku, silakan saja. Kalo nanti bonyok, bonyok sekalian dah, batinku.

Adji menatapku marah, menarik kuat kerah seragamku, siap memberi bogeman mentah kapan saja. Aku hanya membalasnya dengan tatapan datar, tidak takut sama sekali dengannya. Dengan cepat Adji menonjok pipiku, berhasil membuatku terhuyung. Terdengar beberapa teriakan dari cewek kelasku yang melihat kami bertengkar, beberapa lainnya menyuruh cowok yang malah asyik menonton untuk melerai. Sedangkan aku sibuk membalas pukulan Adji dan menyuruh dia untuk minta maaf atas ucapannya. Hingga aksi baku hantam kami dilerai oleh guru agama yang akan mengajar kelas kami.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Just an ArchiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang