"Apa yang ayah dan abang bahas bersama mereka tadi?" Meulu membuka obrolan pertama di tengah makan malam yang hening ini.
Ayahnya telah rampung menyelesaikan kunyahan kesekian di mulutnya, "Mereka hendak mengajak kerjasama ayah dengan pihak Belanda untuk meningkatkan keamanan dan kedamaian Koeta Peutjoet."
Meulu mengernyitkan alisnya, "Bekerjasama? Meningkatkan keamanan di tengah perang, ayah, tidakkah itu pernyataan yang lucu dan mencurigakan?"
Ayahnya mengangguk, "Ayah tahu, neuk. Mereka hendak mengumpulkan pendukung dari kalangan Uleebalang, kemudian akan menjatuhkan kesultanan agar bisa menguasai negeri ini. Ayah tahu betul niat busuk mereka."
"Kenapa ayah diam saja?" Meulu tak mengerti dengan isi pikiran ayahnya, Meulu tak mengerti mengapa Ayahnya terkesan mau mendengarkan bangsa itu padahal ayahnya tahu apa rencana mereka.
"Tidak semudah itu menolak mereka mentah-mentah, Meulu. Kita harus memperkuat strategi agar dapat melawan bangsa itu. Mereka semakin hari semakin kuat, membawa semakin banyak pasukan. Kalau begini terus tidak akan lama sampai kita kehabisan pasukan dan alat perang, kita akan kalah telak," kali ini abangnya, Abdullah, turut mengambil peran. Meulu menatap abang kesayangannya itu, ia paham bahwa perang ini tidak mudah dan strategi atau siasat perang bukanlah ranah yang bisa ia campuri sebagai anak perempuan.
"Mereka bahkan melirikmu tadi, ayah rasanya mau marah saat mereka malah menanyaimu," ujar ayah dengan nada geram. Meulu mendelik penasaran, siapa yang menanyaiku? Apakah laki-laki bernama Gustaaf itu?
"Tidak bisakah kau langsung menikah saja, adikku? Tuan Teuku Daud seringkali menanyakan kabarmu pada abang, ayah pun tampaknya senang pada laki-laki itu," ujar bang Abdullah, membuat Meulu diam seribu bahasa. Ini adalah obrolan yang tidak ia sukai. Andai mereka tahu betapa kurang ajar Daud kepadanya tempo hari.
"Meulu ingin menikah, namun tidak dengan tuan Teuku Daud, ayah," ucap Meulu pelan.
Seisi ruangan terdiam, sibuk menerka apakah Meulu telah memiliki lelaki tambatan hatinya? Ibunya terlihat menatap Meulu dengan serius, selama ini ia tak terlihat dekat dengan lelaki manapun, selalu saja menghabiskan waktu di depan mesin tenun miliknya.
"Siapa laki-laki itu?" Tanya ayah serius.
Meulu mulai tergagap, "Belum ada, ayah. Tapi Meulu akan segera mencarinya, yang pasti Meulu tidak ingin menikah dengan tuan Teuku Daud."
Ayahnya menghela nafas panjang, "Ayah harus bilang apa pada tuan Teuku Zainal kalau kau menolak pinangan Teuku Daud, neuk? Tuan Zainal itu teman baik ayah, dan ayah tidak ingin merusak hubungan Koeta Peutjoet dengan Koeta Batee."
"Meulu tidak ingin menjadi isteri kedua, ayah. Meulu malu, ayah tega membiarkan anak perempuan ayah jadi pembicaraan satu kampung, dari dulu hingga sekarang Meulu selalu dibicarakan! Tentang Meulu yang seorang janda, bahkan sebelum sempat bercampur dengan suami sendiri, sekarang ayah mau menjadikan Meulu isteri kedua?! Tega ayah!!" Suara Meulu meninggi, tangisnya mulai pecah. Hilang sudah selera makan malam ini, padahal nasi dan kuah plik u kesukaannya masih tinggal setengah. Ia bangkit dengan kasar dari kursinya dan meninggalkan dapur, menuju kamarnya.
Ayahnya terdiam membisu, menyadari bahwa putrinya masih menyimpan luka lama— luka dalam yang mengakibatkannya trauma pada pernikahan. Abdullah pun begitu, ia mulai menyesal telah memulai percakapan ini di saat seisi rumah dengan khidmat menyantap makan malam.
***
Meulu sesenggukan di atas dipannya. Jendela kayu di kamar berukuran sedang itu terbuka setengah, membiarkan udara dingin malam masuk dan cahaya rembulan mengisi beberapa bagian di atas tempat tidur kapuk milik Meulu. Ia mengusap wajahnya asal, membiarkan anak rambutnya kusut dan lengannya basah karena air mata. Sudah lama kepedihan ini ia pendam sendiri, ia tahu betul banyak sekali mulut-mulut di luar sana menyebut dan membicarakan dirinya; Meulu si gadis malang yang telah menjadi janda bahkan sebelum sempat merasakan nikmatnya pernikahan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bentala Bunga Meulu [ON HOLD]
Ficción históricaMeulu- seorang gadis Aceh yang tumbuh dengan nilai religius dan keteguhan dalam jiwanya. Sebagai anak hulubalang ternama di Koeta Radja, ia hidup dalam kebencian yang kuat kepada para kompeni, orang-orang kafir yang berusaha merebut tanah rencong te...