III. Wine

452 64 5
                                    

AUTHOR'S POV

Harry menggelengkan kepalanya lalu menghela nafas. Sekarang ia sedang membaca berkas yang Zayn kirimkan untuknya, ia juga mengirimkan pada Niall. Isi berkas itu adalah laporan setiap bulan yang Zayn buat terkadang beserta surat kerjasama dengan perusahaan yang ingin meng-import wine ke UK. Ia sedang membaca rincian keuangan dan ia merasa keuntungan yang mereka dapatkan terlalu sedikit.

Mereka memiliki banyak sekali pemasok wine bahkan vintage wine dan ia tau banyak restoran yang membutuhkan wine disini, tidak mungkin mereka hanya untung segini. Apa mungkin kualitas winenya tidak terlalu bagus? Atau restoran-restoran itu menemukan distributor lain? Atau ini karena Zayn?

Pekerjaan Zayn memang belum pernah mengecewakannya hingga sekarang tapi tetap saja ia tidak percaya dengan Zayn. Ia harus pergi menemui Zayn besok. Seberapa besarpun kepercayaan sahabatnya, Niall pada Zayn, ia tetap harus mengawasi laki-laki itu.

Ia mengulurkan tangannya untuk meraih ponselnya sebelum menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi kerjanya. Kursi itu sangat nyaman. Kursi itu terbuat dari bahan-bahan berkualitas seperti black leather dan lengan kursi yang terbuat dari mahogany. Kursi itu juga dapat disesuaikan dengan keinginan pengguna. Harry memesan kursi itu sendiri pada sebuah perusahaan furniture terkenal di Eropa.

Harry menekan beberapa tombol untuk meng-unlock ponselnya, mencari nama Niall di kontaknya lalu meneleponnya. Pada dering ke 3, Niall mengangkat telepon itu.

"Hello?" Ia yakin dari nada Niall bicara, laki-laki ini terlalu sibuk sehingga tidak melihat siapa yang menelepon.

"It's me"

"Oh Harry, what's up?"

"Aku tidak bisa datang besok"

"Kenapa?" Harry mendengar suara kertas bergesekkan. Niall pasti sedang sibuk membaca berkas-berkas kantornya atau berkas yang Zayn kirimkan.

"Aku harus mengurus sesuatu"

"Apakah ada masalah?" Suara Niall berubah khawatir. Ia yakin sahabatnya itu sekarang berhenti membaca apapun yang sedang ia baca dan menunggu jawaban Harry.

They know each others like the back of their hands.

"It's nothing"

"Jadi kita cancel makan siang itu?"

"Tidak, tidak usah. Kau tetap datang dan bicarakan masalah itu dengan Brooklyn"

"Serius?"

"Yeah" Padahal Harry ingin bertemu gadis berambut lilac itu lagi.

"Akan kuberitahu jika ada info penting darinya"

"Ok, bye"

"Bye"

Harry menaruh kembali ponselnya itu diatas meja setelah sambungan itu putus. Ia kembali melakukan pekerjaannya karena harus selesai sebelum rapat yang akan dia hadiri pukul 4. Setelah rapat itu, ia akan makan malam dengan salah satu rekannya.

Hari ini benar-benar hari yang sibuk.

○●○●○●○●○●

"Bagaimana?" Tanya Zayn setelah melihat Harry meneguk segelas wine yang diberikan olehnya.

"Good"

"Hanya itu?"

Alis Zayn terangkat, masih menatap Harry yang berdiri didepannya. Dihisapnya rokoknya kemudian menghembuskan asap putih beraroma menyengat itu, membuat Harry kesal. Harry pernah beberapa kali merokok tapi ia tidak begitu menyukainya. Ia pernah merokok karena ia sangat stress waktu itu.

REMEDY || h.s. & n.h. [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang