- 13

37 15 16
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






"Hei, sialan!"

Bitna tau dirinya dipanggil.

Malas berbalik, gadis itu memilih memasang sumbatan telinganya. Beranjak untuk pergi tanpa ada niat melirik.

"Lee Bitna, aku bicara padamu!"

Jaesim menganggap Bitna lelucon, sementara Bitna menganggap teriakan Jaesim sebagai gonggongan.

Itu sepadan.

Dihadang kemudian disentak, Jaesim tidak lagi tertawa di depan Bitna, namun marah. Sorot matanya seakan menekan api agar tidak tersulut emosi.

"Kemarin aku hanya bercanda soal airmu, kenapa balas dendam dengan minyak?!"

Gadis itu tidak mengerti. Apa yang balas dendam, dan kenapa minyak.

Toh, daritadi dia hanya menghitung hari hari untuk mati.

"Kamu punya mulut, jadi katakan, sialan."

Maniknya melirik ke bangku yang ditunjuk Jaesim. Basah—pun dengan buku dan tasnya.

"Menurutmu aku melakukan itu? Kenapa juga aku mau repot repot mengurusmu?" balas Bitna kesal.

"Karena kamu satu satunya yang punya dendam denganku!"

"Oh ya? Kenapa aku? Ah, kamu sadar kalau selama ini bukan lelucon tapi merundung?"

Bitna tertawa remeh, menyulut sumbu pendek Jaesim yang rahangnya mengeras.

Kai duduk mengamati. Tersenyum tipis melihat cara Bitna tertawa.

Gadis itu sanggup bertahan dan melawan, tapi memilih menyerah sebagai jalan pintas.

"Jaga mulutmu, gadis sepertimu bisa bisanya menertawai aku?!"

Teriakan dan makian berada tepat di depan Bitna. Namun gadis itu bergeming. Balik menatap tajam seakan tengah membakar sumbu.

Sumbu.

Itu intinya.

"Oh? Kenapa ada korek api di sana?"

Celetukan Kai mengambil atensi kelas—pun Jaesim yang tengah marah. Terkejut melihat nyala api yang akhirnya jatuh di tengah tengah bangku berminyak.

BLAR

Maka kobaran api menjadi alasan pekikan histeris seisi kelas. Terkejut, berusaha menyelamatkan diri, sementara Kai hanya duduk dan tertawa, menganggap ini lucu.

Manik dan rungunya menaruh atensi pada si pemuda Amerika. Sang gadis mendatangi dengan gusar dan bertanya, "Kamu gila?!"

"Tidakkah kamu menganggap ini lucu? Hahahahaha, ini lucu, Nona."

"Kamu berniat mati?! Menjauh, sialan!"

"Sama sepertimu. Apa kamu berniat mati, Bitna? Setelah melihat hal konyol ini?"

Diam sang gadis dibuyarkan oleh bunyi pemadam api. Menyisakan kepulan asap hasil hilangnya sang merah.

"Ini apa?" Jaesim mengernyit heran di tengah kepanikannya. Membaca sepenggal pesan dari kartu putih yang tidak terbakar.

"Kali ini, aku mengulurkan tangan."

-Lupin

Bitna tidak bodoh. Menoleh ke arah pemuda di sebelahnya dengan takut. Sorot matanya bahkan terlampau tenang seakan tidak pernah ada tawa di balik api tadi.

Maka gadis itu bertanya, "Tuan Lupin, apa itu kamu?"


[continued]

"two weeks," Lupin said. [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang