00.1 ; Taeyong

772 74 40
                                    

Jung Yoonoh

Satu kata untuk menggambarkan suamiku; sempurna.

Iya, dia sempurna. Sosok yang begitu penyayang dan sabar menghadapi sikapku yang terlalu bergantung kepadanya.

Semestaku, hidupku, Yoonohku.

Aku tak tau akan jadi apa aku saat ini, kalau saja 3 tahun lalu tidak bertemu dengannya, sosok tampan penggentar jiwa. Kami hanya dua orang asing yang terjebak dalam satu meja di sebuah bar malam itu, tepat 1 januari 2017.

Aku menangis dihadapannya tanpa tau malu meski aku tak mengenalnya saat itu, menangisi dunia yang begitu tidak adil pada penghuninya, dan dia dengan sabar mendengarkan meski tak mengenal orang aneh yang menangis di depannya ini. Oke, terdengar klasik. Namun, begitulah seorang Lee Taeyong dengan segala keputusasaannya menghadapi dunianya yang sekelam malam, bertopang pada kaki sendiri. Aku terkekeh miris sekarang, saat mengingat diriku 3 tahun lalu. Satu sisi berbangga hati karena rupanya lelaki menyedihkan ini dapat bertahan sampai sekarang.

Terimakasih untuk Jung Yoonoh yang selalu disisiku. Membisikkan kalimat penenang, yang sebenarnya tak lagi mempan untuk aku yang terlanjur dihancurkan. Namun, tulus hatinya mampu membuatku luluh.

Hingga pertemuan kami untuk yang kedua kalinya di bulan April, aku resmi menjatuhkan hatiku sedalam-dalamnya padanya. Aku tau ini terlalu cepat. Namun, begitulah hatiku yang lemah memang mudah jatuh cinta, hingga mudah pula untuk disakiti. Tetapi untuk mengatakannya secara langsung aku tak memiliki cukup keberanian. Aku hanya mampu memendam, dan menerka bagaimana perasaanmu padaku saat itu.

Sejak saat itu kita menjadi sering bertemu, entah sebuah ketidaksengajaan semata atau Tuhan yang memang masih berbaik hati padaku, ada saja alasan kita bertemu.

3 Juli 2017, aku ingat malam itu kau mengajakku Namsan Tower. Katamu, hitung-hitung sebagai hadiah ulang tahunku yang terlambat kamu berikan, hahaha..aku juga ingat bagaimana muka memelas dan menyesalmu karena tidak bisa merayakan ulang tahunku dua hari sebelumnya, karena kamu bilang ayah memaksamu ikut ke Amsterdam memenuhi panggilan nenek.

Malam itu aku dibuat bahagia bukan main olehmu, kamu menyatakan perasaanmu dan memintaku menjadi kekasihmu, tentu aku tak menolak. Jung Yoonoh..kamu tau rasanya?

Aku dengan kesendirianku dan dunia gelapku, tiba-tiba kamu datang membawa lentera, menarikku ke dalam dekapan hangatmu, memberikan setitik cahaya yang mampu membuatku merasa benar-benar kembali hidup.

Iya, hidupku kembali.

Semestaku, hidupku, Yoonohku.

Terimakasih, aku mencintaimu selamanya.

°°°

Seoul, 12 Februari 2022

Ngingggg..

Suara kettle air berdenging, seketika membuyarkan lamunanku. Bahkan aku lupa kalau aku sedang merebus air, saking tenggelamnya aku dalam lamunanku. Kutuang air panas itu pada dua cangkir teh di hadapanku.

Kurasakan sepasang lengan kekar yang tiba-tiba melingkar pada perutku. Aku tersenyum, tak perlu lagi menerka siapa pemilik sepasang lengan kekar itu. Yah, lagi pula memangnya siapa yang berani memelukku selain pemilikku, suamiku.  Aku menoleh kebelakang, ia tersenyum manis dan menyambutku dengan kecupan ringan pada sudut bibirku, kemudian aku juga mengecup sudut bibirnya sebagai ucapan selamat pagi.

Redamancy [JAEYONG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang