00.9 ; Yoonoh

398 44 11
                                    

Maapin kalo ada typo yaa..

....

-Flashback-

Mereka bilang hidupku sempurna

Mereka bilang hidupku sangat bahagia karena memiliki orang tua yang begitu menyayangiku, dan rela memberikan apapun untukku.

Mereka bilang tak ada cacat dalam hidupku, sebab apapun yang aku inginkan semuanya akan terwujud.

Sampai saat usia ku menginjak 10, dan aku baru menyadari satu hal.

Dengan jelas di depan mata kepalaku sendiri aku melihat adikku dipukul oleh ayah, tangannya mendarat dengan ringan pada pipi Jaehyun yang saat itu sudah memerah akibat tamparan ayah tetapi Jaehyun hanya terisak dalam diam, ibu yang mengomel bak orang kesetanan.

Bukan pemandangan yang baru untukku.

Selalu seperti ini disaat adikku mendapat nilai rendah dalam ulangan di sekolah kami.

“SIALAN DASAR MEMALUKAN!! AKU TAK MEMILIKI ANAK BODOH DAN SUSAH DIATUR SEPERTIMU!! LIHAT KERTAS ULANGANMU, BERAPA KALI KUKATAKAN UNTUK BELAJAR AGAR TIDAK MEMALUKAN SEPERTI INI SIALAN!!!” teriak ayah murka, saat itu.

Aku hanya diam memperhatikan dari balik pilar yang menjadi pembatas antara ruang keluarga dengan dapur. Mataku sontak memejam ketika teriakan itu terdengar mengerikan di telingaku. Aku tidak bisa membayangkan saat itu bagaimana ketakutannya Jaehyun saat diteriaki dan dimaki seperti itu oleh ayah tepat di depan wajahnya.

Aku tidak ingin diteriaki seperti itu

Aku tidak ingin ayah memukulku seperti ayah memukul Jaehyun

Sejak dulu Jaehyun memang sedikit sulit diatur, ia lebih senang bermain ketimbang harus belajar berjam-jam di depan buku yang membosankan. Namun, jika dipikir ulang bukankah itu wajar untuk anak seusia kami saat itu?

Tapi untuk apa bersenang-senang jika pada akhirnya harus kena pukul ayah dan omelan dari ayah dan ibu?

Aku tidak ingin seperti itu, aku tidak ingin menjadi seperti Jaehyun.

Aku hanya ingin disayangi oleh ayah dan ibu, dibanggakan oleh mereka.

Tidak ingin mendapat omelan dari ibu di depan teman-temanku seperti Jaehyun yang pernah mendapatkan hal itu di suatu hari.

Maka sejak saat itu yang aku pikirkan hanya bagaimana cara untuk mendapatkan kasih sayang ayah dan ibu. Dengan selalu menuruti ucapannya, tunduk akan setiap perintahnya, bahkan mengorbankan mimpiku sendiri, aku rela menjadi seperti apa yang ayah dan ibu inginkan, kehilangan masa kecilku yang menyenangkan hanya untuk belajar, belajar, dan belajar.

Bahkan di saat Jaehyun dan teman-temannya asyik bermain dan berlari kesana kemari di luar sana, aku hanya mampu menatap mereka dari jendela kamarku, sebab saat itu aku harus belajar untuk olimpiade matematika.

Terselip iri di dalam hatiku, mengapa aku tak bisa sebebas Jaehyun?

Namun, toh apa arti kesenangan Jaehyun jika setelah itu ayah sengaja mengunci pintu utama rumah agar Jaehyun tidak bisa masuk setelah bermain.

Adikku menangis sambil menggedor-gedor pintu, aku melihatnya iba dari balik gorden. Namun, ayah tidak menghiraukan dan hanya fokus pada laptopnya, pun ibu yang hanya diam tanpa sedikitpun niat untuk menolong adikku.

Aku ingin membantu, tetapi aku takut dengan ayah saat itu. Hari itu, Jaehyun dibiarkan di luar rumah sampai tengah malam. Tidak ada yang berani membukakan pintu termasuk Bibi Nam, sebab kuasa ayah. Oh, saat itu usia kami menginjak 11 tahun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 05, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Redamancy [JAEYONG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang