Prilly's pov
Sejak kejadian kemarin si Ali kenalan sama si Michelle, ada perasaan aneh yg mengganjal dihati gue. Gue merasa tak rela melihat Ali bertatapan dengan Michelle, dan gue merasa gak rela perhatian Ali sekarang lebih besar ia berikan kepada Michelle daripada ke gue. Yuft, semenjak Ali kenal Michelle, Ali menjadi berubah. Sekarang waktu nya banyak dia habiskan bersama Michelle, seolah olah dia lupa gue. Bahkan saat disekolah pun.
"Woyy Prill, ngapain lo bengong gitu. Mikirin gue ya lo, hahaha.". Ucap seseorang mengagetkanku yang ternyata itu adalah Ali. "Enak ajah lo, siapa juga yang mikirin lo.". Ucap gue ketus. "Ehh jutek amat sih sahabat gue ini.". Ucapnya sambil mengunyel ngunyel pipiku. "Ahh udah ahh lepasin. Tumben tumbenan lo nyamperin gue kesini, sekarang kan waktu lo cuma buat Michelle doang.". Ucap gue sedikit kesal. "Yaelah gitu amat. Sorry deh kalau dari kemarin gue kacangin lo gara gara Michelle.". Ucap Ali minta maaf, tapi dari nada bicara dan ekspresinya kayaknya dia serius deh. "Yaudah gue maafin ajah, lagian gue juga masih butuh lo buat nebeng. Hahah". Ucapku sambil tertawa.
"Iyadeh gapapa, yang penting lo maafin gue.". Ucap Ali tersenyum. Ya ampun gue baru sadar ternyata senyum Ali sangan indah. "Prill...kok bengong lagi sih, ehh nih anak.". Ucapnya sambil menjitak kepala gue. "Awwh...sakit tau. Aliiiii...lo itu ya main jitak jitak ajah. Huhh.". Ucap gue sambil mengelus elus kepala gue yang dijitak Ali barusan. "Hehe.". Dia nyengir kuda tuh hahah cakep.
"Emh Prill, gue mau curhat boleh gak?". Tanya nya, hahaha curhat kayak cewek ajah nih anak. Setelah dari orok gue sahabatan sama Ali, gue baru denger Ali mau curhat. Tapi gue iya kan ajah lah, lagian gue juga penasaran nih anak mau curhat apaan. "Ya boleh lah, curhat doang mah. Udah cepetan mau curhat apaan lo.". Perintah gue ke Ali agar cepat menceritakan uneg unegnya. Hahah uneg uneg.
"Sebenarnya gue udah mulai ada perasaan Prill sama Michelle. Kan gue udah 3 hari ini deket dan lebih mengenal dia, dan gue pikir kayaknya gue jatuh cinta deh sama dia.". Deggg , ada perasaan aneh yang menggerayami hatiku. Gue merasa sakit mendengar Ali mengucapkan dia cinta ke si Michelle, apalagi dia mengucapkannya sambil tersenyum, bahkan sampai saat ini dia tidak berhenti mengukir senyum indah dari bibirnya itu yang gue yakin adalah senyum kebahagiaan. Tapi gue harus berbohong, gue harus terlihat bahagia lihat dia bahagia juga.
"Ohh, jadi sahabat terganteng gue yang satu ini lagi jatuh cinta nihh, yaelah li li kirain mau curcol apaan lo.". Ucap gue sedikit tertawa, padahal dalam hati gue merasa gak rela Ali jatuh cinta kepada Michelle. "Hahaha iya kayaknya Prill, gue udah benar benar jatuh cinta sama Michelle. Trus gue harus gimana dong Prill?". Ucap Ali terlihat bingung.
"Kalo menurut gue ya, lo deketin ajah terus si Michelle. Jangan langsung diungkapin, ntar lo dikira playboy lagi baru kenal berapa hari udah nyatain cinta. Pelan pelan tapi pasti ajah li.". Ucap gue so bijak, jahaha. "Haha so bijak lo, tapi omongan lo ada benarnya sih, gue akan terus deketin Michelle sampai dia benar benar yakin sama gue!". Ucapnya sambil tersenyum semangat.
Didalam hati gue merasa sakit melihat semua ini, ada apa dengan gue, gue gak mungkin cinta juga sama Ali. Ohh atau mungkin ini perasaan gak rela antar sahabat karena Ali yang dulunya ngabisin waktu bareng bareng gue sekarang ngabisin waktu bareng gebetan nya. Mungkin gue belum terbiasa ajah kali ya. Iya keles, ahh pusing gue mikirinnya. Lebih baik gue ajak si Ali main basker ajah ah seperti biasanya.
"Iyadehh terserah lo, ehh li main basket yuk. Udah lama nih gak main.". Ucap gue kepada Ali. "Aduhh Prill sorry gue gak bisa, ada janji sama Michelle sore ini. Sorry banget ya?". Ucap Ali sepertinya dia merasa bersalah karena gak bisa main basket bareng gue. Huh Ali lo berubah li. Tapi gue juga gak boleh egois, bagaimanapun Ali mencintai Michelle dan dia berhak untuk bertemu Michelle, gue rela kehilangan quality time of our friendship yang penting Ali bahagia.
"Yaudahh lah gapapa, Michelle lebih penting li. Karena dia orang yang lo cintai. Gue selalu dukung lo dengan siapapun asalkan lo bahagia li.". Ucap gue so puitis yang membuat gue semakin sakit. "Hahah makasih ya Prill, lo emang sahabat gue yang the best. Dan gue merasa aneh Prill, hari ini lo bener bener bijak, ckckck.". Ucapnya sambil menahan tawa. Emang iya sih hari ini gue so bijak gitu, haha.
"Hahah gapapa dong, bisa jadi ntar gue jadi gantinya si motivator terkenal itu, alias Mario Teguh jhaha.". Ucap gue tertawa ngakak, emang bisa ya gue sebijak dia. Ckckck. "Bisa ajah lo.". Ucap Ali singkat. Tiba tiba ada bunyi klakson mobil, dan ternyata itu Michelle. Mungkin mau jemput Ali kali.
"Alii...ayo kita berangkat.". Teriak Michelle dari jalan sambil tersenyum. "Iya tunggu sebentar, pamit dulu sama Prilly.". Teriak Ali membalas senyuman Michelle pula. "Emh Prill gue jalan sama Michelle dulu ya.". Yaelah si Ali pake pamit segala, itukan hidup dia kenapa mesti minta ijin gue. "Ya udah sana jangan bikin Michelle nunggu.". Ucapku sambil mendorong dorong Ali. "Iya iya ih gausah dorong dorong juga kali, bye wlee.". Ucapnya sambil menjulurkan lidahnya. "Bye juga, hati hati di jalan nya.". Ucap gue so perhatian haha. "Iya bawell.". Ucap Ali sambil melangkah pergi dan sekarang dia sudah naik mobil Michelle.
"Prill pinjem sahabat lo dulu ya, hehe.". Teriak Michelle dari jalan. Hahah minjem, emang si Ali pensil pake dipinjem segala. "Iya sana pergi lo berdua, keburu sore.". Ucap gue. Akhirnya Michelle mulai menjalankan mobilnya, gue melihat terus mobil itu sambil menghilang dibelokan jalan.
Tak terasa setelah Ali pergi gue menitikkan air mata gue, gue gak nyangka ternyata hal yang gue takutkan selama ini terjadi juga. Gue memang takut bila salah satu dari kita maksud gue, gue dan Ali ada yang jatuh cinta pasti dia bakal lebih mementingkan orang yang dicintai daripada sahabatnya.
Gue jadi teringat masa masa kecil gue sama Ali disini, dirumah pohon ini kita main bersama, dan gue diajarkan main basket sama dia, sampai boneka panda kesayangan gue yang diambil sama dia. Dan satu lagi yang gue dan Ali selalu ingat dan selalu tertawa saat membahasnya kembali, yaitu saat umur kita 6 tahun dan gue cium pipi Ali. Hahaha itu kekonyolan masa kecil yang gak akan gue lupakan pokoknya.
Hemp, gue harus tetep tersenyum walaupun gue tak rela melihat Ali lebih banyak menghabiskan waktunya dengan Michelle daripada dengan gue, tapi asalkan dia selalu bahagia. Walaupun semuanya gak akan seindah dulu.
.
.
.
.
.
Bersambung. . .
KAMU SEDANG MEMBACA
Hatiku Untukmu
RomanceHanya cerita tentang seorang gadis dan sahabat lelakinya.