Memasuki tahun 2022 dan orang-orang menyambutnya dengan bahagia, tersirat suka cita dari wajah-wajah semringah mereka, mungkin itu sebagian saja, dan sebagian lain tidak acuh, atau justru tengah berduka. Ada juga mereka yang tidak memperhatikan sekarang tanggal berapa, atau yang tiba-tiba teringat bulan terakhir hampir tiba.
Membicarakan mengingat dan melupakan, selalu berkaitan erat dengan derita dan kebahagiaan. Meskipun ingatan selalu menyusuri jalan bercabang dian-tara mengingat dan melupakan, menyimpan dan menghapus. Terkadang ingatan punya singgasana istimewa dalam balisika di sisi empunya, tetapi jika sengsara tiba dia akan terpasung dalam balairung. Mengerti bukan?
***
Darma, dia terlihat-lihat bersiap-siap, sibuk mencari-cari kunci mobil yang biasanya tergeletak di atas kulkas. Pagi ini dia akan menemani kakeknya mengunjungi sebuah pemakaman kota, yang mungkin jaraknya terhitung tidak jauh jika ditempuh dengan kendaraan bermotor. Di sana telah terbaring dengan damai jasad dari istri pertama kakeknya. Sang kakek sudah tidak sabar untuk segera bertemu dan melihat sebuah nama yang tertulis di atas sebuah papan kayu dekat pusara kekasihnya, persis seperti anak kecil yang akan melihat beberapa gajah dengan matanya di kebun bintang, dan menyentuh belalai mereka yang membentang.
Sementara itu kakeknya duduk manis di beranda rumah, di atas kursi kayu yang berdampingan beberapa pot tanaman hias, dan terlihat ada lidah mertua dan kuping gajah di sana. Dia terlihat gugup, terlebih separuh dari kepalanya hampir terbenam ke dalam mantel bulu tebalnya. Kini dia tampak seperti boxwood coklat, yang bersanding diantara beberapa tanaman hias. Sesekali dia membaui aroma buku tua yang dibawanya hari ini, dia terlihat mirip seperti apa yang dilakukan kucing rumahan kepada ikan.
Jika buku-buku itu bernyawa, mungkin mereka merasa beruntung ketika terpilih untuk menemani pemiliknya, walaupun hanya untuk beberapa saat. Jika mereka mereka benar-benar bernyawa, keindahan mereka sama seperti manusia, dapat dinilai dari sampul dan isinya. Terkadang sampul memang menggoda, dan seringkali isinya tidak sesuai selera.
Sementara itu Mina, dengan jaket kuning favoritnya, sejak tadi duduk bersebelahan dengan Kakek, menatap gerak-gerik kakeknya penuh tanya. Berapa kali pun Mina melihat Kakek membaui aroma kertas buku, dia selalu terheran dan matanya berkata: Aku tidak akan melakukan hal itu meski terlihat normal. Bagi Mina, itu mirip seperti anak kecil yang kecanduan bau bensin yang beberapa kali diberitakan televisi lokal.
"Buku apa yang Kakek bawa hari ini?"
"Ini bukan buku cerita, Na. Kakek yakin kamu tidak suka membacanya."
Mina segera mendekat untuk mengintip judul buku di tangan kakeknya, "Pe-Psikologi Islam di Lobang Buaya," ejanya. Kemudian dia melirik kakeknya yang tersenyum masam, seolah berkata: Sudah kubilang kan.
"Kenapa Lobang Buaya, Kek?"
"Baikah Kakek menyerah," katanya sambil menatap mata cucunya, terlihat api mungil memercik dari keduanya. "Huh. Menurut penulisnya, dia terinspirasi dari hadist Rasulullah yang meramalkan bahwa akan datang suatu masa umat Islam mencontoh kehidupan orang-orang non-Islam, bahkan ke lubang buaya sekalipun, orang-orang Islam akan mengikutinya tanpa berpikir," begitu jelasnya.
"Itu hanya sebuah permisalan, kan?"
"Ya, tentu saja." Dia berharap cucunya berhenti bertanya terlalu jauh.
Mereka berdua terdiam untuk beberapa saat setelah percakapan itu, meski terdengar dari dalam rumah suara ibu yang mengomeli Darma, "Makanya, jangan sembarangan menaruh barang-barang kecil." Kemudian terdengar kembali suara gaduh, seperti ada benda yang jatuh.
Sesaat kemudian, Darma dan ibunya muncul dari balik pintu depan rumah. "Pamit ya, Bu," kata Darma dengan tangan kanan yang menadah.
Tidak ada yang ucapkan Fatmawati, ibunya Darma, dia hanya menyambut tangan anaknya. "Assalamualaikum, Bu," ucap Darma sembari menunduk. Fatmawati membalas salamnya, sambil meluncurkan punggung tangannya tepat ke dahi anaknya dengan tenaga berlebih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kakek
RomanceDia mengidap demensia dan melupakan semua hal terkait kedua istrinya, yang sama-sama bernama Salsabila. Bersama cucunya, Darma, dia pergi ke luar rumah mencari ingatan masa lalunya, dengan berbekal puisi-puisi peninggalan istrinya, juga ditemani pe...