enam

529 104 11
                                    

aku duduk bersila di tengah tengah ruang tamu ini. memandangi dan mengamati sesuatu yang baru saja datang kerumah ini. aku dibuat terpesona olehnya. dia itu sangat cantik sekali

"ngapain sih lo?"

"Sin, bisa ga si lo ga ngagetin gue terus? lama-lama gue bisa jantungan karena lo yang suka ngagetin gue" kataku padanya saat ia tiba-tiba muncul dari arah belakang ku yang otomatis membuatku kaget. aku memegang dadaku memastikan apakah masih berdetak atau ternyata sudah tidak lagi. tapi yang kurasakan untungnya membuatku lega, jantungku terasa masih dag dig dug serrr didalam sana

aku heran, Sinta ini suka sekali datang tiba-tiba. entah dari mana asalnya, tiba-tiba ia selalu nongol begitu saja. benar kan kataku bahwa dia itu adalah Syaitan! hilang dan muncul secara mendadak, tanpa diundang

aku menghela nafas "ini, barang yang gue pesen udah nyampe Sin. kok lo ga ngambil dulu sih didepan? kenapa malah nungguin gue juga buat turun dan ngambil ni paketan?" tanyaku padanya yang sekarang ikut duduk bersila disamping ku

Sinta mendekat untuk mengintip kedalam box besar ini. yaaa, mesin coffe ku. aku memesannya dari luar negeri dan akhirnya aku mendapatkan salah satunya. kalian tau? mesin ini susah sekali untuk didapat, bahkan kemarin aku sampai stay hampir 24 jam didepan komputer ku hanya untuk mengecek kapan stok barang ini tersedia lagi. bagaimana aku tidak terkejut coba saat barang mahal nan istimewa ini telah sampai di Indonesia, bahkan dirumahku?

ah senangnya!

aku tersenyum lebar kemudian mulai memegang dan membersihkan mesin ini menggunakan tangan. yakan pasti ada aja debu yang menempel dimesin ini walaupun masih baru, dan aku tidak suka itu. enak saja, barang ini sudah kutunggu sekian lamanya dan malah dinodai oleh debu yang sangat berdosah. oke, aku memang lebay

"gue males. dan gue itu juga lagi masak didapur buat kita. gue gamau ya lo gamakan atau bahkan cuman makan mie doang setiap harinya" ucapnya melototkan matanya kearahku

"oh, makasih deh kalo gitu"

Sinta mengangguk dan ikut membantuku membersihkan mesin coffe ini sebelum nanti dibawa ke caffe dan digunakan

"emang, lo masak apadah? jangan bilang kalo lo masak jengkol ama pete?" tanyaku menyelidik

kulihat Sinta nyengir lebar dan mengangguk pelan "iya emang. gue masak itu semua karena makanan itu enak tau. enak banget malah. sekali kali lo harus coba Ra" katanya lagi yang sekarang sudah berdiri darisana untuk memindahkan mesin ini ketempat yang aman

mendengarnya, aku menghela nafas gusar. Sinta pernah memaksaku untuk mencoba salah satu diantara yang dua itu. tentu saja aku langsung menolaknya, tetapi yang namanya Sinta ya, ada aja sesuatu yang dilakukannya agar aku memakan makanan itu. ia mengancam ku untuk minggat dari rumah ini pada saat itu dan tak akan pernah mau balik lagi. aku yang panik tentu saja mengiyakan suruhannya, dan setelahnya aku langsung disuguhi dengan satu biji jengkol yang sangat gede menurutku. Sinta langsung memaksanya masuk ke mulutku. kalian tau apa yang terjadi setelahnya? aku muntah. yaa, aku muntah bahkan sepertinya aku sudah memuntahkan seluruh makananku pada hari itu

dan sekarang, padahal Sinta tau bahwa aku tidak menyukai kedua jenis makanan itu, tetapi kenapa ia masih saja memasakkan itu untukku dan dia? menyebalkan! akan kuusir kau setelah kau makan

aku juga ikut berdiri dan melakukan hal yang sama untuk kemudian berpindah ke meja makan kecil dirumah ku ini karena Sinta memaksaku untuk makan bersamanya

"awas aja kalo lo ga makan. gue udah cape cape masak buat lo tau ga"

aku berdiri disamping kursi ini dan tanpa berniat menjawab, aku menggeser kursi dan duduk disana. badanku lemah lesu saat aku baru saja menapaki pantatku di atas kursi ini. aku sangat tidak menyukai jengkol dan pete. tolong, garis bawahi kalimat barusan agar Sinta bisa membacanya! atau jangan-jangan Sinta tidak bisa membaca? hiks itu tidak mungkin sekali karena ia satu sekolahan denganku, bahkan aku dan dia berada dikelas yang sama

"lagian ya Ra gue masakin yang lainnya juga kok buat lo. gue udah masakin ayam sambel kesukaan lo, sama sayur kangkung. lo suka kan? gimana? baikkan gue?"

mendengarnya seketika mataku berbinar. aku yang sedaritadi menunduk lesu segera mengangkat kepalaku kearah depan. dan ya, ada ayam yang dilumuri dengan sambel ijo disana. mataku semakin berbinar-binar melihatnya seakan-akan ayam itu sedang melambai-lambai kepadaku untuk segera kumakan

"nih, gue udah ambilin nasi nya. lo bisa kan ambil ayamnya sendiri?" tanya Sinta padaku

tentu saja aku bisa. emang dia pikir aku anak kecil? enak saja. aku mengangguk semangat, bahkan aku sendiri juga ngeri kalo kalo kepalaku terlepas karena kuatnya anggukan atas bawahku ini

aku segera menggeser kursi dan berdiri untuk mengambil ayam dan sambal yang menggodaku ini. dan setelahnya aku buru-buru duduk. kucuci tanganku di mangkok kecil yang tersedia dimeja ini yang kutahu itu adalah tempat untuk mencuci tangan sebelum makan. dan kemudian tanganku siapsiap untuk menyendokkan nasi itu menggunakan tangan untuk kemudian masuk ke mulutku

"eits! lo lupa? baca doa dulu Zahra. kebiasaan baget lo kalo udah liat ayam sambel lupa segalanya" ucap Sinta yang baru saja menggagalkan suapan pertamaku. tanganku ditahan menggunakan sebelah tangannya agar nasi yang tadinya sudah akan masuk ke mulutku menjadi kembali lagi ke piring. sebenarnya aku kesal, tapi Sinta benar. aku harus berdoa terlebih dahulu sebelum makan. buru-buru aku mengangkat kedua tanganku dan menengadah. berkomat kamit pelan membacakan doa makan secara cepat dan kemudian mulai menyuapkan makanan itu kemulut ku

"makasi ya Sin, lo udah masakin makanan kesukaan gue" kataku padanya saat aku baru saja selesai mengunyah makananku pada suapan ketiga

Sinta mengangguk pelan saat ia masih mengunyah makanan dimulutnya itu

"sama-sama Ra. selagi gue dirumah ini, lo makannya pasti gue masakin. gue udah bilang kalo gue gamau lo makan mie terus-terusan kalo gue lagi ga dirumah ini" katanya kemudian sesaat ia telah selesai dengan kunyahan nya sebelumnya

yaaa, aku dan Sinta sebenarnya satu rumah. kita berdua tinggal dirumah ku ini, dirumah yang sama. tapi Sinta lebih sering pulang kerumah orang tuanya karena ia masih mempunyai orang tua. berbeda denganku yang memang hanya hidup sendirian disini. tapi tenang saja, meski begitu, aku senang kok. Sinta selalu berada dirumah ini bersamaku. dia hanya pulang sekali-sekali kerumah orang tuanya. cuman untuk minggu ini kulihat ia memang tengah sibuk dengan acara keluarganya, makanya ia selalu pulang dan izin tidak masuk bekerja padaku. hah, Sinta ini sekarang sudah layaknya seperti kakakku sendiri walaupun aku dan dia seumuran. pengganti Mira mungkin?

ah ya, dan untungnya aku juga selamat. kupikir aku akan dipaksa untuk memakan makanan kesukaan Sinta itu lagi. ah Sinta, selain menyebalkan ternyata kau juga bisa sangat perhatian padaku

Voted?
Comment?

sunshine (chikara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang