Bagian 4

97 18 0
                                    

Jangan cemburu, karena seluruhku hanya untukmu.

Agaknya air mataku, membuat semesta bersimpati.
Langit menggelap, hujan akan turun. Aku buru-buru menuju ke saung, tak jauh dari sini. Baru aku sadari, mereka mengganti atap saung ini. Dulu masih memakai jerami, kini sudah berganti dengan genteng. Tikarnya pun sudah tak lagi berwarna hijau, tapi abu-abu dengan garis merah.
Setahun berlalu dengan cepat.

Ponselku kembali berdering, entah sudah ke berapa kali. Aku masih enggan mengangkatnya. Bisa ku tebak siapa yang sedari tadi menghubungiku.
Kim Taehyung, sepupuku.
Kami begitu dekat, ia tau semuanya tentangku, juga tentang cintaku di masa lalu. Karena kedekatan kami, dulu ia bahkan pernah merasakan bogem mentah Jungkook.

***

Malam ini, orangtuaku pergi ke acara pernikahan rekan kerja ayah. Sebenarnya ibuku bersikeras untuk tetap tinggal di rumah, karena aku sakit. Yah, sedikit pusing dan mual, sepertinya masuk angin. Namun, aku meyakinkan ibuku untuk tetap pergi.

"Taehyung akan datang untuk menjagamu, tunggu sebentar ya sayang," kata ayah setelah mengakhiri panggilan telepon. Kenapa bukan Jungkook? Itu karena kekasihku sedang sibuk, aku tak ingin mengganggunya. Dia memang aktif dibeberapa organisasi kampus, tidak sepertiku, mahasiswa kupu-kupu. Sebenarnya aku khawatir, Jungkook begitu menikmati kesibukannya sampai-sampai ia lupa untuk menjaga kesehatannya.

Orangtuaku berangkat bersamaan dengan kedatangan Taehyung. Laki-laki berkulit Tan itu datang membawa buah durian, entah apa motivasinya, mungkin ingin membunuhku?

Ah dia gila. Orang bodoh mana yang menjenguk orang sakit membawa durian? Jelas bukan salahku jika hubungan persaudaraan kami rumit. Kami sangat dekat, saling menyayangi, tapi tak henti-henti mengumpati.

Kepalaku semakin pusing, dunia seperti berputar-putar.
Kim Taehyung sialan! Aku mengumpat dalam hati.
Dengan sekuat tenaga aku berlari ke kamar mandi, mengeluarkan semua yang ada di dalam perut. Taehyung berdiri di belakang, memijat pelan tengkukku. Rasanya begitu lemas, untuk berjalan saja aku tak berdaya.

Sepertinya Taehyung merasa bersalah, ia menawarkan diri untuk membopongku ke kamar, dan dengan senang hati aku menerimanya. Dia memang harus bertanggung jawab, bukan?
Sayangnya, kebaikan seorang Kim Taehyung terjadi di waktu yang tidak tepat.

Jungkook datang, tanpa basa-basi ia langsung menghampiri Taehyung dan meninju pipi kanannya, membuat badannya limbung. Kalian harus tau, Jungkook itu sangat kuat, ia juga pandai bermain boxing. Tak bisa ku bayangkan sakit jadi Taehyung rasakan, sudah dipukul lalu tertimpa tubuhku pula. Aku jadi sedikit kasihan, hanya sedikit.

Jungkook menatap tajam pada Taehyung, bersiap untuk melayangkan tinju berikutnya. Belum menyadari aku yang terduduk lesu di lantai. Aku menggumam lirih namanya, aku tak yakin dia akan mendengar, tapi mengejutkan! Jungkook langsung menatapku sedetik setelahnya. Tatapannya berubah, ah dia terlihat panik. Aku tersenyum tipis sekali, ia terlihangat lucu di saat seperti ini.

"Sayang ... Jimin badanmu panas sekali." Tanpa basa basi Jungkook membopongku ke kamar. Mengompresku dengan kompresan yang ada di atas nakas. (Ibuku menyiapkannya sebelum pergi)
Setelah setengah jam, aku merasa sedikit lebih baik. Kedatangan Jungkook adalah obat paling manjur.

Pelan-pelan, aku menjelaskan semuanya. Jungkook mengerti, ia tak henti-hentinya meminta maaf.
"Sayang, maaf ... Maaf karena berpikiran buruk, padahal kau sedang sakit. Aku memang bodoh, maaf sayangku. Aku hanya tak siap kehilanganmu, tak akan pernah." Isakan lirih terdengar, pria-ku menangis. Ini pertama kalinya aku melihat Jungkook menangis. Ia menenggelamkan wajahnya di perutku. Aku terus menenangkannya, mengusap surainya pelan. Aku benar-benar tak masalah, semua ini wajar. Akupun mungkin akan melakukan hal sama jika ada di posisisnya. Kami saling mencintai dan rasa takut kehilangan pasti ada.

Tapi sepertinya ada yang tidak terima. Taehyung tak berhenti menggerutu di ruang tamu.

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang