Lima

2.4K 109 8
                                    


Tentu saja aku sudah me-Whatsapp-nya, tetapi tak mendapat balasan. Kucoba telepon juga tak diangkat. Malah, aku menelepon Papa untuk memastikan apakah Panpan menginap di rumah atau pulang ke kosan.

"Edvan enggak jemput Papa kemarin. Macet di Soediyatmo katanya. Jadi Papa pulang naik taksi," kata Papa di telepon.

"Apa?! Jadi Panpan enggak jemput Papa?"

"Enggak. Katanya dia langsung ke kosan pas tahu Papa udah naik taksi."

Ke mana adik ganteng kesayanganku itu? Kok, aku jadi cemas?

Aku tak henti-henti meneleponnya sejak Papa memberi tahu soal itu. Sambunganku terhubung, kok. Namun Panpan tidak mengangkatnya. Whatsapp juga terkirim. Namun ceklisnya tak pernah berubah biru hingga detik ini.

Aku semakin cemas.

Saking cemasnya, kuputuskan untuk membereskan kamar Panpan, agar dia merasa nyaman saat dia pulang nanti. Malah, aku akan meng-GoFood-kan makanan enak dengan sisa Gopay-ku, agar mood Panpan membaik.

(Lalu setelahnya aku akan memberondong Panpan dengan curhatanku soal diperas oleh tiga lelaki kejam, dan meminta pendapatnya tentang langkah yang perlu kulakukan. Apakah lapor polisi? Apakah nge-tweet kisahku agar viral? Apakah pergi ke dukun? Et cetera. Dan oh, juga tentang Mamoru yang anehnya tidak muncul saat kejadian.)

Aku mulai beres-beres dari semua sampah yang dikumpulkan Panpan selama main game. Semua baju dan celana kotor Panpan di lantai, kukumpulkan ke dalam keranjang cucian. Aku tergoda untuk menghidu aroma sempak Panpan, tapi kutahan diriku sendiri.

Jangan, Romi. Itu adikmu sendiri. Meski enggak sekandung, tetap saja itu adikmu. Tak peduli hasratmu untuk bercinta atau mencintainya sangat besar selama bertahun-tahun, yang bisa kamu lakukan kepadanya adalah menyayangi seperti seorang kakak. (Dan juga dia straight, jadi please, jangan bloon.)

Namun aku tetap menghidu sempak Panpan. Wanginya laki banget. Kontolku sampai ngaceng. Untuk sepersekian detik aku lupa bahwa aku mendapat musibah besar kemarin sore. Di mana ini sebenarnya membantuku agar bisa healing lebih cepat. Aku merasa lebih baik.

Hmmm ....

Oke, aku cium lagi, deh. Ternyata aroma selangkangan Panpan terasa relaxing. Seperti ASMR.

Setelah membereskan pakaian kotor, aku mulai mencuci semua mangkuk dan piringnya yang entah kapan terakhir kali dicuci. Bahkan, aku membersihkan kamar mandinya. Merapikan semua botol, termasuk menggosok noda kuning di dinding. Aku menyapu dan mengepel kamarnya satu jam kemudian, ditambah merapikan tempat tidurnya yang kini beraroma stroberi karena kutiduri semalaman.

Lalu ... oh, lemarinya!

Aku belum sempat membereskan lemari Panpan. Lemari itu besar dan penuh oleh baju. Penuh karena semua bajunya menumpuk tanpa terlipat. Aku pernah mencoba melipatnya dengan rapi sekitar ... tiga tahun lalu. Namun dalam empat hari lemarinya hancur lagi. Jadi aku berhenti membantunya membereskan isi lemari. Sesuka hati dia sajalah urusan baju-baju itu.

Hari ini, sambil menunggu Panpan pulang, kukeluarkan semua baju di dalam lemari itu, untuk kulipat dan kususun lagi dengan rapi.

Hanya saja ... aku membeku diam setelah aku mengeluarkan setengah isi lemari itu. Jantungku seolah-olah dientak keras ketika aku menemukan beberapa setelan di dalamnya.

DEG!

Tanganku juga gemetar. Aku tak percaya bisa melihat ini di sini. Disimpan di bawah tumpukan baju-baju kusut, seolah-olah disembunyikan.

(3) MamoruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang