ENAM

1K 99 4
                                    

Hari-hari berlalu dengan tenang. Revan terus berusaha bersikap profesional ketika bertemu Tono di kantornya. Tapi, hari ini ketika Revan baru saja hendak melangkah keluar gedung kantornya tanpa sengaja pandangan matanya jatuh pada seorang wanita. Wanita yang ia kenal karena kecantikannya sejak dulu. Dulu, mungkin ia akan berlari sembunyi karena tidak percaya diri bila berhadapan dengan wanita itu, tapi sekarang tidak. Dirinya saat ini bukanlah Revan yang dulu. Lagipula dia adalah seorang wanita dan Revan adalah seorang pria yang dikategorikan imut dan juga gemas tidak kalah dengan wanita lain.

Sebuah senyum terukir di bibirnya yang merah akibat polesan lipstik. Dress merah marun dan sepasang ankle strap berwarna hitam mengkilat menambah keanggunan nya. Dengan senyum sinis, Tiffany melangkah mendekat ke tempat Revan. Sedangkan Revan yang masih terdiam di tempatnya, hanya dapat mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Revan tahu bahwa akhirnya, mau tak mau ia harus berhadapan dengan wanita ini setelah 5 tahun.

"Revan...." Kata pertama keluar dari bibir merah Tiffany. Matanya memandang penampilan Revan dari bawah hingga ke ujung kepala dengan tatapan menilai dan berakhir kembali ke wajahnya.

"Tiffany..." Balas Revan. Berbeda dengan Tiffany sejak tadi Ia terus memandang wajah wanita itu.

"Kamu berbeda. Hampir saja tidak mengenalimu, oh apa itu? Sepertinya kau sibuk sekali dengan menyuntik vitamin untuk kulit supaya putih dan bersih ya. Haha~" ujar Tiffany dengan ramah namun sedikit meledek karena jujur wanita ini terkejut dengan penampilan Revan yang semakin baik. Bahkan wanita ini tertawa renyah dihadapan Revan.

"Terima kasih. Aku akan menganggap hal itu sebagai pujian." Revan mengepal jemarinya. Ia benci situasi ini, ingin rasanya Ia berlari menjauh. Karena bagaimanapun Revan merasa dirinya tak akan pernah bisa menang melawan penampilan Tiffany yang selalu tampak anggun dan feminin, tentu jelas bahwa dia seorang wanita. Bahkan, Revan yakin hanya Tiffany lah yang pada akhirnya akan selalu memenangkan hati Tono. Bukankah kepada perempuan ini Tono menyerahkan hatinya?

"Bagaimana kamu bisa berada di sini?" Tanya Tono. Kedua matanya menatap Tiffany, tidak mengindahkan keberadaan Revan yang berdiri tidak jauh darinya. Hanya saja tiba-tiba Tono datang dan melihat kedua orang ini.

"Aku ingin mengajakmu makan siang," jawab Tiffany untuk Tono. Terlihat begitu jelas lenggak-lenggok badan Tiffany yang sangat ingin menggoda Tono.

"Kebetulan kalau begitu. Aku baru saja mau ke kafe untuk makan siang," sahut Tono santai. Matanya mencuri pandang melirik Revan yang masih terdiam dengan pandangan yang sulit dijelaskan. "Apa kamu mau makan siang bersama?"  Sedikit terkejut dengan ajakan Tono kali ini, untuk beberapa detik Revan terdiam di tempatnya.

Sebelum akhirnya menolak ajakan tersebut dengan halus, "Tidak.... Dan terima kasih untuk ajakannya. Kalau begitu aku permisi dulu, masih ada beberapa hal yang harus aku kerjakan." Begitulah tanggapan Revan untuk Tono.

Tiffany menarik lengan Tono tapi pria itu menahan nya sejenak dan menolehkan kepalanya menghadap Revan. Mungkin hanya ingin mengecek apakah sejak awal Revan melihat semuanya dari awal.

Sebelum Tono melangkah pergi, dengan cepat Revan membalikkan tubuhnya meninggalkan Tono yang terus menatap kepergiannya tanpa sepengetahuan Tiffany saat itu. Sedangkan Revan tahu jika ia tidak cepat membalikan tubuhnya Tono akan melihat air mata yang sekarang telah jatuh di pipinya, Revan menangis. Dan Revan tidak mau itu terjadi, Revan tidak mau memperlihatkan rasa sedihnya kepada Tono. Lagipula ia sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa dirinya tidak mau lagi memperlihatkan sisi lemahnya di hadapan Tono.

•••
•••
•••

Melihat kejadian di lobi berhasil membuat rasa lapar yang tadi sempat muncul, sekarang menghilang. Dengan langkah gontai, Revan memilih untuk kembali ke meja kerjanya. Dari balik meja kerjanya dan sebuah bolpoin yang siang tadi menjadi korban permainan di tangannya, pandangan mata Revan tertuju pada satu arah dan pikirannya melayang ke masa ketika dirinya lah yang selalu berada di sisi Tono, bukan orang lain, ataupun Tiffany. Sama seperti Tono inginkan darinya saat 5 tahun yang lalu.

Warmth Inside You - BoyxboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang