DELAPAN

884 84 6
                                    

Kedua rekan kerjanya, Gita dan Joe sudah lebih dulu pamit pulang. Menyisakan dirinya yang masih berkutat dengan beberapa kertas kosong dan penuh coretan di atas mejanya. Hingga akhirnya disinilah Tono memutuskan menikmati hangatnya udara sore hari. Ingatannya kembali melayang pada 5 tahun lalu. Tiba-tiba pintu penghubung satu-satunya di lantai itu terbuka, membuat Tono menoleh ke arah pintu yang menampilkan sesosok gadis yang cantik. Di tempatnya tampak Tiffany dalam balutan dress polos biru nya. Sangat cantik, tapi anehnya kecantikan itu tidak membuat hati Tono bergetar sama seperti saat ia melihat Revan dalam balutan kemejanya. Sepertinya ada yang kurang beres dengan dirinya sendiri.

"Hei....," Siapa Tiffany yang berdiri tidak jauh dari tempat Tono duduk. "Maaf karena telah lancang datang kemari tanpa memberitahumu." Jelas wanita itu tanpa diminta.

Tono tersenyum kecil, "tidak apa-apa," ucapnya.

Tiffany menganggukkan kepalanya pelan dan mengambil duduk tepat disebelah Tono. "Ngapain kamu berada di sini sendirian?" Tanya wanita itu.

"Masih banyak kerjaan yang belum beres." Entahlah, Tono menjawabnya dengan suara yang terdengar lemas.

Hening sejenak. Tiffany sedang menimbang-nimbang untuk melontarkan pertanyaan yang terus mengganjal di hatinya. Akhirnya, setelah beberapa detik ia bertanya, "apa Revan penyebabnya?"

"Bukan," jawab Tono dengan berdusta. Pandangan matanya memandang lurus ke depan, tidak ingin Tiffany melihat kebohongan di dalam matanya.

Meski jawaban Tono yang menyangkal pertanyaan Tiffany, entah kenapa perempuan itu yakin jika Revan ada hubungannya dengan semua ini. Tiffany menahan amarahnya. Pria bernama Revan itu selalu saja memiliki 1000 cara untuk membuat Tono memikirkannya. Walaupun selama ini selalu ada dirinya yang tulus mencintainya dan rela menemaninya sampai kapan pun.

"Lupakan dia, Ton. Jika pada akhirnya dia selalu melukaimu, kenapa kamu terus bertahan?" Tiffany memandang sisi wajah Tono. "Kenapa tidak mengiyakan ajakan pernikahanku? Mungkin aku bisa membantumu melupakan Revan." Lanjut Tiffany.

Tidak ada jawaban dari bibir laki-laki yang dicintainya tersebut. Jawaban positif yang diharapkannya tak kunjung keluar. Sebaliknya, yang terdengar dari Tono hanyalah suara helaan nafas berat. Meskipun begitu, Tiffany akan tetap menunggu sampai akhirnya Tono mampu membuat keputusan yang terbaik untuk pria itu sendiri. Setidaknya, hanya ini yang bisa dirinya lakukan demi pria yang dicintainya.

Lalu, perlahan Tiffany menyandarkan kepalanya pada bahu Tono. Setelah dirasanya tak ada penolakan dari laki-laki itu, Tiffany memejamkan kedua matanya. Menikmati embusan angin sore pada wajah cantiknya. Berbeda dengan Tiffany yang sedang menikmati kebersamaan mereka, Tono selalu larut dengan pikirannya dimana Revan terlihat jelas menolak permintaan maafnya. Seperti inikah perasaan Revan ketika ia menolak mentah-mentah permintaan maaf pria itu? Betapa kejamnya diri seorang Revan. Rasanya Tono tidak pantas mendapatkan pengampunan dari Revan.

TBC~

•••°°°•••

REVAN



•••°°°•••

TONO



•••°°°•••

TIFFANY

Warmth Inside You - BoyxboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang