Dengung sinyal bahaya beradu dengan sapuan baling-baling helikopter menjadi pusat kebisingan Kota Nagoya malam itu. Listrik padam total. Satu-satunya cahaya yang ada berasal dari lampu turbin helikopter yang berkelok ke segala arah guna mencari korban.
Pada titik yang tak terjangkau cahaya, terdapat seorang gadis yang berusaha mempertahankan dirinya di antara reruntuhan puing-puing bangunan.
"Tolong..." rintihnya nyaris tanpa tenaga.
Tubuhnya dipenuhi rasa nyeri dan bau anyir darah. Seluruh indra gadis itu menjerit kesakitan. Ia bahkan tak mampu merasakan keberadaan bola matanya. Keduanya mati rasa seakan-akan telah lepas dari tempatnya.
"Rin," ucap sebuah suara dengan lembut.
Rin mengenali suara itu.
"Otou-san?"
"Bertahanlah, Rin."
Ayahnya baru saja bangkit dari reruntuhan bangunan. Setengah mati ia merangkak demi melindungi putrinya.
Kehangatan langsung menyelimuti tubuh Rin ketika sang ayah memeluknya erat. Aroma khas kayu manis menguar dari sweater yang dikenakan pria itu, bercampur dengan bau anyir darah yang mengotori sekujur tubuhnya.
Pelukannya terasa begitu hangat dan nyata.
"Otou-san, di mana Okaa-san?"
Ayahnya tak menjawab.
"Otou-san?"
"Maaf, sayang. Maaf."
Pria itu tak kuasa menahan isak tangis. Air mata mengucur deras membasahi pipi tirusnya. Ia mengais napas seolah tak ada oksigen yang cukup di sekitarnya.
"Hiduplah, Rin. Hiduplah dengan baik."
Tangan pria itu bergerak menyentuh dahi putrinya. Tepat satu detik setelahnya, tubuh mereka memancarkan cahaya menyilaukan.
Untuk sesaat, dunia terdengar begitu bising bagi Rin. Deru hilir angin, arus sungai, daun-daun berjatuhan, lalu-lalang kendaraan, tangisan anak kecil, ledakan, bangunan runtuh--segala hal yang dekat sekaligus jauh terdengar saling bertumpuk hingga membuat kepalanya terasa ingin pecah.
Pada saat bersamaan, nyeri di sekujur tubuh gadis itu lenyap dalam sekejap. Kedamaian dan kehancuran seakan mendekapnya dalam satu waktu. Sebelum Rin sempat bereaksi, matanya mendadak terasa begitu berat.
Ketika semuanya menjadi gelap, hal terakhir yang dia ingat adalah kehangatan ayahnya yang menghilang.
"Rin," panggil sebuah suara dalam kegelapan.
Ia tak bereaksi.
"Rin," panggil suara itu lagi.
Pergi.
"Kamu harus bangun." Suara itu kini terdengar sedikit lebih jelas.
Kubilang pergi!
"Rin... maaf ya."
PERGI!
Tubuhnya tersentak ketika air dingin menyembur wajahnya. Ia terbangun dengan mata menyalang penuh waspada.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐚𝐢𝐧 𝐂𝐡𝐚𝐫𝐚𝐜𝐭𝐞𝐫 | 𝐌𝐨𝐧𝐨𝐦𝐚 𝐍𝐞𝐢𝐭𝐨
ActionDia tidak pernah kalah, sebab menang adalah caranya untuk bertahan hidup. Setelah ayahnya menghilang secara misterius, Minamoto Rin hidup di bawah kejamnya didikan sang nenek. Rin selalu menganggap bahwa kemenangannya selama ini tidak berarti apa p...