Dulu, dulu sekali waktu kami masih tidak tahu bagaimana buruknya dunia memperlakukan beberapa manusia. Dulu juga, waktu Kayana hanya tahu tentang potongan peristiwa bahagia, saya selalu berdoa agar semua yang Kayana rasakan berhenti dan tidak bergerak lagi. Belum bisa saya mengijinkan hal-hal buruk menimpa Kayana. Sekalipun umurnya akan segera menginjak dua puluh tahun September nanti. Kemudian Tama dengan bodohnya merusak segala hal yang telah saya usahakan.
"Menurut lo, lebih enak mana? Tahu masalah yang ada tapi ngerasa sakit atau gak tahu apa-apa tapi bahagia?" Tanya saya hari itu padanya.
"Gak tahu apa-apa tapi bahagia," jawabnya tegas.Kayana itu mungkin tidak pernah menangis, atau mungkin tidak sempat menangis. Sayangnya saya lupa bahwa hidup punya Kayana itu bukan di bawah kendali saya. Entah ini yang pertama, atau mungkin kesekian kalinya, saya melupakan satu kemungkinan. Kayana bisa saja menangis diam-diam. Lebih sering dari yang pernah saya pikirkan. Sebab, dirinya terlanjur tahu bagaimana semesta bekerja.
Ketika Kayana memilih untuk melepaskan Tama sepenuhnya, boleh saya bahagia? Sebab, tidak akan ada lagi alasan untuk Kayana kembali sesak. Kalau putus cinta itu hal biasa, mungkin untuk Kayana ini tidak pernah bisa menjadi biasa. Tama itu pusat dunianya. Ketika semua orang sibuk dengan urusannya, lupa bahwa Kayana hidup, maka Tama yang akan selalu membuat Kayana terlihat hidup.
"Dery, waktu gue bilang gak mau tahu apa-apa, itu karena gue terlanjur tahu banyak hal," ucapannya berhasil membuat saya menegang. Bukan main saya khawatir ketika Mark mengabari saya bahwa Kayana tidak sadarkan diri di Desparados, sekarang malah dikagetkan lagi dengan racauannya. Senyumnya hilang, airmatanya bahkan telah mongering, "Gue udah banyak tahu tentang sehancur apa hubungan Ayah dan Bunda, tapi, kalau gue ngaku tahu segalanya, gue makin takut mereka beneran pisah," ucapannya terdengar konyol ditelinga saya. Seberapa banyak luka yang Kayana simpan sendirian? "Tama, gue cuma punya Tama, Der. Tapi, lo tahu gak? Gue gak terlalu sedih karena putus sama Tama. Brengsek ya, Der?" Sekali lagi, ada berapa rahasia yang Kayana simpan sendirian?
"Dery, lo tahu? Tama mungkin dua kali lipat lebih kesakitan. Karena, gue bahkan gak pernah mau nanya kabarnya, gue gak marah kalau dia ijin keluar sama perempuan lain, atau mungkin Tama kehabisan kesabaran karena gue ternyata udah gak penuh lagi. Perasaan gue gak penuh, Der," tangannya ia lilitkan di leher saya, kemudian dengan lancangnya ia memberi satu kecupan, "waktu itu gue sadar kalau lo, juga bisa buat gue berdebar kaya pertamakali ketemu Tama," tuturnya yang semakin membuat tulangku mati rasa.
"Dery, lo ini apa? Kenapa lo selalu dimana-mana?" ucapan terakhir Kayana disusul dengan isak tangisnya yang semakin membuat saya kalang kabut.
Jadi, saya ini termasuk dalam daftar pengacau hidupmu, Kay?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless Romantic
Fanfiction"Kayanya, ini waktunya kita buat udahan ya, Hen?" Sebuah awal yang sebenar-benarnya akhir. Perihal rasa yang tersirat di antara kalimat "gue takut kehilangan, lo." Tentang rumah yang tak kunjung ramai. Tentang hubungan yang hanya menyisakan, selamat-