10 tahun berlalu
Suara ketukan pintu beberapa kali mendominasi di sebuah ruang kamar tidak terlalu luas dan memiliki banyak sekali buku buku. padahal ketukan pintu itu sudah beribu kali diketuk tapi tidak mengganggu seorang remaja tampan yang sedang berlabuh di mimpinya itu.
Beberapa menit berlalu ,kedua kelompak mata dengan bulu mata lentik terbuka memperlihatkan bola mata jernih dengan netra siluet coklat kehitaman. Hendra terbangun dari mimpi indahnya , ia melihat ke pintu dan menghembuskan nafas berat. Suara ketukan terdengar lagi ,hendra dengan gemuruh didada menahan amarah melangkahkan kaki nya ke pintu lalu keluar dan melihat pintu berwarna hitam, menekan pin setelah berhasil ia membuka pintu siapa yang berani mengganggu tidurnya kali ini, jika orang itu tak penting baginya maka dirinya akan memtahkan lehernya sekaligus. Saat pintu nya terbuka memperlihatkan seorang laki laki yang seumuran dengannya tersenyum lebar menampilkan deretan gigi putih. Walau laki laki didepannya seumur denganya tetapi iya masih pendek 3 cm dari hendra. Ah...ternyata dia. Hendra menurunkan emosinya seketika karena tau siapa yang didepannya, walau telah membuang pikiran untuk mematahkan leher seseorang, hendra tetap menampilkan wajah datar dengan masih rambut acak acakan pertanda hendra baru bangun tidur.
Hendra mengangkat alisnya bermaksud bertanya, laki laki didepannya ternyum dengan hangat mungkin bagi nya tapi bagi hendra itu senyuman bodoh dan menyebalkan.
"hai selamat pagi wahai kakak hendra, hamba membawa makanan yang sangat lezat" , hendra memutar bola matanya dan ingin menutupkan pintu lagi "aits...hehehehe bercanda kak hendra , jangan baper seperti cewek pms" hendra mengerutkan alis nya, sudah hendra duga laki laki ini membuat mood nya buruk tapi entah berapa kali laki laki didepannya menggangunya , hrndra akan diam dan membalasnya sealakadarnya "ahh..gw gak pernah nyuruh lo kemari" . Orang yang di depan hendra hanya tersenyum dan memaksa masuk, aksi dorong dorongan pintu terjadi oleh dua manusia yang berbeda karakter tersebut . "ayo lah kak,,,izin kan aku masuk, apa kau tega melihat adik mu ini kelelahan?" ia benar didepan hendra adalah adik tirinya yang telah akrab ,yah mungkin mereka akrab .
Akhirnya hendra mengalah , bukan karena kasihan tapi iya tak mau dikira sedang berkelahi di wilayah apartermen nya, vino dengan bangga masuk sambil bersiul siul.
"cepat kau taruh itu dan keluar" ucap hendra yang masih di depan pintu melihat adik yang menyebalkan berada di apart nya. Vino hanya menoleh dan mengangkat tangan memperlihatkan ibu jari nya bertanda setuju dengan ucapan hendra. Vino meletakkan makan itu di meja bundar hitam, yah dilihat lihat ruang tamu dan dapur berwarna hitam putih. Tapi ia yakin kamarnya pasti berwana biru tua dan banyak macam buku, karena hendra suka warna biru,hitam,putih dan buku buku. Ah vino berpikir kak hendra lebih terlihat tampan karena iya sering dirumah atau bahasa sekarang adalah nolep.
"ngapain buka kamar gw?" suara besar serak membuat vino terlonjat karena kaget, vino menoleh dan melepaskan tangannya dari gagang pintu putih itu . Ia menghampiri kakaknya "ah tidak ,aku suka melihat apartement kakak , yang lebih hidup saja dan penasaran dengan kamar kakak" .
Hendra menghela nafas , melangkahkan kaki di meja tamu . "seharusnya lo gak perlu kemari" hendra melirik adik tirinya yang masih berada di depan pintu kamar nya itu. Walau hendra sudah lama di apart nya ini , adik tirinya selalu datang dan membawa apa saja sebagai alasan untuk masuk ke apartementnya.
Ia sadar tentu selama ini makanan pakaian bukan dari perempuan itu atau laki laki tua yang notabennya adalah ibu tiri dan ayah kandungnya. Karena mereka tak akan mungkin atau tak akan pernah sayang kepadanya , hahaha itu lelucon untuk kehidupannya."kak hendra" suara vino mengagetkan lamunan hendra, hendra menatap adik tirinya itu sambil mengangkat alisnya. "apa yang sedang kakak lamunkan , ayolah aku janji tak akan masuk kamar kakak lagi" hendra menatap sebentar lalu berdiri dan melangkah pergi di dapur mini malisnya , ia kembali membawa mangkok putih dan meletakannya di meja hitam. Vino menatap segala tindakan kakaknya itu , ia fikir kakaknya akan marah mungkin ia salah mengartikan tatapan kakaknya itu.
"kenapa?" hendara menatapa adiknya walau tangannya sedang menaruh makanan di wadah mangkok putih, hendra sadar bahwa adiknya menatapnya lekat. Vino mengelengkan kepala dan membuang nafas " kolak pisang melimpah dengan ubi oren dan ungu" . Hendra menganggukkan kepala dan menyedok kuah kolak, ia menyeruput sedikit . Ah..rasanya sama seperti buatan ibu nya, sudahlama ia tak merasakannya . Mungkin rasa ini tidak buruk seperti tahun lalu. Hendra menaruh sendoknya kembali dan melihat adiknya itu . Vino yang melihat kakaknya menatap dengan bingung apakah rasanya bertambah aneh? Seingatku kolak buatan ku sudah aku rubah resepnya dan tidak terlalu banyak gula. Pelipis vino berkeringat dan kedua tanganya menggenggam erat, dengan jantung yang berdebar . Vino takut kalau kolak itu akan dibuang kembali seperti tahun lalu. "aa..apakah ada yang salah kak?" hendra masih menatap adiknya dengan pandangan elang , vino yang melihat tatapan mematikan kakaknya sudah pasrah vino harus memperkuat keikhlasan bahwa makanannya akan masuk dalam pembuangan tempat sampah di dapur minimalis kakaknya.
"enak" lamunan vino buyar seketika, vino menaikkan dagu dan menatap kakaknya terkejut juga penuh binar apakah ia salah dengar ? Kakakku mengatakan enak apakah benar ...tunggu aku harus mendengar dengan jelas. Dengan paati dan hati hati vino membuka mulutnya "kak tadi kau bicara apa?" hendra hanya memutar bola mata malas apakah adiknya mulai tuli atau sebenarnya mempermainkan dirinya. Vino yang melihat tatapan tidak suka kakanya mengerti "tidak kak,,bukan maksud aku bercanda tapi aku benar benar tidak mendengar , aku tadi memikirkan hal lain" hendra menghela nafas dan membuka mulutnya "kolak ini lezat, apakah sekarang kau mendengarkannya?" vino yang benar benar mendengar suara 'lezat, enak' tersenyum lebar "wahhh... Benar kah yesss aku berhasil kali ini" hendra melihat adiknya begitu bersemangat ia tersenyum kecil.
Serelah beberapa menit berlalu vino melangkah kaki nya keluar pintu hitam milik kakaknya itu , vino berhenti dan berbalik melihat kakaknya yang sedang berada di belakangnya "kak apakah kau tak akan pulang?" satu kata pentanyaan vino membuat laki laki didepannya mengeratkan kepalan tangannya . Hendra tetap diam bisu, vino melihat urat urat di leher kakaknya ia tau kakanya akan bersikap demikian ah kakak sampai kapan kau akan seperti ini? Aku tak bisa melihatmu sendiri di apartermen ini,aku tau jika kau pulang ,mereka akan menghabisimu. tapi aku tak sanggub melihatmu sendirian. Apakah lebih baik kau disini atau pulang bersama ku? Vino hanya tersenyum dan berbalik lagi ,tanganya telah sampai di kenop pintu "kak jaga kesehatanmu aku harap kau selalu baik baik saja" vino pun keluar dan berjalan pergi meninggal kan pintu yang setengah terbuka . Dalam diam hendra melihat adiknya yang telah hilang dari pandangannya, sampai pintu itu tertutup sempurna. Hendra sendiri ia benar benar sendiri kali ini ,di dalam sebuah ruangan apartemen yang tidak terlalu luas .
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan & Setitik Cahaya (On Going)
Fantasy"hujan tak memerlukan setitik cahaya, biarkan hujan tetap ditempatnya" ~Hendra "Kau sama seperti burung tanpa sayap sulit terbang dan memutuskan berjalan adakah yang seperti dirimu?" ~..... "Cukup diam dan ikuti alurnya" ~Hendra ...