Capek, pusing, mumet.
Kata apa lagi yang pas menggambarkan keadaan Gretta sekarang. Belum selesai masalah kerjaan di kantor, sekarang ditambah lagi permasalahan yang ditimbulkan oleh keluarganya.
Semua ini gara-gara status jomblo yang disandang Gretta.
Bukan salah Gretta sebenarnya kenapa gadis itu sampai sekarang masih betah menyandang status single. Gretta hanya belum menemukan seseorang yang tepat untuk dijadikan pendamping hidup saat ini.
Bagi Gretta pekerjaannya lebih penting saat ini dibandingkan memikirkan membangun sebuah keluarga. Bukannya Gretta tidak menginginkan memiliki keluarga sendiri, dia ingin menikah, tapi saat ini dia sendiri merasa belum bisa membayangkan dirinya terikat dalam sebuah hubungan dengan seseorang sampai akhir hayat.
Gretta masih belum bisa memantaskan dirinya bersanding dengan seseorang sebagai pasangan ataupun menjadi seorang ibu. Gadis itu sadar diri, ilmu parenting Gretta masih kurang dan kurang peka terhadap lingkungan.
Dibandingkan ada apa-apa dengan hubungan rumah tangga Gretta ke depannya, gadis itu lebih memilih menjalani hidupnya seperti air mengalir.
Lagi pula Gretta sudah merasa kehidupannya cukup sempurna dengan pekerjaan yang ia kerjakan sekarang–meskipun pekerjaannya juga kadang membuat gadis itu ingin menghantamkan jidatnya ke tembok sesekali saking pusingnya.
Tapi sepertinya kehidupan Gretta yang tenang itu tidak bisa bertahan lama. Sebab keluarganya tidak membiarkan Gretta untuk mengambil nafas barang sejenak.
Keinginan Gretta menunda untuk menikah tidak dipermasalahkan oleh ibunya. Ibunya selalu mendukung apapun pilihan anak gadisnya itu.
Mau menikah telat ataupun cepat, selama batin, mental dan segala tetek bengeknya terpenuhi, ibunya sih oke-oke saja dengan pilihan Gretta. Prinsipnya selama Gretta bahagia, ibunya ikut bahagia.
Lain halnya dengan ayah Gretta. Tiada hari tanpa mengeluhkan ingin melihat Gretta cepat menikah.
Satu hari mengeluhkan kalau anak dari teman-temannya sudah pada memiliki pasangan dan menyindir hanya ayah saja yang belum memiliki menantu. Satu hari lain mengeluhkan bahwa ayahnya itu ingin menimang cucu. Dan satu hari lainnya mengeluhkan kondisinya yang sebentar lagi akan pensiun tapi masih memiliki kekhawatiran karena belum bisa melepaskan Gretta sebab gadis itu belum memiliki seseorang yang akan bertanggung jawab akan kehidupan anak gadisnya itu.
Alasan lainnya yang membuat Gretta jengah adalah karena Gretta anak tunggal, kalau suatu saat nanti kedua orangtuanya meninggal, siapa yang akan menjaga gadis itu?
"Jadi kapan kamu mau cari pendamping hidup, Gret?" lagi, pertanyaan yang sama dilontarkan ayahnya padahal Gretta hari itu baru pulang kerja.
Bahkan membuka sepatunya saja belum tapi sudah ditodong di depan pintu rumah dengan pertanyaan yang sama untuk kesekian kalinya.
"Nanti, ya, Pih. Kalau hilalnya udah kelihatan Gretta pasti nikah." jawab Gretta setengah hati kemudian berjalan meninggalkan ayahnya yang masih terus merudungnya dengan berbagai pertanyaan.
Gretta kira ayahnya akan menyerah dan menghentikan aksinya meneror Gretta dengan pertanyaan yang sama, tapi ternyata tebakan Gretta salah.
Esok kemudian esok harinya pertanyaan yang sama terus diulang sampai membuat Gretta muak.
"Duh, Papih! Udah, dong! Gretta udah bosan dengan pertanyaan yang sama terus menerus! Papih maksa Gretta nikah juga Gretta gak akan nikah karena memang Gretta belum nemuin jodohnya. Papih aja sana yang nikah lagi! Kasih adek buat Gretta kalau gak pingin Gretta hidup sendiri!" lawan Gretta suatu hari ketika ayahnya kembali menanyakan pertanyaan yang sama.
![](https://img.wattpad.com/cover/305019314-288-k649856.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Boyfriend For A Month
FanfictionGretta terpaksa meminjam jasa rental pacar selama sebulan agar tidak terus-terusan diejek karena statusnya sebagai jomblo abadi. © leadmyway Mulai: 19 Maret 2022 Selesai: