Warning!
Mengandung kata-kata kasar dan adegan kekerasan yang membutuhkan perhatian khusus. Semua yang terjadi di sini Chiyo mohon untuk tidak ditiru. Jadikan pembelajaran saja.
Best regards,
Hikari Chiyo.
.
.
.
.
Kalau kau begini, bukankah kita hanya akan saling menyakiti? Lalu kenapa kau tidak melakukan hal sederhana untuk membuatku menjadi milikmu tanpa memaksa?
-HH-
.
.
.
.
.
Rencana pertunangan semakin terlihat nyata di hadapan Hinata. Dan rasanya begitu menyakitkan. Hinata tidak memiliki kemampuan untuk menghentikannya. Ini sangat salah. Juga menyesakkan.
Hari-hari dilewati Hinata layaknya patung. Tidak banyak hal yang bisa ia nikmati dari persiapan pernikahan ini. Dia membenci Sasuke. Praktis, dia juga membenci semua orang yang terlibat dalam perjodohaan ini. Temasuk membenci dirinya sendiri. Lagipula, orang waras mana yang mau menikahi orang yang hampir selalu melecehkannya?
Entah sudah berapa lama sejak terakhir kali dia berbicara dengan Neji. Mungkin sejak pertengkaran antara dirinya dan kakak lelakinya ketika Neji mengabarkan bahwa dia akan menikah dengan Sasuke. Neji sebenarnya terus berusaha mengajaknya bicara. Hanya saja Hinata berusaha menolak.
Tidak ada yang mengerti di dalam keluarganya. Dia hidup dalam lingkungan toxic. Minus sang ibu, sebenarnya. Jika saja ibunya tidak memandang pernikahan adalah solusi yang bagus.
Hari ini, tepat seminggu sebelum acara pertunangannya. Ibunya agak sedikit memaksanya ikut dalam euforia persiapan. Kali ini mereka juga berniat menyambangi gedung yang akan digunakan untuk acara. Dan berlanjut dengan pengepasan pakaian untuk yang terakhir kalinya.
Neji antusias sekali membawa mobil sembari menuju ke tempat lokasi. Sesekali mengajak bicara sang ibu dan juga Hinata. Sekalipun Hinata masih menanggapinya dalam keheningan. Sepertinya Neji tidak keberatan.
Hinata juga hanya diam ketika pengepasan pakaian dilakukan. Gaun yang akan ia kenakan untuk pertunangan dan juga pernikahan sangatlah indah. Tapi perasaannya sangatlah beku. Hatinya merasa getir melihat bagimana Ibunya dan Bibi Mikoto memeluknya dengan bahagia.
Mikoto adalah gambaran wanita yang sangat baik dan ramah. Wanita itu juga terlihat sangat tulus ketika memperlakukan Hinata. Tak jauh berbeda dengan Fugaku. Sekalipun tidak banyak yang ia lakukan, tatapan pria itu terasa sangat hangat. Seolah Hinata adalah bagian dari keluarganya.
Hinata sudah selesai melepas gaunnya ketika Mikoto menghampirinya. Senyum wanita itu begitu lebar. Sangat tulus hingga membuat hati Hinata terasa ngilu. Mikoto memeluk Hinata hangat dan membelai puncak kepalanya.
"Bibi tahu ini agak sedikit keterlaluan. Bibi juga tahu kau tidak mencintai Sasuke. Mungkin karena sikap Sasuke yang cenderung seenaknya. Tapi satu yang pasti. Dia sangat mencintaimu. Tidak akan mungkin menyakiti fisikmu. Dan sekalipun perjodohan ini sangat beresiko bagi kami, kami sangat menyadari jika urusan hati memang harus diperjuangkan. Kami sudah cukup sedih dengan apa yang tejadi dengan Itachi. Kami hanya ingin Sasuke bahagia. Sebagai orang tua, kami hanya ingin kebahagiaan anak-anak kami. Egois tapi kami memiliki alasan. Entah bagaimana nanti jika andainya kamu mengerti suatu hari. Saat ini kamu masih kesal dan marah. Bibi tidak akan mengatakan hal apapun agar anak Bibi terlihat baik karena itu akan terkesan seperti pembelaan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Before You Go
Fanfiction"Bukankah hubungan yang penuh luka seperti ini sebaiknya dihentikan?" Hinata merintih dalam hati. Menatap pria yang masih ia cintai hingga detik ini. Pria bermata biru lembut itu berusaha menggapai tangan Hinata yang langsung dihentikan oleh wanita...