Penyesalan itu terus menjerat layaknya tali.
Tak lepas, tak juga terbuai.
Kau yang sudah pergi ...
Apakah akan kembali?-HH-
.
.
.
.
.
Hinata berjalan tergesa menghampiri Sasuke yang tampak tidak memedulikan sekitar. Pria itu sibuk bergelut dengan dokumen yang ada di hadapannya. Bertingkah persis seperti orang yang tidak menyadari kemarahan Hinata.
Brak!
Hinata memukul meja kerja Sasuke hingga membuat pria itu menutup map yang sedang dia periksa dan memberikan atensinya sepenuhnya pada Hinata. Senyum mengembang di wajah itu bagaikan seorang maniak di mata Hinata. Sangat menjijikkan hingga membuat Hinata ingin muntah detik itu juga.
"Kau mencariku, Cantik? Apa kau ingin mempercepat tanggal pernikahan?" tanya Sasuke dengan lembut seolah hubungan mereka tidak pernah bermasalah.
"Kau telah mengacaukan hidupku!" bentak Hinata.
"Apa yang kukacaukan?"
"Kau membuat hubunganku hancur dengan Naruto! Pria yang kucintai itu sekarang menjadi milik wanita lain!"
Sasuke terkekeh mendengar hal itu. Jenis tawa yang benar-benar membuat Hinata ingin menyumpalkan sepatunya di mulut pria raven tak tahu diri itu.
"Jika dia menikah dengan wanita lain, artinya dia memang tidak pernah menjadi milikmu, Sayang. Di mana kesalahanku? Aku tidak mendorongnya untuk menikah. Aku hanya mengambil apa yang seharusnya menjadi hakku," jelas pria itu dengan wajah tanpa dosa.
"Kau meniduriku. Dengan kata lain, kau memaksa Naruto untuk keluar dari hidupku! Aku sangat mencintainya dan sekarang aku harus hidup tidak bahagia karena dia tidak bisa lagi kumiliki!"
"Lalu apa masalahnya? Kau hanya tinggal menikmati waktumu denganku, Sayang. Itu saja sudah cukup. Kau tidak membutuhkan cinta dari pria lain selama aku masih berada di sisimu,"
"Kau pikir kau pilihan terbaik? Kau hanya ..."
"Sampah?"
Sasuke menggelengkah kepala geli. "Kau justru akan menyesal jika tidak menikahiku, Hinata. Aku memang terlihat seperti antagonis sialan. Tapi aku adalah tempat teraman untukmu tinggal. Percayalah."
"Bedebah sepertimu?" sarkas Hinata.
"Tidak ada gunanya menjabarkan hal ini. Karena kau masih marah. Kita akan bahas lain kali ketika kita sudah menikah saja."
"Aku tidak ingin menikah denganmu."
"Aku akan tetap memaksamu walau aku harus membuatmu tidak sadarkan diri."
PLAK!
Hinata merasa tangannya cukup kebas setelah melayangkan tamparan sekuat tenaga di pipi Sasuke. Pria itu hanya tersenyum dan mengusap sudut bibirnya yang terluka. "Aku terima tamparan ini. Tapi aku harus melakukan ini walau kau membencinya."
Dengan lembut, Sasuke menangkup wajah Hinata dan mengecup bibirnya. Bukan lumatan penuh gairah. Tapi jelas Sasuke melakukannya dengan segala perasaan yang ia miliki. Rasa cinta dan obsesi, entah apa yang orang lain katakan. Yang pasti, Sasuke akan mati jika tidak bersama dengan Hinata. Dalam arti jiwa dan juga raganya.
"Kita akan menikah. Entah kau suka atau tidak. Aku tidak memedulikan perasaan sentimenmu. Atau kemarahan kakakku. Karena di atas itu semua, aku hanya ingin menegaskan bahwa aku tidak membencimu dengan segala hal yang terjadi, Hinata."
KAMU SEDANG MEMBACA
Before You Go
Fanfic"Bukankah hubungan yang penuh luka seperti ini sebaiknya dihentikan?" Hinata merintih dalam hati. Menatap pria yang masih ia cintai hingga detik ini. Pria bermata biru lembut itu berusaha menggapai tangan Hinata yang langsung dihentikan oleh wanita...