TAWARAN

5 0 0
                                    


Allexa sampai di lantai dasar, rasanya ia sudah kehabisan napas dan terengah-engah. Ia berjalan sambil mengatur napasnya menuju pintu keluar. Beruntung, ia masih menemukan Rangga di sana.

"Rangga!" panggilnya enteng seperti memanggil temannya saja.

Cowok bernama Rangga itu menoleh seketika.

Allexa masih berusaha mengatur nafasnya. "Maukah kau menjawab pertanyaanku?!" tanyanya seketitka itu juga.

Mata Rangga membulat mendengar pertanyaan gadis ini barusan.

"Menjawab pertanyaan—mu?" ulang Rangga dengan suara terbata. "Pertanyaan apa?"

Allexa mengangguk bersemangat.

"Kau harus memberitahuku kapan Lollipop akan melakukan perform? Di mana mereka akan perform?" cerocosnya seraya mengingat-ingat kata-kata Misca tadi siang.

Rangga hanya diam seraya memperhatikan gadis ini yang terus mengoceh tentang Lollipop. Ia menautkan kedua alisnya. Kini ia berkacak pinggang.

"Tidak ku sangka, Allexa Haruna juga seorang fans—Lollipop?" tanyanya hati-hati.

Pertanyaan itu cukup membuat Allexa berhenti bicara seketika itu juga. Lalu muncul pertanyaan dalam benaknya. Benarkah dia justru terlihat seperti seoang fans?

Allexa menggelengkan kepala. "Aku hanya bertanya. Itu saja."

Rangga kembali mengusap dagunya. "Maaf tapi aku tidak bisa memberitahumu."

"Kenapa?!"

"Kak Rangga!"

Keduanya menoleh ke arah yang sama. Di seberang sana, seseorang telah melambaikan tangan pada Rangga.

"Aldo?" gumam Rangga. Ia kemudian mengambil sesuatu dari dalam sakunya.

"Kompetisi musik School Art telah resmi dibuka. Pendaftaran akan segera dilaksanakan." Ia menyerahkan selembar formulir kosong pada Allexa.

Allexa menerimanya begitu saja. Perhatiannya langsung tertuju pada lembaran formulir dengan logo bertuliskan School Art berwarna merah putih yang ada di bagian atas.

"Kau memberikan ini padaku?" tanyanya bingung. Pemuda ini mengangguk.

"Mungkin saja kau berminat. Jangan lupa sertakan CD rekamannya juga. Tunjukkan bakatmu bakat pianomu itu. Oke?" desaknya penuh harap. Namun Allexa masih diam tak menanggapinya. "Jadilah salah satu pesertanya. Berlatihlah dengan serius dan jangan membuang-buang waktumu, Allexa Haruna." Ucap Rangga. Ia menepuk bahu Allexa.

"Tapi—"

"Nah, aku tunggu penampilanmu di School Art Music Competition! Semangat!"

ucapnya segera bergegas menghampiri Aldo yang kini tengah bergabung dengan beberapa

orang dengan dress code warna hitam dan putih.

Allexa masih diam. Ia memperhatikan dengan saksama ke mana rombongan itu pergi. Sebuah mobil van menghampiri mereka. Satu per satu dari mereka masuk ke dalamnya.

"Allexa!"

Sebuah suara membuatnya menoleh.

Ade berjalan dari arah pintu keluar.

"Jadi, apa Kakakmu itu termasuk over protect?" ia menggoyang-goyangkan ponsel di tangannya. "Dia terus saja menelponku. Di mana poselmu?" tanyanya dengan nada

khawatir.

Allexa terkesiap. Kesadarannya kembali saat Ade telah berdiri satu meter di hadapannya. Ia buru-buru memeriksa ponsel di dalam tasnya. Benarr saja, 20 mised call, 20 SMS. Semua beralamatkan dengan nama kontak yang sama, Kak Bima.

"Dia pasti khawatir." Celetuk Ade.

Allexa masih mencoba menghubungi nomor kakaknya.

"Maaf, aku tidak bilang kalau akan mengajakmu ke sini. Hanya saja mungkin kau perlu tahu hal ini. Karena ini berkaitan denganmu, Allexa." Terangnya dengan nada rendah.

Allexa menoleh pada Ade dengan tangan masil menempelkan ponsel di telinga.

"Aku perlu tahu apa? Dan apa kaitannya denganku?"

Pertanyaan itu belum terjawab karena ia harus menjawab teleponnya terlebih dahulu di seberang sana. Bima mengomel. Ke mana saja dia pergi sampai sore begini belum sampai di rumah. Allexa menutup teleponnya begitu Bima mengakhiri omelannya.

"Lain kali aku jelaskan. Sekarang kita harus segera pulang." Ajak Ade.

Allexa mengalihkan perhatiannya padanya. Ia yakin yakin gadis ini melihat juga ekspresi khawatir di wajahnya.

Lagi-lagi Allexa menangkap isyarat yang membuatnya merasa tidak bisa lebih lama lagi berada di sana.

* * *

"Terima kasih, sudah mengantarku."

Ade menerima beberapa buku dari tangan Allexa. "Terima kasih juga untuk buku pinjamannya." Balas Ade seraya tersenyum tipis. Dia melempar pandangan pada Bima yang berdiri di ebelah Allexa. "Sampai bertemu di sekolah." Ia melambaikan tangan pada Allexa dan Bima. Agak membungkuk saat tidak sengaja beradu pandang dengan Arrina. "Mari Tante." ucapnya sopan. Ia bergegas kembali ke mobilnya.

Allexa berbalik. Tidak disangka Mama sudah berdiri di belakangnya. Ia melihat ekspresi Mamanya tampak sangat khawatir. Dia paham, setelah ini Mamanya pasti bakal marah panjang lebar padanya.

"Maaf, sudah membuat Mama khawatir." Ucapnya penuh penyesalan.

Tidak terdengar jawaban apa pun dari Mamanya. "Dia siapa nak? Dari mana saja kau seharian ini?" tanya Mamanya sukses membuat Allexa merasa terpojok.

Allexa masih diam. Ia tak bergeming. Ia masih memutar otak untuk menjawab pertanyaan Mamanya dengan tepat. Namun tidak ada yang lebih baik ketimbang berkata jujur.

"Namanya Kak Ade. Kami baru saja dari School Art."

"School Art? Apa yang kau lakukan di sana?" kejar Arrina.

"Bukan untuk apa-apa. Tadi aku bertemu dengan teman-temannya juga untuk menemui pak menejer." Terangnya apa adanya.

Arrina menganggukkan kepalanya. Ia menghargai jawaban putrinya yang terdengar apa adanya itu. Iapun segera mengajaknya masuk ke dalam rumah.

"Mereka tidak mengajakmu terlibat kompetisi atau semacamnya kan?"

Allexa masih diam. "Tidak." ucapnya seraya membulatkan tekad di dalam hati.

***

FLOW in YOU (Just Play the Song...!)Where stories live. Discover now