Bagian 11 - Perasaan

5 1 4
                                    

Waktu memang cepat berlalu, mereka bertiga telah bersama lebih dari satu semester.

Sekarang mereka sedang berada di kantin untuk mengobrol.

"Nilai ujianku benar-benar membaik semenjak aku mengenal kalian, terima kasih Chiko dan nona lesu!" kata Arya dengan semangat.

"Masih saja kau panggil aku dengan nama itu, dasar kucing hitam!"

"Aku juga berterima kasih pada kalian, nilaiku pada teori dan praktek juga semakin bagus." kata Chiko.

"Baiklah kalau begitu, aku juga harus berterima kasih karena ujian praktek Penjasku juga membaik." kata Vera.

"Aku senang setidaknya aku masuk sepuluh besar! Kalian peringkat satu dan dua, memang tidak terkalahkan!" kata Arya. Ia mendapat peringkat delapan dari limabelas orang siswa dikelasnya.

"Baiklah, aku akan mengambil pesanan kita, kalian tunggu saja." Vera pergi untuk mengambil makanan yang sudah mereka pesan.

"Oke, makasih ya!" balas Arya.

"Kau hebat, Arya." kata Chiko tiba-tiba.

"Apanya? Nilaiku biasa-biasa saja–"

Chiko memotong, "Bukan itu, tapi kau mudah untuk mengajak Vera bergaul. Sebelum kau tiba, fokusnya selalu ada di pelajaran. Ketika kau mulai berteman dengannya, Vera jadi lebih terbuka bahkan kepadaku."

"Benarkah? Menurutku itu karena kalian yang terlalu segan padanya." sangkal Arya.

"Mungkin begitu, tapi aku selalu minta bantuannya untuk menghapal sebelumnya, dia hanya membantu begitu saja lalu pergi. Menurutku, sejak ada kau, dia jadi lebih ceria."

"Baguslah, aku membawa dampak positif." Arya tersenyum lebar.

"Aku berterima kasih padamu, tugas ketua kelas seharusnya bisa membuat semuanya bekerja sama, tapi Vera pada saat itu, sulit didekati. Sekarang dia bisa berteman dengan semuanya, terima kasih sekali lagi."

"Sepertinya si nona lesu itu benar-benar menarik perhatianmu." ujar Arya.

Chiko mengangguk "Benar, melihat keseriusannya dalam belajar, aku jadi termotivasi dan memutuskan untuk jadi saingannya walau itu sia-sia saja untuk melawan kepintarannya."

"Dia tertekan, karena itulah aku memutuskan untuk membuatnya lebih santai."

"Kau merasa dia tertekan?" tanya Chiko.

"Tentu saja, aku adalah anak yang bebas, jadi aku tahu dia terkurung dalam pelajarannya dan seolah berkata 'bebaskan aku'. Aku membuat dia dan kau untuk belajar bersamaku agar dia bisa lebih bebas setidaknya untuk mengungkapkan isi hatinya."

Chiko tersentak "Aku juga...?"

"Tentu saja, kalian para anak pintar cuma bisa mengurung diri. Keluarlah dari sangkar kalian dan mainlah bersamaku." Arya menopang dagunya.

"Belajar bersama itu menyenangkan, bukan?" Arya bertanya pada Chiko yang masih tercengang.

Setelah mendengar itu, Chiko ikut tersenyum "Kau mengerti perasaannya, pantas saja Vera sangat menyukaimu."

"Aku juga suka kalian–"

"Kau harus menyadarinya, dia menyukaimu." Chiko menundukkan pandangannya.

Arya mulai gugup "Tunggu, maksudmu menyukai...."

"Begitulah."

"Tidak mungkin...."

Vera datang membawa makanan mereka, Arya tiba-tiba merasa kurang percaya diri karena ucapan Chiko barusan.

Saat mereka makan, Arya yang biasanya memulai pembicaraan menjadi sangat hening. Itu membuat Vera merasa ganjil.

Vera merasa sangat terganggu "Kenapa tiba-tiba kau tidak berisik?"

"Tenggorokanku sebenarnya agak gatal.... mungkin karena kurang minum saja haha...." Arya menjadi grogi.

"Minum saja nih." Vera menyodorkan segelas air miliknya pada Arya.

Chiko hanya memperhatikan mereka seperti biasa, ia menyadari dengan jelas bahwa itu kesalahannya. Tingkah Arya menjadi tidak terkendali.

Can I Protect That Smile?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang