6th.

382 62 10
                                    

Cerita ini adalah karya fiksi.
Apabila ada kesamaan tokoh, agama, organisasi, dan jalan cerita adalah unsur kebetulan karna karya fiksi ini murni dari hasil pikiran saya sendiri.









































Seluruh insan di buana tahu, cinta itu adalah sebuah perasaan suci dan merupakan sebuah keberkatan bagi siapa yang dapat merasakannya.


Hanya, tak seluruh insan menyadari bahwa mereka sedang jatuh cinta. Dan terkadang, disaat mereka menyadari perasaan itu, dia berharap bahwa selama ini dia tak pernah menyadari nya.


Entah itu karna orang yang ia cintai tidak membalas rasanya, atau karna orang yang ia cintai.. Tidak mengerti cinta.


Dan begitulah yang terjadi pada pemuda tersebut. Dengan surai raven lembut dan netra lazuardi yang menghanyutkan setiap orang apabila menyelam terlalu jauh pada netranya. Tanpa dia sendiri sadari, selama ini dia sudah mencintai seseorang.


Bagai ekstasi yang memabukkan, cinta datang dan menjadi obat penawar. Membuatnya hilang ingatan bagaimana sakitnya trauma, membuatnya lengah bahwa cinta juga bisa menjadi racun terbesar.

















Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


















Dua pemuda sampai di depan minka milik keluarga Hanagaki. Takemichi dengan gugup membuka gagang pintu, dan memperlihatkan sang ibu dan kakek tengah duduk cemas di ruang tamu.

Surai raven bersuara, "Aku pulang.." Dengan intonasi rendah.

Dalam ruangan terdengar suara wanita paruh baya yang resah dan ditenangkan oleh pria lanjut usia disana.

Pemuda surai raven perlahan menampakkan diri dan diikuti Manjirou dari arah belakang.


"Takemichi!" Suara wanita paruh baya berseru kemudian memeluk segera Takemichi.


"Ya Tuhan, untunglah.." Sang ibu segera membubuhkan ciuman beruntun di wajah pemuda.

"Ibu.. Sudahi dulu, itu.." Takemichi menunjuk ke arah pemuda lain yang dengan canggung berdiri melihat kejadian tadi.

"Permisi, maaf mengganggu." Manjirou membungkuk memberi salam.

Pria lanjut usia tampak bingung sesaat dan memilih bertanya, "Sano? Apa kau yang mengantar Takemichi pulang?"

"Benar, kakek." Manjirou merespons.

Dua sudut bibir diangkat, sang kepala keluarga di rumah itu tersenyum, "Terima kasih, Sano."

meet again 𖧵ֹֺ໋໋݊ maitakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang