⎯
— cw//daddy issues, blood, kekerasan!
Dion pulang ke rumah dengan ekspresi tidak puasnya. Ia marah, kesal, kecewa pada dirinya sendiri. Bukannya tidak bersyukur, justru Ia sangat bersyukur dan senang bukan main. Ia hanya takut pada ayahnya yang selalu menuntutnya untuk menjadi nomor satu.
"Pasti ayah marah, kira-kira kali ini bakal dihukum kayak gimana ya?"
Dion menang kok, juara dua.
— flashback ditempat olim tadi
"Pemenang olimpiade sains Jakarta tahun ini adalah..."
Dion memejamkan matanya, tak siap mendengar nama yang akan keluar
"...Arshen Raydika..."
Tubuhnya mendadak membeku, Ia bukan yang pertama.
"...Dion Bumantara..."
Mungkin angka dua memang sudah melekat dengannya, Dion tidak pernah menjadi yang pertama kan? meskipun begitu, Ia senang bisa menang di olimpiade ini. Sekarang, lupakan dulu soal ayahnya.
Dion menaiki podium tingkat dua dengan senyuman tersemat di bibirnya.
"...Quinza Zaykila..."
"...Urutannya sudah dari juara pertama hingga ke tiga. Selamat untuk para pemenang, ayo beri tepuk tangan"
...
Dion memegang gagang pintu rumah dengan tangan bergetar, lalu mendorong pintu itu.
"Gimana? menang?"
baru saja masuk, sudah disuguhi pertanyaan.
"Menang"
Dion menyerahkan pialanya.
"Oh menang ya? juara dua? yang namanya menang itu juara satu"
Ayahnya mengembalikan pialanya dan mendorong Dion dengan keras."Masih mending pialanya ga saya lempar"
"Maaf."
"Kamu itu selama ini ngapain? jangan-jangan selama ini kamu ga belajar"
Dion tidak suka usahanya selama ini tidak dianggap apa-apa.
"Selama ini Dion belajar dari pagi sampai malam dan ayah masih berfikiran kayak gitu?"
"Kalo kamu belajar, kenapa ga bisa jadi juara satu?" Ayahnya bicara dengan nada yang ditinggikan
"Dion udah lakuin sebisa Dion."
"Kamu cuma bisa segini? kamu tuh emang ga bisa jadi nomor satu, percuma saya naruh harapan ke kamu"
Dion muak.
"Ayah, Dion juga pengen jadi nomor satu. Dion pengen bikin ayah seneng, karna Dion tau yang bikin ayah seneng itu ya Dion jadi nomor satu"
"...Tapi Dion belum bisa"
plak!
"Buat kamu yang belum bisa jadi nomor satu."
Dion merasakan perih di pipi kanannya.
Dion menatap netra ayahnya, tidak ada kehangatan disana."Kenapa diam? kamu sama saja seperti bundamu itu, lemah hanya bisa diam kalau di tindas."
Dion menajamkan tatapannya. Tidak terima dengan pernyataan itu.
Dion mengubah cara bicaranya.
"Jangan menjelekan bunda saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
TOUGH - HARUBBY [√]
JugendliteraturHarraz & Dion itu rival. bxb. - Start : March 14, 2022 - End : March 26, 2022