O8

3.6K 494 45
                                    

"Ayah lo?"

Dion berhenti menulis, menunjukan pandangannya kepada Harraz.

"Bener?"

"Ni orang cenayang atau gimana deh?"

Dion kembali mengerjakan soal didepannya. Sambil berkata,
"Engga, sok tau"

"Jangan bohong"

"Gue bohong?"

"Iya"

"Tau dari mana?"

"Mata lo"

"Aneh"

Bukannya merasa tersinggung, Harraz malah bertanya,

"Lo gapapa?"

Dion menatapnya dengan wajah bingung,

"Ya gue gapapa, emangnya kenapa dah?"

Harraz menghela nafasnya berat

"Jangan bilang gapapa mulu"

"Terus?"

"Coba sekali-kali teriak ANJINGGG"

"Makasih sarannya"

"Jangan lupa dilakuin"

Keduanya dilanda keheningan selama 5 menit.

Untung ga nanya-nanya lagi.

Dion menatap jendela disebelahnya, terlihat langit yang biru dan cerah. Ia selalu menyukai langit biru, cantik.

"Dion"

"Apa?" Dion masih menatap jendela.

"Lo benci sama gue?"

Dion langsung mengalihkan pandangannya menuju laki-laki disebelahnya ini.

"Dulu mungkin iya. Tapi sekarang dibilang benci juga engga, ya cuma kesel aja dikit"

"Kenapa?"

"I can't be number one, selalu lo yang jadi nomor satu sedangkan gue ga bisa. Alesannya konyol banget kan?"

"Lo mau banget jadi nomor satu?"

"Iya, mungkin sekarang mau berhenti. Sorry for hating you in the past."

"Berhenti?"

"Iya, capek" Dion tersenyum.

Mungkin ini pertama kalinya Ia mengeluh di depan orang lain.

Senyuman itu membuat Harraz ingin selalu disisi nya.

"Selama ini, itu bukan kemauan lo sendiri?"

"I feel like a controlled doll. Ga bisa lakuin apa yang gue mau"

Sepertinya Dion baru sadar bahwa Ia sudah menceritakan sesuatu yang tidak seharusnya Ia ceritakan.

TOUGH - HARUBBY [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang