𝐒𝐏𝐀𝐂𝐄 : Bagian Empat

275 39 1
                                    

"Bulan, mari kita berpisah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bulan, mari kita berpisah."

Embun dapat merasakan tubuh Rembulan menegang di pelukannya. Jantung itu berdetak teramat cepat terdengar hingga dia bisa merasakannya.

"H-hah?"

Embun melepaskan pelukannya. Kini dia menatap Rembulan yang menatap heran pada dirinya. Ia tersenyum dan mengambil tangan kanan Rembulan dan mengusapnya berkali-kali hingga tubuh itu kembali rileks.

"Aku sangat bahagia bersamamu, sejauh ini aku tidak pernah merasakan kecewa yang teramat. Aku pun mungkin mencintai kamu. Aku tidak pernah merasa sepi menjalin hubungan denganmu. Aku merasa menjadi wanita paling beruntung mendapatkan cinta darimu,"

Rembulan masih menatap Embun tidak mengerti. "Lantas kenapa kamu meminta berpisah, Sayang?"

"Bulan.. Kita selalu berbagi semuanya. Bahkan kita di bawah atap yang sama. Kita selalu bertemu setiap hari, setiap pagi dan setiap malam, bahkan sering kali setiap siang juga. Tidakkah kamu bosan?"

Rembulan menggeleng keras, sebagai tanda tak setuju. "Tentu saja tidak, aku sangat senang jika bertemu denganmu. A-apakah kamu bosan denganku?" Nada suara dari itu mulai memberat. Matanya sudah berkaca.

Embun terus mengusap tangan itu. Memberikan kehangatan yang selalu Rembulan katakan bahwa wanita itu suka.

"Tentu tidak. Namun semenjak itu juga aku tidak pernah merindukanmu dengan teramat. Kita selalu bertemu. Setiap jam kita tahu apa yang dilakukan masing-masing. Kita makhluk berevolusi, Sayang. Dan jika kita bertemu terus maka kita tak akan bisa merasakan perubahan kecil yang kita miliki."

"Lantas apa maumu? Tolong jangan memutuskan ku..."

Jemari lentik Embun mengusap pipi Rembulan yang kini sudah mengeluarkan air mata. Ia mengigit bibirnya mencoba menekan rasa sakit yang Rembulan rasakan.

"Hubungan kita sudah lama. Namun kita juga tak bisa mengumumkannya di luaran sana, aku ing---"

"---Aku tidak butuh pengakuan, Sayang. Cukup kamu ada di sampingku itu sudah sangat membahagiakan."

"Jangan potong pembicaraan ku dulu, ya?"

Rembulan otomatis langsung mengunci mulutnya dan mencoba sekuat mungkin untuk tidak mengeluarkan berbagai pembelaan dan pertahanan.

"Aku pun sama, tidak membutuhkan pengakuan luar. Namun aku ingin pengakuan diriku sendiri. Apakah benar aku mencintaimu? Apakah benar aku akan sangat rindu hingga tak tahan untuk bertemu denganmu? Aku butuh pengakuan untuk diriku, aku ingin memperjuangkan hubungan kita ke tahap lebih serius jika memang kita merasakan itu.

"Jadi, bisakah kita coba? Mari berpisah rumah untuk satu bulan. Sudi kah?"

"Tidak. Itu terlalu lama untukku. Aku ingin mengajukan banding!"

Embun tertawa, merasa tidak percaya dengan Rembulan yang bisa-bisanya mengeluarkan jokes tipenya ditengah tangis. Ia mengacak rambut kekasihnya pelan. Dan mencubit kedua pipi chubby itu. "Ok, apa itu?"

"Di sini yang meragu hanya dirimu, Embun. Aku tidak, sejak awal aku tidak pernah ragu untuk memperjuangkan mu. Hatiku sudah sepenuhnya terisi olehmu. Tapi mungkin kamu tidak merasakan perasaan sedalam punyaku. Aku tidak akan sanggup jika tidak bertemu denganmu selama satu bulan penuh. Beri aku keringanan, mungkin jika seminggu?"

"Tidak. Seminggu terlalu cepat. Tiga minggu, setuju?"

"Jika sudah seperti ini apakah aku bisa menolak? Lihat tatapanmu itu,"

Embun hanya tertawa. Rembulan memang sangat tak mampu melihat aegonya dari dulu. Ia pun masuk dalam pelukan Rembulan. Besok, mereka akan berpisah tempat tinggal. Sanggup kah dirinya? []

SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang