Tubuhku rasanya remuk. Bangun dengan perlahan, aku langsung menuju kaca besar di kamarku ini.
Mengecek seluruh tubuhku hingga aku kebingungan. "Bukankah kami telah melakukannya? Lalu, di mana tanda-tanda itu?"
Sungguh, aku kebingungan. Padahal aku sudah sangat yakin bahwa akan banyak tanda di leherku nantinya.
"Apa semua kejadian itu hanyalah mimpi?" tanyaku pada bayanganku di cermin besar ini.
Aku menggeleng pelan. "Tidak, aku tidak bermimpi, aku memang pelupa tapi aku tidak akan melupakan kejadian tadi malam," tuturku.
"Nyonya."
"Astaga!" Aku terkejut ketika Helen masuk ke kamarku, beruntung aku menggunakan pakaian lengkap.
Aku baru mengingat sesuatu, aku terbangun dengan pakaian lengkap. Apa artinya aku hanyalah bermimpi digauli oleh suamiku? Astaga, jika memang benar sungguh pikiranku sangat kotor sehingga bermimpi seperti itu.
"Nyonya? Apa Anda baik-baik saja?"
Aku mengangguk mendengar pertanyaan Helen. "Kenapa kau tidak mengetuk pintuku dahulu?"
"Maaf, Nyonya, saya sudah mengetuk pintu Anda sekitar 15 menit yang lalu," ujarnya.
"Sudahlah, aku juga tidak mempermasalahkannya. Ada apa Helen?" tanyaku.
"Anda dipanggil untuk sarapan, Nyonya, tuan Kastanov dan para nyonya Kastanov sudah menunggu Anda di bawah," ujar Helen.
Aku mengerutkan dahiku. Jika tuan Kastanov ada, artinya tadi malam bukanlah mimpi?
"Helen, apa tadi malam tuan Kastanov datang ke kamarku?" tanyaku.
"Benar, Nyonya," jawabnya.
Aku semakin mengerutkan dahiku. Aku kebingungan sekarang, mungkin ibuku benar aku harus mengurangi garam pada makananku.
"Pergilah, Helen, katakan aku sedang bersiap-siap."
"Nyonya."
Suara Helen membuatku berhenti, aku menoleh lalu menelengkan kepalaku. "Ya?"
"Tanda itu ...."
"Tanda?" beoku.
Helen menunduk lalu menggeleng. "Tidak Nyonya, saya akan menyampaikan pesan Anda ke tuan Kastanov."
Helen langsung berlalu dari sana, aku mengendikkan bahuku acuh lalu melanjutkan niatku untuk bersiap-siap.
***
Dari kejauhan aku sudah melihat para istri Kastanov itu berkumpul di meja makan dengan seorang laki-laki tinggi bertopeng yang duduk dengan kursi yang berbeda.
Aku kembali mengernyitkan dahiku. Mengapa tuan Kastanov ini selalu menggunakan topeng? Apa dia ingin menutupi jati dirinya? Menutupi wajahnya karna malu memiliki banyak istri dan serakah akan cinta?
"Adik bungsu."
Aku hampir memutar bola mataku mendengar Patricia memanggilku dengan sebutan adik bungsu.
"Mengapa kau lama sekali? Tuan Kastanov hampir melewatkan jam sarapannya hanya untuk menunggumu," ujar Patricia yang berada di dekat kursi tuan Kastanov.
Menghela napas sebentar, aku duduk di kursi paling ujung meja makan ini. "Kenapa harus menungguku?" ujarku. "Maksudku, kalian bisa memulainya tanpa harus menungguku, aku takut kalian sakit karena melewatkan jam sarapan," koreksiku.
"Kami sudah berbaik hati menunggumu, Mrs. Kastanov 5," ujar Theresia.
"Maafkan aku karena telah membuat kalian menunggu," ujarku bersungguh.
![](https://img.wattpad.com/cover/304211395-288-k544568.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Kateliza
Historical FictionAku Kateliza. Kisah ini tentang Kateliza. Pahit dan manis hidupku, jangan lupakan rasa asin yang mendominasi karna aku sangat menyukai asin! Hei, apa kalian ingin membaca kisahku? Silahkan baca, karena cerita ini kutulis dari buku berwarna cokelat...