"Mrs. Kastanov."
Aku mengakhiri curahan hatiku di dalam buku berwarna cokelat muda itu. Seseorang wanita berdiri di ambang pintu. Sepertinya dia tidak sendiri, dia bersama beberapa pelayan yang mungkin saja itu adalah pelayan di rumah ini. Ngomong-ngomong, rumah ini sangat besar. Aku menyebutnya sebuah kastil daripada rumah karna itu lebih cocok dengan corak-corak kerajaan di setiap ornamen rumah ini.
"Ya?" Aku menepuk pelan gaun yang kukenakan, entahlah tanganku secara tidak sadar bergerak sendiri.
"Aku membawakan beberapa perlengkapan mu. Kau tidak mungkin mengenakan gaun lusuh itu setiap hari," ucap wanita itu.
Wanita cantik. Bahkan sangat cantik, aku suka dengan wajahnya, cantik dengan polesan perwarna bibir gelap itu. Wanita itu mencerminkan wanita dewasa yang anggun.
"Baiklah," jawabku.
Pelayan itu segera memasuki kamarku lalu menata semua peralatan yang akan menjadi milikku. Huh, siapa yang tidak senang diberikan barang mewah?
"Apa semua ini untukku?" tanyaku memastikannya lagi, barangkali semua benda ini juga milik wanita itu.
"Tentu saja, apa masih kurang? Aku tidak menyangka dibalik penampilanmu yang seperti ini ternyata kau juga ... ah sudahlah."
Dia menyudahi kalimatnya padahal aku sangat ingin mendengar kalimat selanjutnya itu.
Menyentuh daun telingaku sebentar lalu aku berucap, "Aku Kateliza--"
"Aku sudah tau," potongnya.
Kini tanganku beralih ke tengkukku yang rasanya agak sedikit gatal.
"Aku sudah terkenal ya?" ucapku asal, jangan lupakan cengiran yang ku keluarkan. "Kau ini apa? Maksudku, bisakah kita berkenalan?"
Wanita itu mengisyaratkan beberapa pelayan tadi untuk keluar. Setelah mereka meninggalkan kamar ini, wanita cantik tersebut berjalan anggun mendekatiku, berbanding terbalik denganku ini.
"Aku, Jemima Kastanov," ujarnya.
Aku mengangguk kecil, ternyata wanita cantik ini adalah saudari iparku.
Jemima menyentuh daguku dengan jemari lentiknya. Lalu tersenyum, sangat cantik.
"Jemima Kastanov, Istri ketiga dari tuan Kastanov."
Hah?
Apa?
Aku membuka mataku, ternyata ini hanya mimpi, mimpi karena aku terlalu memikirkan gadis kampung sebelah itu. Haha.
***
"Kitten, ayo habiskan sup mu, salju mulai berjatuhan. Aku tidak ingin mendengar kau mengeluh karena dingin."
Aku yang sedang duduk di depan perapian mendengus pelan. "Musim dingin memanglah dingin, Ibu. Kurasa aku tidak perlu menjelaskannya lagi," ujarku.
"Cepat habiskan sup mu," perintah ibuku. Nyonya di rumah ini, Nyonya Ameera Lorenzo. Ibuku sangat cantik diusianya yang sudah tua. Jika aku mirip dengan ibuku mungkin aku juga akan sangat cantik, tapi sayang sekali gen ayahku sangat kuat diturunkan kepadaku. Bukan berarti ayahku tidak tampan, tapi, ah sudahlah aku pun tidak bisa menjelaskannya.
"Seperti biasa, aku ingin sedikit garam di mangkukku," ujarku. Aku suka asin, rasa asin itu sepertinya tidak bisa terpisahkan olehku.
"Kau harus mengurangi garam pada makananmu, Kitten, itu tidak baik untuk kesehatanmu," nasihat ibuku.
"Akan ku ingat," jawabku.
"Tapi kau pelupa," sambung seorang yang berada di sampingku.
"Oh, aku melupakanmu. Apa kau ingin mencoba sup ku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Kateliza
Ficción históricaAku Kateliza. Kisah ini tentang Kateliza. Pahit dan manis hidupku, jangan lupakan rasa asin yang mendominasi karna aku sangat menyukai asin! Hei, apa kalian ingin membaca kisahku? Silahkan baca, karena cerita ini kutulis dari buku berwarna cokelat...