Aku menyulap kamarku menjadi studio lukis. Siapa yang melarang? Aku adalah ratu di dalam kamar ini, kamarku artinya adalah daerah teritorial ku.
Ku arahkan ujung kuas ku menuju dataran kain yang menyatukan titik-titik menjadi sebuah garis, lalu garis-garis saling bersentuhan menjadikan sebuah benda abstrak yang akhirnya menjadi sebuah karya seni yang estetik. Warna pastel mendominasi sebuah karya seni yang mementingkan nilai estetika itu, aku menyukai warna-warna pastel itu.
"Lukisan ini sengaja kubuat tanpa topeng, agar aku tidak penasaran lagi dengan wajahnya," ujarku yang memberikan sebuah tanda tangan di bawah lukisanku ini. Sempurna.
"Wajah siapa?"
Aku terkejut, seketika itu kuas yang kupegang terlepas lalu meninggalkan noda abstrak di lantai yang sekarang kupijaki.
"Bisakah Anda mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk?" ujarku, aku tidak menyukai orang yang tiba-tiba masuk ke kamarku.
Hei, kamar adalah privasi, bagaimana kau ingin melakukan sesuatu yang privasi tapi tiba-tiba seseorang masuk lalu melihat apa yang harusnya tidak ia lihat?
"Ini adalah istanaku, mengapa aku harus ijin terlebih dahulu?" ujar Luke. Pria itu memang misterius, kapan saja ia bisa datang bahkan aku juga tidak bisa memprediksi kapan ia akan datang.
"Maaf Tuan Kastanov, ini adalah ruangan yang telah diberikan untukku. Artinya, meskipun istana ini adalah milikmu, sepetak daerah kecil ini bukan lagi milikmu, tapi milikku. Oleh karena itu kau harus meminta ijin terlebih dahulu kepada pemiliknya," ujarku.
Kuharap dia tidak marah, karna perkataan ku adalah benar adanya.
Dan benar, dia tidak marah, pria misterius yang sayangnya suamiku tu malah merengkuh pinggangku, membuat jarak antara kami sangatlah tipis atau bahkan tidak ada jarak sama sekali.
"Kau adalah istriku, kepemilikan suami adalah kepemilikan istri, begitu juga sebaliknya. Kenapa aku harus ijin masuk ke kamar istriku?" ujarnya lagi, jangan lupakan jemari yang mengelus pipiku itu. "Seorang suami bahkan harus tinggal di dalam kamar bersama istrinya."
Jangan tanyakan reaksiku. Gadis tua ini seumur hidup belum pernah diperlakukan seperti ini, apa mungkin aku tidak gugup, salah tingkah, lalu merona? Tentu saja semuanya terjadi padaku saat ini, bahkan hidungku seperti kehilangan fungsinya.
"Bernapaslah."
Seperti mantera, aku langsung bernapas dan meraup sebanyak-banyaknya oksigen yang ada.
Luke terkekeh, ia mengecup keningku dan lagi-lagi membuatku tidak bernapas. Sepertinya aku akan mati dalam waktu dekat karna kehabisan napas.
"Aku bertanya padamu, Kateliza, wajah siapa ini?" Tangan Luke mengarah pada lukisan yang kubuat.
"Itu, aku membuat visual lelaki idamanku."
Tidak, itu adalah kau Tuan Luke, aku menggambarnya agar aku tidak terlalu terkejut ketika nanti kau melepas topengmu. Itu sebenarnya yang akan aku ucapkan, tapi kusimpan saja.
"Kuakui, jwa senimu sangat tinggi, kau pantas menjadi seniman. Tapi sayang sekali kau memiliki selera yang buruk," ujarnya.
Hah? Aku ternganga mendengar ucapannya, apa dia sedang mengatakan dirinya buruk?
"Terima kasih atas pujian dan hinaannya, tapi aku akan menyimpan pujian itu lalu membuang hinaanmu."
"Memang seperti itu harusnya."
Lalu tidak ada pembicaraan lagi diantara kami. Aku yang sibuk dengan lukisanku yang lain, dia sibuk dengan kesibukanku. Maksudku, sibuk memperhatikan kesibukanku. Yah, seperti itu.
Aku mulai terpikirkan sesuatu, mereka bilang tuan Kastanov sangat jarang berada di rumah, tapi mengapa sudah satu minggu ini dia selalu berada di sini? Bahkan selalu berada di kamarku, bukankah ini aneh?
"Tuan-- kemana perginya suamiku itu?" Aku mengernyit bingung, tadi dia duduk di sana memperhatikan kegiatanku tapi sekarang ia hilang entah kemana.
Aku merasakan panas di leherku, lebih tepatnya bagian belakang leherku. Beberapa waktu ini memang sering terasa tapi anehnya akan terasa jika malam hari begini, ketika bulan sedang mendapatkan pantulan sinar dari matahari.
Aku melihat pantulan diriku di kaca besar, tidak ada keanehan yang terlihat hanya saja rasa panas itu tetap berada di satu titik.
Entahlah, biarkan saja. Sampai saat ini aku masih bingung dengan tujuanku berada di sini. Maksudku, manusia hidup dengan tujuannya, dan aku? Aku tidak tau tujuan hidupku apa. Menjadi seorang istri? Bahkan menjadi seorang istri juga memiliki tujuan, tapi bagaimana denganku? Apa tujuanku berada di sini?
Ini membingungkan.
***
Normal point of view.
Sekitar lima sampai tujuh orang berkumpul dengan wadah besar di tengah-tengahnya. Jubah yang menjuntai hingga mata kaki itu membuat tak satupun wajah mereka yang terlihat.
"Bongkahan batu itu akan penuh sebentar lagi, perjanjian itu akan terpenuhi, kita akan hancur," ujar salah satu dari mereka.
"Ini akan menjadi sejarah dunia immortal, klan demon hancur karena perjanjiannya sendiri," sambung mereka yang lain.
"Yang Mulia tetap akan tertidur, tidak ada yang bisa membangunkannya selain yang dijanjikan datang."
Wadah itu menampakkan seorang pria yang mengenakan baju khas raja yang sedang tertidur di ranjangnya. Pria itu adalah pemimpin demon yang tertidur akibat kutukan dari klan Lucifer seribu tahun lalu. Kutukan itu akan hilang jika mereka (klan Lucifer) mendapatkan apa yang hilang dari klannya.
Hubungannya dengan klan Demon? Tentu saja ada, pemimpin Demon waktu itu mengambil atau bahkan mencuri air suci milik klan Lucifer. Air suci itu ialah sumber kekuatan dari sang Lucifer. Setengah darinya hilang, oleh karenanya setengah kekuatan klan Lucifer juga menghilang. Hal tersebut membuat raja dari klan yang bersangkutan murka, ia mengutuk raja berikutnya akan tertidur dan selalu bermimpi buruk. Jika dalam waktu seribu tahun air suci itu tidak dikembalikan maka klan Demon akan musnah dari peradaban dunia immortal.
Dan inilah saatnya, tahun ke seribu, tapi air suci itu tidak dikembalikan juga. Klan Demon hanya akan tinggal sejarah saja.
"Setiap racun, pasti ada penawar. Begitupun kutukan, setiap kutukan pasti akan terlepas. Namun, apakah terlepas dari kutukan yang akan datang terlebih dahulu? Atau ... kemusnahan." Salah satu dari mereka yang merupakan demon pembawa pesan itu menyerukan suaranya. "Raga yang mati, jiwa yang hidup, akan berkelana menemukan sebuah titik terang." Sebuah pesan yang menjadi peringatan nantinya.
"Apa yang bisa kita perbuat? Yang Mulia Raja Lukas telah mati karena keputusasaan dalam cinta. Ia mati meninggalkan tugas berat bagi klan Demon, meninggalkan tanggung jawab karena telah mencuri air suci untuk sang pujaan hati yang sedang mengandung anak mate-nya," ujar yang lainnya.
"Dengan bodohnya sang pujaan hati meninggalkan Yang Mulia Raja Lukas."
"Karena mereka bukanlah sepasang mate, tentu saja pujaan hati Yang Mulia Raja memilih mate-nya," jawab tetua pembawa pesan itu. "Cinta membutakan segalanya. Cinta menggelapkan kebenaran. Tidak, obsesilah yang merajai Yang Mulia Raja. Obsesinya terhadap wanita yang tidak mungkin untuk digapai." Tetua pembawa pesan menjeda ucapannya. "Yang Mulia Raja Lukas, aku berharap kau bisa tenang setelah kematian mu."
"Ini adalah akhir pengabdian kami. Sumpah kami sebagai rakyat Demon, yaitu membela klan hingga titik darah penghabisan."
Para tetua demon itu memberikan penghormatan terakhirnya pada raja sebelumnya, Yang Mulia Raja Lukas, ayah dari raja yang saat ini tengah tertidur karena kutukan dari kesalahan fatal dari sang ayah.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Kateliza
Historical FictionAku Kateliza. Kisah ini tentang Kateliza. Pahit dan manis hidupku, jangan lupakan rasa asin yang mendominasi karna aku sangat menyukai asin! Hei, apa kalian ingin membaca kisahku? Silahkan baca, karena cerita ini kutulis dari buku berwarna cokelat...