PROLOG

112 7 0
                                    

Ini merupakan hari terakhirnya di kota yang juga dikenal dengan sebutan Fog City. Satu pekan bukan waktu yang lama karena hari-harinya sangat sibuk mengekor ke sana dan ke mari melakukan tugasnya sebagai asisten untuk salah satu dosen di tempat ia menuntut ilmu. Karena hari ini merupakan hari terakhir, ia diberi waktu untuk berjalan-jalan sebelum kurang dari 24 jam ia harus terbang kembali ke negaranya. Indonesia.

Sebuah kafe di pinggir jalan ternama itu sangat menarik perhatiannya, karena terdapat papan pengumuman bahwa mereka sedang memberikan potongan harga untuk pembukaan kafe yang ternyata baru saja resmi dibuka beberapa waktu lalu.

"Hi welcome to Koolah, what would you like to drink this morning?" tanya pelayan kafe saat ia tahu seorang pelanggan memasuki kafe.

Perempuan itu tampak tersenyum karena sambutan hangat yang ia dapatkan bahkan sebelum ia benar-benar membuka pintu kaca tebal  yang nyaris tak bernoda. Aroma kopi sangat kental di ruangan itu, membuat siapa saja langsung merasa rileks begitu melangkah masuk ke dalam. 

Ia berdiri tepat di depan pelayan yang tadi menyambutnya. Di sana terdapat daftar menu yang tidak terlalu banyak. Tentu itu menguntungkan orang yang tidak terlalu coffee person sepertinya.

"Emmm. I think I'll get a latte, please?" katanya setelah memutuskan minuman apa yang akan menemaninya pagi ini.

"Maybe you wanna try our croissant? Trust me, we only serve the best croissant!" tanya pelayan menawarkan menu lain.

"Sure." jawab perempuan itu singkat.

Setelah selesai membayar dengan uang yang ia keluarkan dari saku mantelnya, ia memilih duduk di salah satu kursi yang disediakan. Desain interior dari kedai ini berbeda dengan kedai lain yang berderet di sepanjang jalan. Perpaduan warna langit-langit atap yang berwarna beige, furniture sederhana berwarna abu-abu muda, dan dinding hijau sage dengan lukisan floral sangat menyejukkan mata. Ia seperti sedang merasakan musim panas di San Fransisco, padahal jelas udara di luar bisa membuatnya menggigil tanpa mantelnya. Ditambah lagu yang terdengar ke seluruh ruangan, sangat membuat rileks meski sejujurnya tempat itu tidak terlalu luas. 

"Here's your latte, and our best choco croissant in Geary. Please enjoy!"  ucap pelayan memberikan pesanannya tepat di atas meja yang ia pilih. 

"Thanks!"  jawab perempuan itu singkat namun tak melupakan senyum dari bibirnya.

Sebuah televisi tampak menempel di dinding kafe tersebut, menayangkan sebuah berita terkini mengenai perhelatan MotoGP yang  sedang diadakan di negara asalnya. Indonesia. 

"Marc Marquez was declared unfit to race in the Indonesian MotoGP following a colossal accident in the morning warm-up at Mandalika." berita itu terus berlangsung hingga beberapa menit dengan menunjukkan sebuah rekaman kecelakaan yang menimpa Marc Marquez.

Seketika pikirannya melayang. Marc Marquez dan Geary Boulevard. Dia teringat akan seseorang. Segera ia mengeluarkan ponselnya dan menekan nama yang sudah lama sekali tidak ia hubungi.

"Halo? El?" suara itu terdengar sangat familiar di ingatannya. 

Suara perempuan yang terpaut beberapa tahun dengannya, perempuan yang sangat berarti bagi laki-laki yang sangat ia kenali.

"Iya ini El. Kak Nara apa kabar?" balasnya dengan senyum bahagia.

"Baik El. Tumben sekali telepon. Ada apa, El?"

Sebelum menjawab pertanyaan yang ditujukan untuknya, dengan cepat ia merubah panggilan suara itu menjadi panggilan video.

"Can you guess where I am?" Eleana sangat bersemangat mengarahkan kamera ponselnya menuju luar kafe.

"Wait, what?! San Fransisco?!" seru Nara terkejut di sambungan panggilan mereka.

Benar, Eleana sedang berada di San Fransisco sejak seminggu yang lalu. Bukan untuk jalan-jalan, melainkan ia sedang menemani salah satu dosen di fakultasnya untuk melakukan penelitian. Dalam beberapa hari ini, Eleana sangat sibuk dengan aktivitasnya yang menyita waktu siang dan malamnya di San Fransisco, bahkan ia baru teringat bahwa kota ini merupakan kota yang bersejarah bagi Nara, perempuan yang sedang melakukan panggilan video dengannya saat ini.

"Specifically I'm in Geary Boulevard right now, while enjoying my latte and best croissant in this town! And suddenly I remember you, Kak!" celoteh El yang tanpa ia sadari membuat pelayan kafe itu tersenyum karena pujian tersirat itu.

"Oh My Dear! Kamu ada acara apa di sana? Jalan-jalan? Kenapa tidak pernah menghubungiku kalau mau ke sana? Tahu begitu kan aku akan berikan daftar tempat ngopi yang mantap, El!" sorak Nara tak kalah heboh.

"Errr, even whithout your list, I found a beautiful coffee shop and their croissant are amazing! Approved by me!" kata El seraya melemparkan wink kepada pelayan kafe yang sejak tadi ia tahu bahwa ia juga ikut menguping.

Mereka melanjutkan perbincangan mereka hingga lebih dari sepuluh menit. Membicarakan kenangan mengenai seseorang yang sangat berarti bagi keduanya. 

"I'll call you later kalau aku sudah di Indo. Kapan ya, aku bisa mengunjungimu? Mungkin di hari pernikahanmu? Ya ampun aku sangat tidak sabar!" 

Dan panggilan itu berakhir beberapa saat kemudian, menyisakan senyum yang masih bertengger manis di bibir Eleana bahkan hingga ia hendak keluar dari tempat yang tanpa sadar ia sudah berjanji untuk mengunjungi kembali jika berkunjung ke kota ini.

°°°

Hi this is subaklovesme.
Welcome to my 3rd story, Driving Me Home. Kali ini visual sudah diputuskan yaitu Karina as Nara dan Jeno as Dean.

Tolong juga tinggalkan "bintang" untuk ceritaku yang satu ini. Terima kasih.

With Love,
subaklovesme.

Driving Me HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang