Nara bingung apa maksud dari perkataan lelaki di hadapannya. Meskipun mereka berasal dari negara yang sama tapi tetap saja lelaki itu asing baginya, dan mereka adalah dua orang asing yang secara kebetulan bertemu di negara asing. Laki-laki itu tak menunggu jawaban dari Nara melainkan langsung berjalan cepat ke arah rekannya yang bertubuh besar, yang sedang berurusan dengan petugas keamanan.
"Bisakah kamu bantu aku?" tanya lelaki itu sedikit berseru pada Nara.
Sejenak Nara mengarahkan telunjuknya di dada seakan memastikan yang lelaki itu ajak bicara adalah dirinya. Kemudian lelaki itu mengangguk dan Nara ragu menghampiri mobil yang kemungkinan ditumpangi lelaki itu sebelumnya.
"Kamu pegang sisi atasnya, aku bawa bagian bawah. Jangan sampai kotor, kumohon, gaun ini sangat mahal." kata lelaki itu membagi tugas.
Nara mengikuti perintahnya dan tak ia sangka bahwa gaun ini lebih berat dari yang ia bayangkan, bahkan ia harus berjinjit agar tidak membuat kesalahan dengan mengotori gaun yang katanya mahal itu.
"Eh apa-apaan ini? Aku bahkan hanya meminjam mobil untuk membeli kopi, bukan untuk mengantarkan orang asing ini. Sial!" batin Nara kesal ketika ia baru menyadari bahwa ia seperti sedang dihipnotis.
Mereka kini berada di dalam mobil dengan Nara yang terlihat sangat pasrah mengambil alih kemudi, sementara orang yang merepotkannya sedang mengatur letak gaun yang entah milik siapa di kursi penumpang. Satu hal lagi, ponsel lelaki itu tak henti-hentinya berdering hingga membuat Nara semakin terlihat kesal.
"Maaf, tapi ponselmu bunyi terus. Apa bisa kamu angkat teleponnya?" tanya Nara di ujung kesabarannya.
"Tidak, kita akan sampai tepat waktu. Aku pusing jika harus mendengar teriakan Maria."
Lagi-lagi Nara bak disihir untuk menuruti perkataan lelaki di hadapannya. Ia mengangguk dan mencoba untuk tidak terusik dengan dering ponsel yang sangat mengganggu milik lelaki di sampingnya meski ia tahu hal itu sangat mustahil.
°°°
Tak sampai lima menit mereka tiba di SanF Hotel yang bahkan gedung bagian luarnya saja dapat membuat Nara takjub. Sangat megah, batinnya. Kemudian lelaki itu membuka pintu di sisinya kemudian beranjak dengan tergesa.
"Kamu keluar dulu. Tugas kita masih sama, kamu bagian atas dan aku bagian bawah."
"Wait, apakah aku harus memberi bantuan sampai ke dalam gedung ini? Ya Tuhan, orang ini benar-benar tidak tahu diri." gerutu Nara dalam hati.
Untung saja Nara mengenakan masker sehingga wajahnya yang sudah tidak bersahabat dapat ia tutupi. Langkahnya terburu-buru mengikuti arah kemana gaun itu ditarik.
Sesampainya di sebuah suite room, Nara dan lelaki yang ternyata bernama Dean memberikan gaun yang berat itu ke tangan orang lain yang Nara yakini bertugas di bagiannya.
"Ya Tuhan akhirnya keburu juga." ucap Dean sembari mengembuskan napas lega.
"Eh, by the way thank you so much for helping me. Kalau tidak ada kamu pasti aku sudah jadi seonggok daging tak bernama karena dimarahi bosku. Ah, iya siapa namamu?"
Dean menggosok tangannya ke belakang celana jeansnya, kemudian memberikan uluran tangan pada perempuan yang telah membantunya.
Nara melakukan hal yang sama sebelum ia akhirnya menjabat tangan besar milik Dean dan mereka secara resmi berkenalan.
"No problem. Saya Nara. Karena sudah selesai, apa saya bisa pergi dari sini?" tanya Nara ingin segera pergi.
"Sure. Oh ini, sebentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Driving Me Home
RomanceWho's gonna driving me home? Kisah Nara, perempuan dengan senyuman manis yang tiba-tiba dibuat teringat akan masa indah hanya karena sebuah telepon singkat yang diterimanya malam itu. (Alur Mundur)