Geary Boulevard, San Fransisco.
Pagi ini benar-benar kacau. Bagaimana bisa satu tim yang berisi enam orang dewasa lupa bahwa gaun yang akan dikenakan oleh klien masih tertinggal di hotel tempat mereka menginap semalam. Pagi ini, ketika desainer terkenal asal Indonesia itu ingin mengecek sekali lagi gaun hasil jerih payahnya selama hampir enam bulan, tiba-tiba semua orang di sana tidak ada yang tahu keberadaan gaun itu.
"Astaga kalian ini bagaimana, sih! Ini tanggung jawab siapa?" tanya Maria, desainer berusia 45 tahun dengan penuh emosi.
Kelima anak buah Maria tak berani menunjuk orang yang sebenarnya diberi tanggung jawab, karena mereka sangat mementingkan hubungan pertemanan antarrekan kerja.
"Tidak ada yang menjawab? Astaga! Dean dimana? Dimana Dean?!!" teriaknya sembari menekan layar ponselnya mencari nomor laki-laki yang ia maksud.
"Dean, kamu dimana? Kembali ke hotel dan ambil gaunnya sekarang!"
"Gaun pengantin De, tertinggal dan tidak ada yang mau mengaku disini!"
"Cepat. Kita tidak punya banyak waktu!" teriak Maria kepada asistennya yang entah sedang dimana saat ini.
°°°
Dean sedang memesan kopi untuk seluruh timnya saat tiba-tiba desainer kebangaannya itu menelepon.
"Ya? Ada apa Tante?" tanya Dean dengan tenang, karena ia sedang mengantre di barisan kedai kopi.
Setelah mendengar jawaban dari seseorang di seberang telepon, Dean tanpa berpikir panjang langsung keluar dari antrean dan menepuk bahu Alejandro, sopir yang disewanya untuk mengantarkan mereka kemana saja selama berada di San Fransisco.
"Take me back to our hotel, Al! Hurry up!" seru Dean sembari membuka pintu samping kemudi.
Baik Dean maupun Alejandro saat ini fokus dengan pikirannya masing-masing. Ketika Alejandro menyetir melintasi jalanan San Fransisco yang entah mengapa hari ini cukup padat, Dean menepuk jidatnya.
"Astaga, aku tidak membawa kunci kamarku, Al!" sontak hal itu membuat lawan bicaranya ikut kaget.
"Ini terlalu parah Bro, lebih baik kita tidak perlu memarkirkan mobil di hotel. Itu akan memakan waktu. Lima menit lagi kita sampai, kamu langsung turun untuk meminta kunci cadangan dan aku akan memarkirkan mobilku di ujung jalan sebelum menyusulmu ke dalam." jelas Alejandro yang diikuti anggukan setuju oleh Dean.
Sesuai prediksi, mereka tiba tepat lima menit kemudian. Dean dengan celana jeans robeknya berlari menyeberang jalan untuk segera memasuki hotel tempat mereka menginap. Sementara Alejandro, ia sedikit was-was berparkir di area itu karena di sana sangat sering terjadi operasi parkir liar. Alejandro sedang memastikan bahwa mobil mereka aman meskipun terparkir sembarangan, sebelum akhirnya ia mengikuti Dean masuk ke dalam hotel.
Sesampainya di lantai sepuluh Fallin Hotel, Dean bergegas memasuki salah satu kamar yang mereka sewa di lantai itu. Dengan cepat ia membuka pintu dan mencari gaun yang menjadi sumber kegencaran pagi ini. Ia sangat tahu sifat atasannya. Ketika sesuatu terjadi dan hal itu menyangkut karir, maka siapapun akan terkena imbas amarahnya. Hanya satu orang yang selama ini tidak pernah mendapat semburan amarah darinya, yaitu Dean. Hal itu karena Dean adalah keponakan Maria yang sangat bisa diandalkan.
"Sudah dapat?" seru Alejandro menyusul masuk ke dalam kamar.
"Ya. Bantu aku Al! Ini sangat berat dan tidak boleh kotor!" balas Dean keluar dari salah satu ruang yang mereka pakai untuk menyimpan gaun itu.
Alejandro segera menuruti permintaan Dean. Ia mengangkat pelan sisi lain gaun putih itu dengan sangat hati-hati. Ia tidak tahu persis nominal dari gaun ini, tapi jika nama Maria tertulis di balik gaun itu, maka sudah jelas bahwa harga gaun itu bahkan tidak sebanding dengan pengeluaran Alejandro selama seumur hidupnya. Akan sangat mahal jika sudah terkena tangan Maria, batin Ale.
Perlahan mereka menuruni anak tangga yang berada di pintu lobi hotel. Dan ketika Alejandro melihat ke seberang tempat mobilnya terparkir, di sana sudah ada dua orang petugas keamanan yang sedang berada di sekitar mobilnya.
"Shit!" pekik Alejandro cukup keras dengan masih sedikit kesusahan mengangkat gaun super berat itu.
"Ada apa?" tanya Dean yang belum sadar dengan situasi yang akan mereka hadapi setelahnya.
"Mobilku terkena tilang." jawab Alejandro dengan tidak melepas pandangannya dari kedua petugas berseragam hitam di seberang jalan.
Dean akhirnya menyadari hal itu dan ia pun ikut mengeluarkan sumpah serapahnya karena cobaan datang bertubi-tubi di saat yang tidak tepat. Mereka melanjutkan langkah hingga sampai tepat di depan mobil milik Alejandro.
"Good morning, Sir." sapa petugas berseragam hitam itu sebelum akhirnya meminta Alejandro untuk menunjukkan surat izin mengemudi dan tanda pengenalnya, serta menjelaskan kesalahan yang dilakukan oleh Alejandro.
"Al, aku serius. Kita tidak punya banyak waktu! Aku, ah tidak. Kita akan dipanggang oleh Maria setelah ini!" protes Dean kepada Alejandro.
Ya, Alejandro memang bisa berbahasa Indonesia karena ia memang menjadi sopir langganan Maria tiap kali desainer itu berkunjung ke San Fransisco untuk mengecek kantor cabangnya sesekali. Hal ini yang membuat Alejandro memutuskan untuk belajar bahasa Indonesia demi kelancaran komunikasi mereka dan lancarnya keuangan Alejandro, karena bayaran yang Maria berikan sangatlah di atas rata-rata upah sopir lepas di San Fransisco.
Ponselnya berdering. Tak lain dan tak bukan ialah Maria yang menelepon. Pasti ia akan berteriak karena kedua laki-laki utusannya tidak segera kembali dengan gaun pengantin karyanya.
"Sial. Maria menelepon. Al, kau harus selesaikan masalah ini. Aku akan menghadapi mautku terlebih dahulu." kata Dean menjauh dari Alejandro.
"Ya? Ada sedikit kendala. Mobil Ale kena tilang. Taksi? tidak mungkin membawa gaun sebesar itu dengan taksi, Tan. Aku tidak mau mengambil risiko."
Tak jauh dari sana, ia melihat seorang perempuan dengan rambut bergelombang sedang berbicara dengan bahasa yang ia kenal. Ya, dia orang Asia.
"Berhentilah mengomel, aku akan cari jalan keluar. Aku tutup teleponnya."
Dean menekan simbol merah di layar ponselnya, segera menghampiri gadis yang ia maksud.
"Excuse me, an asian?" tanya Bayu dengan terburu-buru.
"Yes, I am." jawab gadis itu dengan segera ketika melihat raut wajah laki-laki di hadapannya.
"Dean! Aku harus ikut mereka! Bagaimana denganmu?" teriak Alejandro dari tempatnya.
Gadis itu menaikkan sebelah alisnya. Menyadari bahwa laki-laki di hadapannya adalah orang Indonesia. Ia tersenyum, setidaknya ia tidak berkenalan dengan orang yang sangat asing di negara asing ini.
"Kamu orang Indonesia?" tanya Nara memastikan.
"Ya! Oh Syukurlah! Apa kamu ke sini membawa mobil? Dengar, aku harus segera menuju ke SanF Hotel dalam waktu sepuluh menit karena ada pengantin yang sedang menunggu gaunnya. Apa aku boleh minta bantuanmu?"
Nara bingung. Laki-laki ini sangat banyak bicara, mungkin karena ia memang sedang terburu-buru. Kemudian reflek ia menunjuk mobil yang disewa kampusnya sepekan ini.
"Tolong antarkan aku kalau begitu."
°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
Driving Me Home
RomanceWho's gonna driving me home? Kisah Nara, perempuan dengan senyuman manis yang tiba-tiba dibuat teringat akan masa indah hanya karena sebuah telepon singkat yang diterimanya malam itu. (Alur Mundur)