TUJUH

25 3 0
                                    

Sesederhana karena kota ini sering disebut sebagai "Kota Pelajar" yang membuat Nara memutuskan untuk memilih Yogyakarta sebagai tempatnya menempuh pendidikan strata satu. Ini juga kali pertamanya jauh dari rumah. Tidak hanya beda kota, tapi juga pulau bahkan zona waktu.

Di awal kedatangannya ke kota ini Nara kesulitan menyesuaikan kebiasaan. Meskipun ia lebih banyak diam, tapi orang timur memiliki ciri khas berbicara dengan intonasi tinggi terkesan seperti berteriak sedang warga lokal Yogyakarta lebih lembut dalam bertutur kata. Kerap ia disangka marah padahal tidak.

Tapi itu terjadi hanya di tahun-tahun awal. Kini sudah hampir tiga tahun, banyak yang berubah dari diri Nara. Tentu saja hasil adaptasi budaya yang ia lakukan dan pelajari selama berada di kota ini.

Pagi tadi Nara baru saja mendarat dan siang ini dosennya sudah menjejalinya dengan tugas lain yang harus segera diselesaikannya bahkan diskusi virtual mereka lakukan dengan wajah lelah Nara yang tetap harus ia tampilkan.

"Baik seperti itu dulu, lusa kita adakan meeting lanjutan ya, Nar. Selamat beristirahat." kata dosennya di ujung sambungan virtual mereka.

Selepas mematikan sambungan, Nara memijit pelipisnya sedikit kencang. Ia masih sangat jetlag karena penerbangan panjangnya dan kini ia mencoba memejamkan kembali matanya tapi dering ponselnya berbunyi membuatnya menghela napas sabar.

"Halo?" kata seseorang di balik panggilan itu.

Nara sama sekali tidak membuka matanya ketika menerima panggilan itu, tapi jelas ia tidak asing dengan suara laki-laki yang ia dengar baru saja. Seketika matanya terbuka dan ia jauhkan ponsel dari telinga hanya untuk memastikan siapa yang meneleponnya.

Benar saja dia.

"Halo Dean, ada apa menelepon?" tanya Nara kemudian kembali menempelkan ponsel ke telinganya.

Lalu panggilan itu berlangsung sekitar beberapa menit hanya untuk membicarakan hutang janji Dean yang ingin mengajak Nara keluar mencari makan malam hari ini. Meskipun Nara mengiyakan, tetapi berkali-kali Dean menawarkan hari lain karena ia tahu Nara masih lelah dengan perjalanannya. Hingga berakhir Nara bersikeras tetap menyetujui rencana awal mereka. 

Setelah panggilan berakhir, rasa kantuk Nara seakan hilang dan kini kepalanya dipenuhi pertanyaan tentang pakaian apa yang harus ia kenakan nanti. Tubuhnya berpindah dari ranjang kini berdiri dengan tangan yang ia lipat di depan dada, mengamati pintu almarinya yang terbuka menampilkan tumpukan bajunya yang tertata cukup rapih.

Dengan hati-hati tangan kirinya mengangkat tumpukan baju bagian atas agar tangan kanannya bisa dengan leluasa menarik baju yang ingin ia keluarkan tanpa merusak susunannya. Sekitar empat baju ia keluarkan dan ia bentangkan di atas ranjang.

Ia mengelus dagunya tampak berpikir. Beberapa kali ia melihat Dean selalu menggunakan kaus dan penampilannya yang selalu santai, karena itu mungkin Nara juga cukup mengenakan pakaian yang sederhana untuk pertemuan mereka setelah kembali ke tanah air.

Nara memilih pakaian serba hitam dan ia berharap Dean tidak memakai pakaian yang senada dengannya karena bukankah akan terlihat aneh untuk hari pertama mereka?

Hal selanjutnya yang ia lakukan adalah mencari pemotong dan alat kikir kuku miliknya yang sudah lama tidak ia kenakan. Tidak tahu apa yang membuat dirinya terlihat bersemangat tapi ia pikir harus memotong dan membuat kukunya berkilau karena dirinya tidak suka mewarnai kukunya dan kikir adalah salah satu jalan keluar yang bisa ia pilih untuk mempercantiknya.

Dengan lantunan lagu dari spotify premium miliknya, bibir Nara ikut bernyanti lirih sedang tangannya sibuk mengerjakan ini itu.


Sore tiba, Nara masih duduk di atas ranjangnya dengan kaki yang tetap menyentuh karpet alas lantai kamarnya. Senyum tak lepas dari sudut bibirnya memandangi sepatu yang baru ia beli dari San Fransisco. Satu persatu sepatunya ia angkat sedikit ke atas seperti ketukan nada, ia juga memandangi kukunya yang cantik bersih. Nara adalah orang yang lebih mementingkan penampilan tubuhnya dibanding wajahnya. Ia hanya memakai polesan tipis sore ini, itu saja cukup pikirnya.

Di kamar kos itu Nara menunggu Dean untuk menjemputnya ketika beberapa menit lalu pria itu mengirim sebuah pesan untuknya.

"Aku otw" isi pesan itu terbaca oleh Nara.

Driving Me HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang