05 - Sebuah Petang

1.6K 28 3
                                    

Tok... tok... tok...

Suara pintu yang masih terus diketuk.

Aku pun terbangun dan Riris juga nampak kaget.


"Siapa itu?" aku bertanya sendiri dengan suara berbisik.

Riris juga kebingungan dan hanya merespon dengan menggeleng.

Tok... tok... tok... pintu kembali diketok.

"Ris!" ternyata itu adalah suara bli Made yang memanggil dari luar.

"Bli Made? Kenapa ya? Nggak biasa-biasanya ..." kata Riris yang langsung gugup.

Kami berdua pun langsung berpakaian. Setelah itu, Riris pun perlahan membuka pintu.

"Ada apa bli?" tanya Riris.

"Buka pintunya Ris, ada Revi di dalam kan?" kata pak Made sekali lagi.

"Eh ... aa ... i–iya ..." jawab Riris dengan gugup.

Mau tidak mau Riris pun pasrah membuka pintu, kemudian terlihat bli Made yang berdiri di sana ... bersama ... kedua orang tuaku!?

Astaga!?

Kedua orang tuaku??

Mama dan Papa!??

Kenapa mereka berdua bisa berada di sini??

"Revi, kemari kamu!" kata papa.

Aku dan papa saling bertukar pandang sementara mama hanya terdiam saja. Namun seketika, tiba-tiba saja amarahku bangkit. Kutatap nanar lelaki yang notabene adalah ayah kandungku itu, tapi kesumat di hatiku tidak dapat mengampuni perbuatan yang telah dilakukannya.

"APA LOEE BANGSSAAAAATTT!!" teriakku. Aku berlari hendak menerjang. Mau kotonjok wajah menjijikan lelaki laknat pemuja pelakor itu.

Bli Made langsung menghalangi, Riris menjerit-jerit, mamaku pun juga ikut menghalangi.



"BANGGSSHHAAAATTTTHHH!!" dengan lantangnya aku berteriak.

"Revi ... Revi ... bangun Revi!! Astaga ... kamu mimpi buruk?" kudengar suara Riris di sampingku.

Aku membuka mata dalam keadaan limbung antara alam mimpi dan alam sadar. Hingga perlahan akhirnya aku sadar sepenuhnya, namun dadaku masih berdebar kencang dan seluruh tubuhku juga penuh bermandikan keringat.

Rupanya barusan itu aku hanya bermimpi dalam tidurku.

Kupandangi sekitar, kamar kosan yang sudah mulai gelap, cahaya di balik tirai sudah terlihat redup karena hari senja yang sudah larut hampir berganti malam.

Astaga, barusan itu adalah mimpi yang singkat namun terasa benar-benar seperti nyata. Jiwaku masih dipenuhi amarah, kutukan dan segala kesumat sebanyak isi alam semesta kepada papa kandungku. Namun ... aku juga merindukan suasana keluarga kami yang dulu—saat segalanya masih normal. Aku merindukan kehidupan rumahku yang tenang, sebelum papaku menjadi gila dan hanyut dalam buaian betina iblis itu.

Tapi rasanya akan sangat sulit dipercaya apabila mama dan papa rujuk kembali. Terlebih lagi, akan sangat sulit untuk menerima maaf dari papaku setelah apa yang tega dilakukannya pada kami. Dia yang sudah begitu saja tiba-tiba memilih pergi bersama seorang betina laknat perusak rumah tangga orang, lalu mencampakkan kami begitu saja setelahnya.

"Revi ... kamu mimpi buruk?" tanya Riris.

Aku mengatur nafas begitu kesadaranku pulih. Kutatap Riris yang ada di sampingku.

Memori Pantai BatulayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang