'duapuluhlima

41 9 0
                                    

"Siapa yang nyuruh lo kesini, hah?" Tatapan tak suka ala Haidar dilayangkan pada Abimanyu.

Setelah setengah jam yang lalu ia berada di rumah Haidar, kini Abimanyu sudah ada di rumah sakit tempat Haidar dirawat. Tentu dengan banyak teman-teman geng motornya yang menunggu.

"Kita perlu ngobrol." Abimanyu mengedarkan pandangan dinginnya, membalas tatapan Haidar.

Pemuda itu sedikit bergidik, "gak, gaada."

"Oh ya? Ini tentang Bu Siti, Tante Nana, sama Om Wara." Mendengar nama kedua orang tuanya dan pembantu kesayangannya semenjak kecil membuat Haidar terkejut.

"Tinggalin kita berdua." Abimanyu melirik tajam teman-teman Haidar. Tanpa disuruh dua kali pun semua teman-temannya sudah mengosongkan ruangan pasien itu.

"Bangsat. Mau apa lo sama mereka?" Haidar tersulut emosi.

"Santai. Saya cuma sebut nama keluarga kamu." Abimanyu mendekati kasur pasien milik Haidar.

"Tch, keluarga? Ngelawak apa sih lo?" Tangan Haidar benar-benar hampir meninju Abimanyu, sesaat sebelum pemuda itu sadar dan mencengkram kepalan tangannya.

"Percuma nonjok saya. Kamu mau saya bikin mati disini?" Abimanyu masih menatap galak mantan musuhnya itu.

Haidar menjadi terdiam dan melepas tangannya dari cengkraman Abimanyu dengan sombong.

"Kenapa kamu nggak mau pulang ke rumah?" Abimanyu menduduki salah satu kursi didekat kasur Haidar.

"Apasih lo? Tau apa tentang rumah gue?" Haidar menatapnya sensi.

"Semua. Sampai ke acara pertengkaran kamu sama orang tua kamu juga saya tau." Haidar terdiam. Gawat, benar-benar gawat, begitu batinnya.

"Ya terus?" Abimanyu memutar bola matanya mendengar pertanyaan mengesalkan dari Haidar.

"Kamu mau durhaka dengan bentak-bentak orang tua begitu? Kalau bukan karena uang mereka juga nggak bakal kebeli Kawasaki Ninjamu." Jujur Haidar kembali emosi.

Ia melayangkan tinju tepat menuju pelipis Abimanyu. Namun tetap terlambat dan kini lengannya yang di cengkram Abimanyu, ditekan sampai syaraf.

"A-AK." Haidar setengah berteriak kesakitan. Ini rasanya benar-benar ngilu. Ditambah rusuk dadanya malah sakit luar biasa.

"L-lepas! Oke! Gue turutin apa mau lo! A-aargh." Sesuai dengan ucapan Haidar, Abimanyu melepaskan cengkramannya.

"Saya pengen setelah kamu selesai dirawat, kamu pulang ke rumah. Nggak ada acara balap liar sampai orang tua kamu balik lagi ke rumah." Haidar melotot, apa-apaan congornya Abimanyu itu?

"Turutin atau gantian tulang ekormu yang patah." Oke, menyeramkan.

"Kamu nggak bisa terus-terusan kabur dari rumah. Orang tua kamu lelah, mereka juga pengen ada waktu luang dengan kamu. Tapi mereka milih pekerjaan biar hidup kamu nggak kekurangan, nggak susah. Biar kamu bahagia tanpa perlu mikir, oh iya besok bayar sekolah gimana ya, beli makan gimana ya. Kalau kamu dewasa harusnya kamu paham itu." Ucapan Abimanyu benar-benar tembus ke jantung Haidar. Ia tertekan, hampir saja air matanya merembes keluar.

"Dikira Ibu Siti juga nggak capek? Beliau capek. Capek nunggu kalian jadi keluarga harmonis lagi. Nggak ada anak atau orang tua yang nggak mau keluarganya bahagia, Galih." Seketika telinga Haidar berdenging. Ia pusing.

"Pulang. Pulang setelah ini."

STM'79, ft. SKZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang