18 | My Liltle One

3.2K 272 36
                                    

.
.
.
.
Happy Reading❗

Thea mulai bercerita dari awal sampai akhir di iringi umpatan dan kutukan untuk Price, Leon dan Lea. Xavier mendengarkan dengan seksama setiap kata dan kalimat yang keluar dari bibir mungil Thea, ingin mengecu- what. Kendalikan dirimu X.

"And the ends." Akhir Thea mendongak menatap Xavier yang juga menatapnya.

Xavier mengecup kening Thea lalu mengelus lembut.

"My good girl."

Thea mendengar itu salting bukan main. Ia membenamkan wajahnya di dada bidang Xavier. Oh dewi, kuharap ia tidak mendengar detak jantung yang semakin menggila ini, rapalnya dalam hati. Berusaha tenang namun Xavier bisa mendengar detak jantung Thea yang berdetak cepat.

"Kemana perginya wajahmu, Thea?"

Xavier mengangkat gadis itu duduk menghadap dirinya, tapi Thea tetap memeluk lelaki itu erat tidak ingin menampakkan wajahnya pada lelaki itu. Ia malu, apakah lelaki itu tidak tahu atau pura-pura tidak tahu?

"Aku ingin melihat wajahmu Thea." Suara rendah yang serak itu kembali menyapa seakan itu adalah sebuah kalimat yang tidak bisa ia tolak, Thea mengeluarkan wajahnya dengan malu menunduk tidak berani menatap Xavier.

"A-ada apa?" balasnya gugup.

Xavier tidak suka  gadis itu tidak menatap dirinya saat mereka berbicara, tangan yang menonjolkan urat-urat mematikan itu mengangkat dagu gadis tersebut untuk menatap dirinya. Ujung bibirnya sedikit ia tarik saat melihat pipi merah dan mata kucing favoritnya. Entah kapan itu menjadi hal kesukaannya. 

"Althea.."

"Thea..."

"Sayang..." 

Mendengar itu Thea bangun dari pangkuan Xavier, sedikit menjauh dari lelaki itu. Gerakan tiba-tiba itu mengundang tatapan bingung Xavier pada gadis itu serius seakan mempertanyakan hal yang baru saja terjadi. Terlebih raut wajah Thea yang terlihat tidak bagus.

"Ka-kau jantung ku. Ah sialan," Thea langsung berlari masuk ke dalam kamar mandi setelah mengucapkan hal tersebut.

Xavier membasahi bibirnya, rupanya gadis itu malu dengan panggilan yang ia ucapkan tadi. Betapa menggemaskannya gadis itu, mata kucing yang tampak kesal dan malu saat dirinya memanggil gadis itu sayang.

Ia menatapa cermin, mukanya sudah sepeti tomat.

"Dasar lelaki sialan itu," makinya kesal dan bercampur malu, itu terlalu tiba-tiba untuk dirinya apalagi lelaki itu bahkan tidak pernah memanggilnya sayang.

Saat ini Thea sedang bersantai menonton tv di ruang keluarga bersama Theo. Xavier? Ia sudah pulang saat dirinya di kamar mandi, lelaki itu mengirim pesan bahwa ada urusan mendesak di luar.

"Daddy?" Panggil Thea.

Theo menoleh dengan tatapan bertanya.
"Ada apa?" Balas Theo mendekat pada putri kecilnya.

Thea memeluk Theo ragu, namun siapa sangka pria itu memeluknya balik. Mengusap lembut rambut Thea, "Dimana mommy?"

Theo berhenti mengusap rambutnya lalu memijit pangkal hidungnya. Thea ikut diam ia jadi menyesal bertanya, namun rasa penasaran yang begitu besar mendorong dirinya untuk bertanya.

Dimana pendamping Theo?
Seperti apa ibu Althea?
Mereka bercerai?
Atau?

Theo bangkit berjalan menuju halaman,"Kemarilah Thea."

Thea berjalan di belakang Theo, halaman belakang rumah adalah tempat paling indah di mansion Theo. Hanya segelintir orang yang boleh memasuki halaman tersebut. Thea? tentu saja ia bebas menjelajahi mansion itu.

AntagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang