Banyak Kisah

1.5K 142 22
                                    

Hinata’s POV

Aku tidak tahu tentang perasaanku yang sebenarnya, seperti yang dia katakan tentang dirinya, aku juga bodoh. Aku tidak mampu menafsirkan apa yang sedang aku rasakan.

Kami bertemu dan langsung menikah. Dalam sekejab, semua terasa berbeda. Aku tidak sendirian lagi di malam hari, aku tidak sendirian lagi saat pergi dan pulang kuliah, aku tidak sendirian lagi saat menonton TV, dan aku tidak sendirian lagi setiap kali aku membuka mata.

Kebersamaan itu membuatku selalu merasakan hal lain. Hal yang membuatku merasa nyaman saat bersamanya, senang jika berhasil menggoda dan mengerjainya, kesal saat melihatnya bersama perempuan lain, kecewa saat dia menuduhku selingkuh, berdebar saat dia menatap dan menyebut namaku.

Perlahan, aku selalu memikirkannya. Ingin tahu apa yang dia pikirkan dan apa yang dia rasakan di setiap kebersamaan kami. Selalu ingin tahu bagaimana perasaannya padaku.

“Aku mencintaimu.”

Dan saat kalimat itu terucap, aku membeku. Semua hal yang ingin aku tahu tentang perasaannya seolah terjawab dalam satu kalimat saja. Kalimat yang membuat jantungku berdetak begitu berisik, kalimat yang membuatku tak mampu berkata-kata.

Jika bisa, sebenarnya aku ingin berteriak girang dan melompat senang. Tapi yang ada, tubuhku kaku, dan semakin dia mengungkapkan semua yang dia rasakan. Semakin aku merasa tubuhku jatuh dalam pelukannya.

Saat aku bangun dan tak mendapati dirinya di sampingku, rasa takut dan khawatir terlintas di benakku. Aku memanggilnya, mencarinya, dan lega saat menemukannya.

Aku sadar dia bukan seorang pria yang sempurna. Dia ceroboh, dia unik, dia sederhana, dia baik, dia juga selalu mampu membuatku tersenyum. Terkadang dia membuatku khawatir, tapi terkadang dia membuatku sangat nyaman.

Dan saat tangannya kembali merengkuh tubuhku, menuntut jawabanku atas perasaannya, berbicara tentang hubungan kami secara nyata, aku tak sanggup melarikan diri. Aku takut jika aku berlari, maka aku tidak menemukannya lagi saat aku kembali.

Aku meragukan hal yang sudah sangat jelas kupercayai. Dia mencintaiku. Dan saat wajahnya mendekat, aku tahu berapa penting desah napasnya dalam hidupku. Akhirnya, malam bersama benar-benar kami lewati.

Kembali aku penasaran. Aku penasaran apa yang dia rasakan saat menciumku. Aku penasaran betapa berisik detak jantungnya saat menatapku dan menyentuhku. Aku penasaran seberapa besar aliran listrik yang mengalir dalam darahnya setiap kali dia menyebut namaku penuh damba. Aku penasaran seberapa gila dia tentang sesuatu yang mampu menarik kewarasan itu terjadi.

Apa yang kurasakan, aku penasaran apa dia juga merasakan hal yang sama.

Saat pagi kembali tiba, aku membawa kesadaranku pada kenyataan jika dia juga merasakan apa yang aku rasakan. Kalimat cinta dan terima kasih yang diucapkan, mampu membuatku begitu berharga di matanya.

Kuucapkan hal yang sama, terima kasih dan selamat ulang tahun. Syal yang dia inginkan belum bisa kuberikan, tapi aku senang karena bisa memberinya hal lain tepat di hari ulang tahunnya. Aku tersenyum karena dapat memberikan yang terbaik untuknya.

“Hinata.”

Detak jantungku berdetak resah saat suara berat yang terdapat kekecewaan terucap darinya. Aku tahu apa yang ingin dia dengar. Dan untuk pertama kalinya, kuucapkan kalimat itu. Kalimat yang mewakili perasaan yang aku yakini.

“Aku mencintaimu.”

Hinata’s POV End

.

Ganti Status Kilat (republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang