prolog

3K 350 30
                                    


Hey hey!! Makasi yang udah mampir lohh, ini cerita ke tiga gue dan squel dari 'Back to Baby'. Kalo lo pembaca baru, gapapa ga baca cerita 'Back to baby' karena ini ga ada kaitannya. Mungkin dikit doang.

HAPPY READING!!!


Seorang bocah berusia 8 tahun itu kini tengah bersandar di bawah pohon dekat danau.

Memejamkan matanya menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya, ini adalah tempat favoritnya.

Setiap kali dia ingin sendiri, ia selalu pergi ke sini. Rasanya tenang sekali.

Mata indahnya terbuka, wajah bocah itu sudah sangat tampan dan imut secara bersamaan.

"hm, enak juga rasanya kembali jadi kecil. Udah tiga kali gue jadi bocil gini. Ngomong ngomong berapa umur gue ya?" gumam bocah itu, yang tak lain ialah Imanuel Gavindra Dirgantara.

Jari jari mungilnya ia angkat, menghitung jumplah umurnya yang sebenarnya.

"18, kehidupan satu. 18 lagi kehidupan dua. Terus 8 kehidupan yang ke tiga. Jadi 18+18+8 jadi 44" gumamnya tak sadar menghitung umurnya.

Setelah sadar umurnya, matanya terbelak, "ANJAIYANI GUE OM OM DONG" pekiknya shok.

Tangannya memegangi wajahnya, bernafas lega. "gapapa, yang penting wajah sama badan bocil" gumamnya sembari memegangi sebagian badannya.

Matanya kemudian menatap danau yang indah itu, pikirannya menerawang ketika di kehidupan pertama dan keduanya memiliki masalalu yang kelam. Ingin sekali ia menyerah, namun kemudian secelah harapan muncul.

Dirinya masih di beri kesempatan agar memperbaiki kesalahannya, dirinya masih bisa melihat orang orang yang ia sayangi. Sahabatnya dan cinta pertamanya, yang sekarang menjadi orang tuanya.

Gavin sudah membuang jauh jauh perasaan cintanya pada orang yang saat ini menjadi ibunya, dan mengubah dari rasa cinta kepada pria untuk gadisnya dengan rasa cinta antara ibu dan anak. Walaupun sedikit canggung karena bagaimanapun Indara ialah cinta pertamanya.

Mereka sampai sekarang tak tahu jika anaknya ialah dirinya, biarlah menjadi rahasianya saja.

Mengingat tentang pengalaman cintanya membuat dirinya tak ingin merasakan cinta kembali. Karena dirinya takut, takut jika rasa cintanya membuatnya buta. Buta akan kebenaran.

"hiks, ibu, ayah, Jeya angen.. Hiks"

Gavin menyengritkan dahinya kala mendengar sebuah suara anak kecil yang sedang menangis, dia bangkit dan menengok kanan kirinya untuk mencari sumber suara.

Matanya memincing mendapati sosok punggung kecil di balik pohon besar, dia dengan pelan menghampiri sosok itu.

"hiks, gapapa Jeya. Jeya kuat, jangan nangis lagi, nanti ibu cedih" terlihat sosok kecil itu mengusap air matanya kasar.

Mata Gavin menyipit, bukankah itu bocil yang kemarin ada di taman gedung acara para rekan kerja ayahnya? Yang di tampar wanita berpakaian minim itu?

Bagaimana bisa gadis kecil ini bisa sampai datang ke sini? Sendirian lagi.

Gavin menghampiri sosok kecil itu, ia menepuk nepuk bahu mungil itu dan di respon tatapan terkejut dari anak itu. Gavin pun sama terkejutnya. Terkejut jika gadis kecil ini sangatlah imut dengan pipi yang sedikit chubby dan mata belo nya yang tambah besar ketika sedang terkejut.

Setelah tersadar dari terkejutnya, gadis kecil itu langsung menatap tajam Gavin yang lebih tinggi darinya. "IH!! AMU CIAPA?!!" teriakan melengking itu membuat Gavin menutup kupingnya segera dengan kedua tangannya.

Gavin berkedip kedip takjub, walaupun imut, tapi suara cempreng. Benar benar aneh.

Gavin berdehem pelan, entah mengapa jantungnya berdetak sangat tidak normal.

"ekhm, gu--eh aku Gavin. maaf, tapi adek kenapa nangis di sini?" tanya Gavin sembari menggaruk tenguknya tak gatal.

Terlihat gadis kecil itu diam sembari menatap datar ke arah Gavin, lalu dia bangkit dan melangkah pergi meninggalkan Gavin yang melongo tak percaya dengan sosok kecil itu yang pergi begitu saja.

Gavin berteriak, "Woi! Nama kamu siapa?!" seru Gavin bertanya setelah sadar.

Terlihat sosok kecil masih saja tetap berjalan tak peduli dengan seruan Gavin.

Gavin menatap punggung kecil itu yang sudah menghilang, kemudian dia menunduk mendapati bandul berbetuk bunga warna unggu yang cantik. Di baliknya ada nama yang tertera di sana.

Punya Zeya! Zeyana Queenly Ferysta, Kalau ini di kamu langsung cari Zeya ya!

Gavin terkekeh membaca tulisan itu. Tulisan ceker ayam yang membentuk sebuah kalimat, bocah itu termasuk pintar karena sudah bisa menulis di usianya yang kira kira baru 4 tahun itu.

Mengelus elus bandul itu, dia tersenyum penuh arti, "Zeyaa..."

TBC.
.
.
.
.
.
.

Gapin pal in lope.

Btw suka gak? Next/stop?

Btw semangat puasanya bagi yang menjalankan🙏

Btw semangat puasanya bagi yang menjalankan🙏

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tahann, masih lama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tahann, masih lama. Ngwehehe...

"terkadang menangis adalah salah satu cara untuk mengungkapkan seberapa kesalnya dirimu pada takdir"

My Cold BOCILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang