"Brengsek!" Aku kembali mengayunkan tangan untuk memberi pukulan serupa di pipinya. Namun dengan mudah tangan ini tertahan oleh cengkramannya.
"Jangan sok suci. Kau sudah ketahuan!" Dia menahan pergelangan tanganku dengan kuat.
"Lepaskan!" Aku mencoba menarik diri. Namun masih saja tertahan dan tak mau terlepas.
"Terima saja tawaranku. Aku, ataupun bajingan tadi tidak ada bedanya. Kau hanya butuh uang, kan?" Dia mendorong tanganku dengan kasar, hingga aku terhuyung dan jatuh ke atas sofa.
"Apa kau seputus asa itu, ha?" ketusnya lagi.
"Sudah kubilang bukan urusanmu. Kau terlalu lancang ikut campur urusanku."
Seketika aku teringat akan Daryan. Mungkin seperti inilah rasanya jika kau ketahuan punya kehidupan yang tak wajar. Langsung bersikap kasar untuk menutupi kelemahan.
Ucapanku sama persis dengan yang dia ucapkan. Itu karena aku terlanjur malu jika seseorang tahu bahwa hidupku seburuk ini.
Lalu apa yang terjadi dengan Daryan? Apa ada sesuatu yang membuatnya harus malu mengakui sesuatu padaku? Ada apa dengan keluarganya. Padahal semua terlihat sempurna di mataku.
"Kenapa aku tak boleh ikut campur. Setahun ini kau selalu berurusan denganku."
"Bukan berarti aku harus akrab denganmu."
"Kenapa? Kau bisa terlihat begitu dekat dengan pria yang belum lama kau kenal. Apa karena dia orang kaya? Kau ingin memanfaatkannya demi membayar semua hutang-hutangmu padaku?"
Mataku membelalak. Siapa? Daryan? Ada apa ini? Pria ini benar-benar mengawasiku?
Mengerikan.
"Kau tidak punya hak mengatur dengan siapa aku berhubungan." Aku membuang muka, tak mau lagi melihat wajahnya.
Dia berjongkok di hadapanku. Menyamakan tinggi tubuh agar sejajar denganku yang masih terduduk di atas sofa.
"Hubungan kalian tidak akan berhasil. Ibunya akan terus menyakitimu."
Spontan aku menatap wajahnya. Mencoba menyelami arti ucapan dan tatapan mata itu. Pria ini, tahu bahwa wanita yang menamparku tempo hari adalah ibunya Daryan?
"Apa yang kau tahu?" Aku menatap liar matanya.
"Berhenti berharap. Pria seperti itu hanya akan mempermainkanmu saja."
"Tutup mulutmu! Kau tidak tahu apa pun tentang Daryan. Jangan berani menjelek-jelekkan dia di hadapanku. Aku tak akan terpengaruh pada penjahat sepertimu. Daryan jauh lebih baik darimu. Kau hanya lelaki mesum yang hanya ingin memanfaatkanku. Dasar mata keranjang!" umpatku kasar.
Tentu saja mereka berbeda. Daryan sama sekali tak pernah mengambil kesempatan dengan kelemahanku. Malah berbalik dan lebih memilih menjual dirinya sendiri.
"Kau menyukainya?" Sorot mata itu seperti... entahlah. Aku tak tahu.
"Aku tak perlu memberi tahukan apa pun padamu. Kau bukan siapa-siapa." Aku kembali memalingkan wajah.
"Kalau begitu layani saja aku!" Dia menarik bahuku untuk mendekat. Namun dengan cepat aku kembali menampar wajah itu lagi.
"Menjauhlah! Jangan kurang ajar. Kau hanya laki-laki mata keranjang!" Aku kembali berteriak.
Dia terdiam. Kulihat pipi putihnya kini berubah kemerahan akibat dua pukulanku di tempat yang sama.
"Jangan berani menyentuhku lagi!" Aku berucap tegas.
"Kenapa? Bajingan tadi juga melakukan hal itu padamu. Kau menikmatinya. Kau suka diperlakukan seperti itu, bukan?"
"Tutup mulutmu, Ren. Kau sudah kelewatan." Mataku kembali menghangat. Merasa begitu rendah seperti sampah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANAK ORANG KAYA
Romance"Keluargaku kaya raya. Harta mereka tak akan habis sampai tujuh turunan. Karyawan mereka juga mencapai ribuan. Dengan hanya menggunakan kartu-kartu yang diberikan, aku bisa membeli apa pun yang aku mau. Untuk apa lagi aku susah-susah bekerja?"