34 : ALASAN KEDUA 2

212 41 16
                                    

"Lo tahu kenapa Nanta seperti ini? Lo tahu kenapa Gio  jauh lebih diam dan menjauh dari kita beberapa akhir belakangan? Lo tahu siapa penyebab kekacauan di rumah ini, hah!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Lo tahu kenapa Nanta seperti ini? Lo tahu kenapa Gio jauh lebih diam dan menjauh dari kita beberapa akhir belakangan? Lo tahu siapa penyebab kekacauan di rumah ini, hah!"

"Gue benci sama lo, Bang."

"Alasan kedua, Bang Rean jangan marah, ya? Nanta nggak tau topik pembicaraan seperti apa yang bisa nyambung, kita terlalu jauh, tapi di sisi lain Nanta mau lebih dekat, Nanta mau mengenal Bang Rean kayak Nanta kenal sama Bang Gio dengan Bang Dikta. Nanta hilang ide waktu itu, satu-satunya cara, lebih baik melakukan hal yang dilarang Abang supaya bisa diperhatikan. Siapa sangka ternyata benar-benar ketemu orang yang nggak tepat."

Rean mengembus napas panjang, ia menutup pintu kamar dengan pelan setelah memastikan Nanta dalam keadaan baik-baik saja. Lagi-lagi ingin rasanya Rean menghindar dari percakapan seperti di halaman belakang rumah tadi.

Alasan kedua Nanta melakukan hal bodoh seperti itu, lalu Dikta yang sempat mencari ribut dengannya, bahkan ucapan yang tidak terkendali oleh Gio di waktu sebelumnya, benar-benar membuatnya menuju pada sebuah kesimpulan.

Lebih baik ia tidak ada di sini, kan?

"Gue mikir apa, hm?" keluh Rean, berbicara sendiri sembari menarik ujung rambut dengan erat, mendudukkan tubuh di atas tempat tidur. "Kendalikan diri, Re. Umur lo udah berapa tahun, hah?"

Rean menelan ludah, begitu deru napas yang sesak lagi-lagi memenuhi rongga dada. Kedua matanya terpejam, membenamkan wajah ke lipatan lutut dengan harapan dapat menenangkan diri.

Nihil, bukankah harapannya sedari dulu hanya sekedar harapan? Bukan untuk diwujudkan, kan?

Menyebalkan, umpat Rean dalam hati. Umurnya sudah hampir menginjak kepala tiga, tapi entah mengapa jiwanya seakan terjebak pada usia belasan. Ia sadar bahwa ada banyak perubahan pada fisik, tapi dari dalam diri?

Rean menggeleng. Ia payah, sangat payah.

Hanya karena suatu masalah yang belum dapat terselesaikan, semuanya menjadi hancur seketika. Bukannya tidak bisa memperbaiki, hanya saja ia tidak mempunyai solusi.

Selalu ada resiko yang menghantui, hingga kini ia tidak berani mengambil dan lebih memilih untuk melarikan diri.

Seandainya waktu itu ia mengerti, bahwa mengetahui semua hal tidak selalu berakhir baik.

Seandainya saja waktu ia ikut pergi bersama kedua orang tua yang hingga kini tidak kembali, tapi ... tapi ....

Cengkeraman rambut semakin erat, bahkan setiap ujung jarinya mendingin sesaat. Rean menggeram, tetapi niat untuk berteriak di balik benaman wajah itu urung seketika saat getaran ponsel terdengar dari meja nakas.

Dikta, Gio, Nanta, grup keluarga yang berada di sana memge.balikan kesadarannya, membuatnya mengangkat sebelah alis, tidak sabar untuk membaca pesan.

Gio
(Gio send a picture)
Ini yang pada di rumah rugi, dah.
Gue ditraktir Bang Dikta. Wleee.

Brother Notes [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang