Bagian 3- Adek

322 32 1
                                    

Jaemin pulang ke rumah yang selama 13 tahun ini menjadi tempat mengerikan. Rasanya kalau boleh dia ingin kembali ke kehidupannya yang lama bersama kakaknya.

Setelah mengganti sepatunya dengan sandal rumahnya, Jaemin langsung berjalan ke kamarnya, mengabaikan orangtua angkatnya yang mungkin menunggunya di ruang tengah. Untungnya kamar Jaemin bisa langsung terhubung dengan pintu depan jadi dia tidak perlu repot-repot untuk menyapa orang yang sudah merenggut kebahagiaannya.

"Mau kemana kamu? Orangtua nungguin bukannya disamperin malah kabur."

Tapi sepertinya memang benar, keberuntungan tidak pernah berpihak pada Jaemin. Na Seulbi, ibu angkat Jaemin kini menatap anaknya tajam.

"Maaf, Ma."

"Bisanya cuma maaf terus, bisa engga sehari saja engga bikin emosi!"

"Ada apa sih Ma?" Na Junghyung, orang yang paling Jaemin takuti sekarang mendekat. Pembawaan ayah angkatnya yang tegas kadang membuat Jaemin meneguk ludahnya saat sosok itu mendekat.

"Liat anakmu tuh, pulang bukannya nyamperin malah langsung ke kamar."

"Udahlah, biarin aja yang penting engga bikin ulah dianya. Sana pergi! Jangan lupa nanti malam ada pertemuan keluarga, awas saja kalau kamu permalukan ayah."

Tanpa sepatah kata Jaemin menaiki tangga menuju kamarnya. Begitu sampai di kamar matanya melihat jam dinding. Pukul lima, berarti Jaemin hanya punya waktu 2 jam untuk mengistirahatkan badannya. Setelah menanggalkan tasnya ia berjalan menuju meja belajarnya, mengambil permen rasa strawberry yang sebenarnya sangat amat dia benci.

"Aku benci keluarga ini."


..................................................




Suasana di pertemuan keluarga Na itu sangat ramai, mulai dari para orangtua yang memamerkan prestasi anaknya hingga anak mereka yang menyombongkan apa yang mereka dapatkan dari orangtua mereka. Tapi bukan itu yang mencuri perhatian Jaemin malam ini, disana tepat di pojok ruangan. Paman yang selama ini jarang muncul di pertemuan keluarga itu datang dengan seseorang yang Jaemin tahu baru-baru ini.

"Lee Haechan?" Gumamnya lirih.

Kini bukan hanya Jaemin, tapi seluruh keluarga kini mulai memusatkan atensinya ke dua orang itu.

"Bukannya itu Haechan? Lo sekelas sama dia kan Ryu?" Tanya Hyunjin pada adiknya.

"Si pengecut itu apa disini sih, ganggu pemandangan saja."

Jaemin hanya diam tidak berkomentar, ia hanya tidak suka memandang remeh seseorang tidak seperti sifat sebagian dari keluarga besarnya. Jaemin mendekati Haechan yang sekarang terlihat sendiri di pojok ruangan.

"Lee Haechan kan?"

Haechan mendongakkan wajahnya, sejenak ia terkejut dengan Jaemin yang kini mengulurkan tangannya. Segera ia membalas uluran tangan itu, ya siapa yang tidak terkejut Jaemin hampir dikenal oleh semua orang di sekolahnya.

"Boleh gue tahu kenapa Lo kesini sama om Daesuk?" Tanya Jaemin dengan ramah.

"A-Aku anak ayah." Jawab Haechan terbata-bata.

Jaemin mengerutkan keningnya bingung, maksudnya anak kandung atau anak angkat kaya dia? Dan tanpa sengaja Jaemin melihat tangan Haechan yang bergetar mungkin gugup atau takut. Hal yang sama seperti yang dia rasakan 13 tahun lalu saat dibawa oleh kedua orangtua angkatnya.

"Hey! santai aja, gue engga bakal ngapa-apain Lo."

"Ha?" Reflek Haechan mengucapkan itu yang membuat Jaemin terkekeh dengan wajah Haechan yang kini mengarah ke orang yang kebingungan.

"Tangan Lo dari tadi geter."

"O-Oh."

Tangan Haechan kini bertaut, wajahnya memerah karena malu. Jujur saja dia memang takut apalagi setelah mengetahui kalau dia menjadi bagian keluarga Na yang terkenal arogan.

"Loh Jaemin kenal Haechan?"

Jaemin tersenyum pada Daesuk, "Iya om, satu sekolah."

"Wah, om bisa minta tolong dong ya kalau gitu? Tolong jadi adik yang baik buat Haechan ya?"




TBC

Aman kan ya dibaca pas puasa?

RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang