Amoura bukan gadis dari keluarga yang kaya, ia juga bukan dari kalangan bawah. Sederhana saja.
Ayahnya seorang karyawan di perusahaan batu bara, dan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga yang kadang membuat kue kering jika ada seseorang yang memesan. Dan dirinya adalah anak tunggal yang kebetulan bisa bersekolah di salah satu SMA negeri di Ibukota.
Hidupnya monoton, ia juga tidak se-pintar seperti teman-temannya di sekolah. Mora sering terlambat dan sering tidak mengerjakan tugas.
Gadis itu seperti siswi SMA pada umumnya.
Dia selalu bilang pada semua orang bahwa ia tidak punya bakat apa-apa. Tapi entah kerasukan darimana, gadis itu mendaftar di klub musik kemarin sore.
Menemui ketua klub musik itu dengan seorang diri. Iya, kemarin sore ia baru menyadari bakat terpendamnya, menyanyi. Walau cukup memberi kesan yang memalukan pada Juni, tapi tak apa, Mora tetap percaya diri kok.
Bahkan gadis itu juga tidak sadar bahwa selama ini ia bisa memainkan alat musik. Dan ia baru menyadari semua bakatnya itu dari sahabat sekaligus teman sebangkunya.
Nayra Amanda.
Gadis ber-kacamata yang suka dengan pelajaran Ekonomi di kelasnya.
Ah sudahlah, Mora sangat malas kalau bahas Ekonomi. Nayra adalah orang aneh bagi Mora karena suka pelajaran rumit itu.
Intinya Nayra sahabat karibnya, kenal dari kelas 10 dan mereka akrab karena menurut Mora, Nayra adalah gadis yang lucu. Bukan, bukan karena wajah putihnya yang blasteran Sunda dan Cina itu. Tapi karena tingkah dan caranya berbicara.
Seperti sekarang, gadis dengan kacamata itu sudah berdiri di dalam rumah Mora untuk berangkat sekolah bersama.
"Zǎoshang hǎo Mora, ayok berangkat sekolah bareng. Ayok atuh, keburu telat."
Gadis itu dengan santainya menyengir hingga matanya menjadi sipit, dan posisinya adalah tepat di depan pintu kamar Mora. Jelas Mora kaget dengan penampakan tersebut. Belum lagi cara bicaranya yang mencampurkan bahasa China, Indonesia, dan juga Sunda menjadi satu. Tapi mulai sekarang kalian harus terbiasa karena memang seperti itu Nayra berbicara.
Gue harus adil Mor, masa gue ngomong China terus, atau Indonesia terus. Jadi gue mix aja tuh tiga-tiganya.
Seperti itu katanya.
"Lo ngapain di rumah gue sih?!"
"Berangkat bareng lah."
Nayra langsung berjalan dan duduk di kursi meja makan dengan santainya.
Mora mendengus kesal, ia ikut menyusul sahabatnya itu untuk sarapan.
Ah iya satu lagi, Nayra sudah seperti keluarga bila bertemu kedua orang tua Mora. Dan hal itu membuat Mora merasa menjadi anak angkat.
Setelahnya, mereka berdua berangkat bersama. Kali ini, Mora harus absen dulu untuk naik angkot Mang Iman karena ia se-mobil dengan Nayra.
"Eh lo masuk klub musik Mor?"
"Hm, kenapa emang? Lo mau ikut juga?"
"Gue ngomong aja udah cempreng gini lo suruh nyanyi."
"Untung lo sadar."
Nayra menatap datar ke arah Mora yang sedang puas mengejeknya. Huh, untung saja Nayra penyabar.
Mereka berdua turun kala mobil Nayra sudah terparkir rapi di sekolah. Mereka berdua berjalan bersama menuju kelasnya.
"Mora."
Tidak. Bukan Nayra yang memanggil, Mora menoleh ke belakang. Juni.
"Kenapa?"