Juni keluar ruang musik sebentar untuk memanggil Bu Sri karena semua anggota klub musik sudah berkumpul, hari ini kegiatan ekskul mereka akan dilakukan dan juga terkait pemberitauan pengumuman.
Setelah Bu Sri ia panggil, Juni kembali ke ruang musik. Laki-laki itu duduk di kursi piano dengan tangannya yang memegang ponsel.
"Nungguin siapa, Jun?" tanya Nada melihat Juni hanya duduk dan mengetuk kakinya pada lantai seolah menunggu.
"Bu Sri," jawabnya singkat.
"Oh, udah lo panggil tadi?" Juni hanya mengangguk sebagai jawabannya.
Sedangkan yang lain menyimak saja percakapan singkat keduanya termasuk Mora. Tunggu, Bu Sri katanya? Pikir gadis itu.
Tak lama pintu terbuka dari luar, dan benar saja menampilkan guru kesayangan Mora. Guru setengah baya itu duduk di kursi sebelah Juni lalu berdeham sebentar sebelum berbicara.
"Baik semuanya, Ibu disini mau bicara terkait tentang perlombaan yang akan diadakan dua bulan mendatang," ucap guru itu sebagai pembuka.
To the point sekali, pikir Mora.
Lalu Bu Sri menjelaskan detail siapa saja yang akan mengikuti lomba dan beberapa alasan yang mungkin bisa diterima oleh beberapa anggota klub musik terkait lomba tersebut. Selanjutnya, setelah Bu Sri meninggalkan ruangan beberapa dari mereka berlatih bermain alat musik, ada juga yang sedang berbicara dengan Juni, Mora orangnya.
Setelah ia mendapatkan kabar bahwa ia yang akan ikut lomba perempuan itu langsung shock berat melebihi seperti mendapatkan muntahan paus, dan yang menurutnya lebih apes lagi adalah...
ia sebagai vokalis? Bersama Juni?
Mora hanya diam saja sejak Bu Sri memberitau idenya dengan gamblang tadi, ingin menyangkal pun rasanya percuma karena ia tau sendiri jika dengan Bu Sri sangat kecil peluangnya untuk menang berdebat.
Jadi, sekarang lebih baik ia bicarakan dengan Juni secara baik-baik.
"Juniii! Lo gila bawa gue sebagai vokalis?!"
"Bu Sri yang minta bukan gue."
"Ini lomba loh Jun! Lombaaaa!"
"Gak ada yang bilang ini ujian."
"Gue gak bisa! Gak! Gue gak bisa!"
"Ya, terserah."
Semua ucapan Mora hanya Juni tangapi dengan singkat. Laki-laki itu menahan senyumnya sekuat tenaga melihat tingkah panik gadis itu, entah yang menggigit kukunya, menarik ujung rambutnya, bahkan sesekali jongkok karena kesal dengan jawaban yang diberinya untuk perempuan itu mungkin.
"Jangan gue lah Jun, kenapa gak bareng Nada aja kaya sebelumya?"
"Bu Sri udah jawab pertanyaan lo barusan tadi."
Mora menghembuskan nafasnya pasrah. Ingin sekali rasanya mencakar wajah dingin Juni itu namun ia tak punya nyawa dua. Jadi perempuan itu memilih untuk meninggalkan ruangan itu, namun lagi-lagi ucapan Juni membuatnya kesal.
"Siapa yang suruh lo keluar? Ayok latihan."
Lagi-lagi Mora hanya bisa menghembuskan nafas pasrahnya. Lihat saja, nama laki-laki itu sudah Mora hafal di luar kepala.
***
Sepertinya mood Mora bisa berubah secepat cahaya. Lihat sekarang, perempuan itu tersenyum selebar ember ibunya di depan gerbang sekolah. Rasa kesal akibat kejadian ruang musik tadi sudah lenyap ketika ia mendapat pesan dari Jenggala yang bilang akan menjemputnya.